Tuyul-tuyul Milenial, Illa Minannas
Di masa kanak-kanak saya dulu yang sering bisa melihat ada Tuyul adalah adik saya Nasrul Ilahi. Kelak ia jadi guru yang tiap hari harus pulang balik Menturo-Krian 6 km jalan kaki 30 km naik angkot. Tiap hari pulang malam harus melewati tiga desa, empat kuburan, barongan panjang, tangkis antara Kali Kanal dan Kali Gede. Menjelang tengah malam baru sampai di rumah Manturo. Dari terkencing-kencing takut memedi sampai akhirnya terbiasa bergaul dengan klaster-klaster hantu.
Di Menturo sangat banyak macam dan jenis hantu. Dari yang lucu-lucu seperti Thokthok Ugel Thokthok Kerot dan Glundhung Pringis, yang kelas tengahan seperti Rairoto, Kemamang, Wewe Gombel, Sundel Bolong dan Kakitiga, atau yang gak ngenaki seperti tangan menyampaikan surat, jari-jari meneteskan darah, Muka Rata, Anjing Berkepala Manusia, Banaspati, atau macam-macam animasi bentuk sebagaimana di perkampungan Jin di suatu sudut kota Atlanta tidak jauh dari kantor CNN. Entah dulu Tuhan melakukannya sendiri atau menugasi entah Malaikat siapa bikin jutaan macam flora, fauna, dan hantu. Tapi berdasarkan pengalaman bersama KiaiKanjeng di Canberra, Roma dan London, spesies atau Suku Tuyul sepertinya hanya ada di pulau-pulau Nusantara.
Tuyul adalah kambing hitam rutin di tengah persaingan ekonomi antar tetangga di desa dan bahkan juga di kota-kota. Kalau ada orang sukses menjadi agak kaya sedikit saja, dituduh punya Tuyul. Selama puluhan tahun saya berpikir bahwa Tuyul itu khasanah lokal tradisional. Kemudian secara bertahap akhirnya ternyata Juragan atau Direkturnya Tuyul adalah manusia sendiri. Pantas ada firman “alladzi yuwaswisu fi shudurinnas, minal jinnati wannas”.
Semakin dewasa kita semakin tahu bahwa pekerjaan Tuyul hanyalah pekerjaan remeh, receh, dan manual, dibanding pentuyulan yang manusia secara jauh lebih canggih sanggup melakukannya. Tuyul itu jadul, hanya mencopet uang receh dalam jumlah dan kadar kehidupan orang kampung. Tetapi yang mampu dicapai oleh manusia sangat luas jangkauannya.
Kalau Tuyul itu levelnya hanya ngutil. Ngutil berevolusi ke nyopet. Nyopet ke njambret. Njambret ke nggangsir. Nggangsir ke maling. Maling ke cluring. Cluring ke ngrampok. Ngrampok ke korupsi. Korupsi tingkat sekolah dasar itu mencuri uang. Tingkat SMP menakali catatan perhitungan uang. Tingkat SMA sudah korupsi sebelum ada uangnya. Tingkat kuliah memperjelas pengkategorian dari korupsi uang dengan korupsi non uang. Kemudian melebar ke korupsi anggapan tentang uang. Korupsi yang mengolah sistem lalu lintas dan perputaran uang. Sampai puncak kesarjanaannya adalah korupsi pasal aturan yang menyangkut keuangan. Sarjana Utama mengkorupsi apa saja jauh di belakang tumpukan uang, yakni ketika masih berupa wacana dan narasi di wilayah politik, konsep-konsep perekonomian, bahkan filosofi, agama, dan konstitusi.
Strategi korupsi tingkat doktor dan profesor mendayagunakan penyempitan, pembelokan, pembiasan, manipulasi, penggeseran atau pemotongan. Yang tentu saja berakibat otomatik, sistemik dan struktural kerusakan di wilayah sosial, ekonomi, budaya dan demokrasi. Bahkan sampai ke iman, tafsir Kitab Suci, ideologi, madzhab dan sekte-sekte.
Itu semua masih era Tuyul Modern. Sekarang level kualitas dan efektitasnya sudah menggunakan algoritma milenial yang canggihnya luar biasa. Secara awam dipahami bahwa Tuyul tidak hanya bekerja mengurangi jumlah uang yang sudah ada. Tapi juga bisa memotong pengadaan uang dan aturan. Bisa membelokkan arah sasaran uang dan aturan. Dan itu semua juaranya adalah makhluk manusia.
