CakNun.com

Tidak Bakhil dan Tidak Syukh

Arsanto Adi Nugroho
Waktu baca ± 2 menit
Image by Clker-Free-Vector-Images from Pixabay

Dalam beberapa kesempatan Sinau Bareng terakhir, Mbah Nun mengajak jamaah untuk mewaspadakan diri untuk tidak terperangkap dalam sifat diri yang tidak baik, yaitu sifat bakhil (pelit) dan syukh (serakah). Dengan kata lain, Mbah Nun mengajak kita untuk tidak bakhil dan tidak syukh. Dari dunia yang saya geluti yaitu bisnis saya ingin turut mentadabburi atau merefleksikan ajakan tersebut.

Dalam pandangan saya, tidak bakhil itu bukan hanya sebatas diartikan sebagai tidak pelit semata, tetapi juga mengandung arti ‘presisi’ (proporsional dan profesional) yang berarti juga harus sadar diri dan sadar posisi atau istilah Jawanya ojo rumongso biso tapi biso rumongso, atau jika dalam kosakata kalangan Chinese, bisa dikatakan mendekati istilah ‘cengli’.

Cengli (tidak bakhil) adalah orang yang terpercaya (amanah) karena dia memiliki sikap proporsional, profesional, dan berkomitmen. Dia bisa diandalkan dalam memenuhi setiap target, rencana, atau apapun yang dikomitmenkan bersama (deliver result).

Orang yang tidak bakhil alias cengli juga bisa bermakna dia adalah orang yang enak dalam berbagi peran dan kontribusi dalam kolaborasi (strategic collaboration). Itu pada saat berada dalam fase “proses”, fase kerjasama atau kolaborasi dalam mencapai tujuan bersama (sharing equity) yang mengandung unsur sharing kontribusi atau peran dalam kerjasama tersebut.

Ketika tiba pada fase “hasil” (bagi hasil/profit sharing), dia membagi hasil secara proporsional dan profesional atas dasar kesepakatan atau komitmen yang diperhitungkan sesuai dengan kontribusi atau peran yang telah dipersembahkan oleh masing-masing pihak. Pada fase hasil inilah orang yang tidak bakhil itu berarti juga dia tidak syukh atau dalam bahasa Chinese mendekati makna kata ‘cincai’.

Sementara itu, pengertian ‘orang yang enak’ itu adalah orang yang easy going & take it easy.

Bisa dikatakan easy going adalah output dari orang yang tidak bakhil yaitu cengli, sedangkan take it easy adalah output orang yang tidak syukh yaitu cincai. Mereka adalah orang yang gampang bersepakat dan berdamai (ora seneng kisruh apalagi ngisruh) tapi bukan berarti gampangan sebab segala sesuatunya diperhitungkan dengan neraca proporsional dan profesional serta kembali kepada komitmen-komitmen yang sudah disepakati bersama sejak awal. Yang mendasar, orang yang easy going alias cengli alias tidak bakhil dalam berbagi peran dan kontribusi berlandaskan sadar diri dan sadar posisiposisi (fairness).

Dari situ dapat dilihat bahwa easy going adalah ‘memudahkan urusan’ tetapi bukan berarti nggampangke walaupun hanya sekadar meremehkan hal yang remeh. Sedang take it easy, dalam hal berbagi hasil, adalah sikap lebih mengutamakan kekeluargaan, persaudaraan, pertemanan dalam bingkai kerjasama atau kolaborasi (jamaah) bukan sekadar sebatas angka-angka dan kalkulasi belaka.

Dilihat dari sudut rohaniah, orang yang bisa easy going dan take it easy adalah orang yang dunianya sudah ada dalam genggaman tapi bukan di hati, juga uang hanya berlaku sebagai alat transaksi bukan untuk dikumpulkan sebanyak-banyaknya bukan pula untuk diperebutkan. Namun di sisi lain dia mengupayakan adanya uang dalam rangka mendatangkan kebermanfaatan sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya.

Lainnya

Exit mobile version