Vaksin Anti Keledai
Pesan hikmah kehidupan para orang tua dalam kebudayaan dan filosofi Jawa sudah kita ketahui bersama: “Ojo kagetan. Ojo gumunan. Ojo dumeh”. Hanya saja karena pada era modern ini yang pernah mengingatkan hal itu adalah Pak Harto, maka kebanyakan orang cenderung menampiknya. Diam-diam, secara prikologis, mungkin di bawah sadar mereka.
Karena kebanyakan orang benci pada Soeharto. Terutama para aktivis negara dan kekuasaan. Melebar ke kaum intelektual di tataran tengah masyarakat. Kemudian menjadi mainstream di media komunikasi. Akhirnya pemetaan suka tak suka, senang benci, mengagumi dan mengutuk, menjadi dikotomi antara Bung Karno dengan Pak Harto.
Pokoknya kalau Bung Karno itu baik. Proklamator dan tokoh utama yang mengharumkan nama Indonesia di panggung dunia. Rakyat kecil di Timur Tengah dan Afrika hampir tak ada yang tak tahu dan tidak kagum kepada Bung Karno. Sedangkan Pak Harto itu diktator Orba. Orba itu haram. Diktator itu terkutuk. Apalagi dulu yang melengserkan Bung Karno adalah Pak Harto. Lebih-lebih lagi sampai hari ini yang menggenggam politik Indonesia adalah “The Real First Lady” adalah putrinya Bung Karno.
Karena di paruh pertama era 1960-an Bung Karno tidak membubarkan PKI, maka kebanyakan orang dan kaum aktivis tidak berani menegasikan PKI. Bahkan Presiden kita pernah akan menyatakan minta maaf kepada PKI. Apalagi yang membubarkan PKI adalah Pak Harto.
Kalau Masyumi, yang membubarkannya adalah Bung Karno. Jadi pasti Masyumi itu haram dan dan terkutuk. Kalau PKI belum tentu. Maka tokoh parlemen yang menyatakan terang-terangan “Aku bangga menjadi anak PKI”, justru dikagumi oleh banyak orang.
Walhasil pesan Pak Harto “Ojo kagetan. Ojo gumunan. Ojo dumeh”, otomatis ditampik oleh kesadaran dan bawah sadar rakyat Indonesia. Sesudah Pak Harto lengser, era sejarah kita bergelimang kekaguman, kegumunan, dan kekagetan. Era yang kita sangka Era Reformasi sesudah 1998 adalah periode sejarah Indonesia di mana bangsanya gampang jatuh hati, gampang kagum, gampang dirayu, gampang ditipu, gampang diperdaya. Kelanjutannya adalah mudah mentokohkan, mudah mensatriyapiningitkan, mudah menghabibkan, mudah mewalikan, bahkan secara subjektif psikologis mudah menabikan dan mudah mantuhankan.
Memang de jure dan di wilayah literer tidak ada yang secara eksplisit dan eksoterik menyatakan bahwa tokoh ini adalah Nabi atau Tuhan. Tetapi de facto cara berpikir dan pola perilaku mereka sangat indikitatif menabikan dan menuhankan. Allah sendiri dan Nabi Muhammad sendiri di Indonesia tidak pernah dipuja-puja dibela-bela melebihi mereka memuja-muja dan membela-bela tokoh mereka. Allah saja tidak dikagumi sampai seperti mereka mengagumi tokohnya. Kalimat “Robbana ma kholaqta hadza bathila” tidak populer untuk dinisbahkan kepada Tuhan dan ciptaan-Nya yang luar biasa. Tetapi narasi itu ditujukan sedemikian rupa untuk tokohnya. Tokohnya itu tidak boleh “Bathila”. Tokohnya itu 100% mutlak baik dan benar. “Wujiba”. Absolut. Tidak boleh dikritik. Tidak boleh tidak didukung atau tidak disetujui. Tidak boleh ada kata-kata atau perilakunya yang boleh dianggap lemah, apalagi dilecehkan dan dilawan.
Kebanyakan mereka juga Kaum Muslimin. Tetapi kalau menyelami dunia esoterik di kandungan jiwa mereka, Syahadat mereka bukan “Asyhadu an la ilaha illallah”. Kata “illallah” itu diganti “illa…” nama tokoh mereka.
Standar akal sehat mereka, kejernihan pengetahuan mereka, cacatnya cara pandang mereka, mengalami kemerosotan yang sangat parah. Maka kompatibilitas situasi kebangsaan dan kenegaraan mereka adalah berjodoh sekali dengan penolakan terhadap “Ojo kagetan. Ojo gumunan. Ojo dumeh”. Kaget adalah respons terhadap ketidaktahuan. Gumun adalah indikasi dari kekerdilan. Dumeh adalah reperesentasi dari kesombongan yang lahir dari ketidaktahuan dan kekerdilan.
فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ
كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنفِرَةٌ
“Maka apa yang terjadi pada mereka yang berpaling dari hakikat Allah? Kenapa seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut.”
Untung sejak kecil sejumlah orang tua dan pengalaman hidup sudah membekali saya “vaksin anti keledai”. Saya juga sangat ngeri untuk ternyata termasuk di dalam golongan manusia yang Allah merumuskannya:
إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Waktu kanak-kanak saya mengalami banyak sekali hal-hal yang membuat ketika dewasa apalagi tua sekarang, saya tidak kagum, tidak gumun apalagi dumeh kepada siapapun atau apapun saja. Ketika saya menemukan bahwa Rasulullah Muhammad adalah manusia paling jenius dalam sejarah ummat manusia, dengan contoh-contoh bukti yang saya bisa memaparkannya, saya tidak bisa berhenti pada titik kekaguman itu kepada beliau. Karena pada hakikatnya Yang Maha Menciptakan Muhammadlah yang tepat dan relevan untuk dikagumi. Ketika beliau membelah rembulan, Allahlah yang faktanya membelah rembulan. Ketika Nabi Musa memukulkan tongkat dan ia menjadi ular raksasa, batu jadi memancarkan air, dan air laut terbelah, Allahlah yang sejatinya melakukan.
فَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ أَنِ اضْرِب بِّعَصَاكَ الْبَحْرَ
فَانفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ
Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.
Jelas sekali bahwa Allah Maha-Subjeknya: Kami wahyukan kepada Musa. Di dalam Maiyah lazim ada imajinasi dan simulasi bahwa pasti Allah juga berfirman memerintahkan kepada air laut untuk membelah. Mustahil setitik embun menetes, apalagi air samudera membelah, kalau tidak karena diperintahkan oleh Allah. Pun tidak akan ada embun menetes atau laut terbelah oleh tongkat Nabi Musa tanpa perintah Allah.
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ رَمَىٰ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”