Iblis yang dahsyat dan mumpuni bekerja menyesatkan manusia dengan kontrak sampai Hari Kiamat. Ternyata baru sampai abad ke-21 Masehi manusia sudah jauh mengalahkan Iblis, bahkan Iblis dengan seluruh multi dan suprasistemnya yang bernama Setan. Termasuk anak turunnya pun, misalnya Dajjal dan Ya’juj Ma’juj, sudah dikalahkan oleh manusia.
Sampai tulisan Kebon ke-192 kemarin lusa bersamaan dengan tibanya Hari Idul Fithri ternyata dalam menghadapi Peradaban Tuyul Milenial ini saya salah tekan knop atau tut keyboard computer hidup saya. Boleh juga disebut salah prioritas. Bahkan tidak salah untuk dianggap salah mindset. Kalau pakai matsal atau simbolisme ayat ini:
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepada-Nya.”
Tetapi karena itu adalah kesalahan saya pribadi, maka saya tidak akan mengungkapkannya. Saya biarkan anak-anakku Maiyah ada yang peka, teliti, dan jeli menangkapnya atau tidak.
Ternyata Empat Huruf Pemecah Langit yang saya tulis beberapa hari yang lalu adalah Internet Technology, Internet Legacy di dalam peradaban milennial sekrang ini.
Hal tersungkur dan bersujud kepada-Nya saya tidak salah. Tetapi cara saya tersungkur dan arah dan tempat jatuhnya kepala saya yang tersungkur itu tidak tepat. Maka keterseungkuran saya kepada Allah tidak efektif untuk mengurangi jumlah Tuyul dan besaran kepencolengannya. Sekarang sudah tuntas puasa Ramadlan dan telah saya lewati hari pertama Syawal yang ada momentum Idul Fithrinya. Maka mulai sekarang ke hari-hari depan persaksikan akan ada hal-hal yang akan terjadi pada Kaum Tuyul beserta keluarga dan kaumnya. Allah tidak main-main. Sebagian
إِن كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُونَ
“Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami.”
Sebagian lain
إِن كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ
“Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati.”
Allah menciptakan kalian semua ini tidak main-main. Juga Allah menciptakan saya, tidak dengan main-main, tidak untuk main-main, tidak untuk dimain-mainkan.
Saya dan semua siapapun dan apapun bukan apa-apa di hadapan Allah. Saya dan semua manusia tidak punya bargaining power atau sejarah relasi apapun untuk menuntut Allah bersikap adil. Tetapi Allah Maha Adil. Kita meyakini sepenuh-penuhnya bahwa Allah Maha Adil, apalagi terhadap hamba-Nya yang Ia sudah berpuluh-puluh tahun membuktikan cinta dan perlindungan-Nya.
Kalau Allah menyatakan bahwa Ia Maha Adil, maka mutlak Ia Maha Adil. Kalau Allah menyatakan bahwa Ia akan melakukan pembalasan, maka absolut Ia melakukan pembalasan.
ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَىٰ
“Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”
Saya tidak memohon kepada Allah agar membalas semua Tuyul yang mencelakakan saya, karena Allah sendiri sudah mutlak pasti menyelenggarakan balasan.
اتَّبِعُوا مَن لَّا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Sungguh-sungguh saya tidak memintakan kepada Allah balasan, hukuman, siksaan atau adzab kepada siapapun saja beserta keluarga dan anak cucunya yang mendhalimi saya. Sebab Allah mutlak pasti melakukannya sendiri dengan Hak dan Kuasa-Nya. Permohonan saya, dzikir saya, wirid saya, hizib saya, tidak mampu mempengaruhi Allah barang sedebu terkecil pun. Karena Ia sendiri dengan ketegasan pernyataan-Nya dan keteguhan pemenuhan janji-Nya yang absolut melakukan itu. Saya dan semua orang yang didhalimi, dicederai dan dirugikan, tidak meminta sesuatu yang Allah sendiri sudah tegas menjanjikannya. Saya dan semua orang yang dianiaya tidak mencoba mempelajari janji Allah itu dengan pendekatan ilmu, melainkan kami mengimaninya. Sebulat-bulatnya mengimaninya.
Dan kalau itu terjadi, di rumahmu, di tempat kerjamu, di tengah perjalananmu, di sela urusan-urusanmu, di bagian-bagian dari kesibukanmu, idza waqa’atil waqi’ah, laisa liwaq’atiha kadzibah.