CakNun.com

Tadabbur Baru Kisah Adam dan Hawa

Gondelan Syafaat Kanjeng Nabi, Rumah Maiyah Kadipiro Yogyakarta, 16 Desember 2021
Rony K. Pratama
Waktu baca ± 3 menit

Cak Nun mengajak jamaah bertadabbur atas peristiwa seputar kekhalifahan manusia, kedudukan iblis, serta kisah turunnya Adam dan Hawa ke bumi.

YouTube video player

Seandainya Adam dan Hawa mengurungkan niat memakan buah khuldi. Barangkali turunan manusia hingga sekarang masih mendiami surga. Umpama Iblis tak membisiki kalau barang terlarang itu membuat keduanya abadi. Mungkin Adam dan Hawa masih menikmati aneka makanan surga, yang diamsalkan tak pernah habis meski terus dikonsumsi.

“Kita asli penduduk surga. Minimum mbah Adam dan mbah Hawa. Apa yang salah dari pohon itu? Iblis bilang itu khuldi dapat membuatnya abadi,” terang Cak Nun, Kamis malam (16/17) dalam acara Gondelan Syafaat Kanjeng Nabi yang dipersembahkan oleh Sukun Special Baru bertempat di Rumah Maiyah Kadipiro Yogyakarta. Kisah kanonis dalam surah Al-Baqarah Ayat 35 itu mengisahkan musabab turunnya moyang manusia ke bumi. “Malam ini kita ingin mengingat-ingat satu hal peristiwa besar itu.”

Menuturkan tadabbur baru tentang kisah Adam dan Hawa ini, Cak Nun menambahkan bahwa metabolisme antara kehidupan surga dan bumi amat berbeda. Meski banyak mengonsumsi, tak ada orang buang hajat di surga. Sebaliknya, kehidupan di bumi meniscayakan orang mengeluarkan kotoran. Perumpamaan ini Cak Nun perluas sampai ke kecenderungan orang sekarang yang gemar mengumbar kata-kata tapi kualitasnya seperti tahi. Ini tentu merupakan tadabbur yang baru kita dengar tentang kisah Adam-Hawa.

Ngomong tanpa sopan-santun. Tanpa objektivitas. Tanpa kejernihan berpikir. Jadi di dunia ini kita kudu punya pertahanan yang kuat. Jangan nyembah materialisme. Sebab di sini ming panggon ngising,” ujarnya disambut ketawa.

Satu pertanyaan berikutnya disodorkan Cak Nun. “Turunnya Adam ke bumi apakah juga karena diminta jadi khalifah?” ucapnya. Pada Al-Baqarah Ayat 30 Tuhan berfirman kepada malaikat akan menjadikan seseorang sebagai khalifah di bumi. Tapi iblis menimpali bukankah manusia cenderung merusak dan menumpahkan darah. Pertanyaan itu segera dijawab Tuhan bahwa Dia mengetahui apa yang tak diketahui mereka.

Adegan ini dinukil Cak Nun sembari memberikan pertanyaan lanjutan. “Iblis tahu soal manusia akan menumpahkan darah itu gimana? Ini fakta atau prediksi? Apakah iblis objektif? Atau karena manusia benar-benar punya kecenderungan merusak?” imbuhnya. Setelah keputusan khalifah dilimpahkan kepada manusia, malaikat bersujud kecuali iblis. Padahal, ia dulu merupakan ‘Azāzīl, imam para malaikat.

“Iblis itu secara kemakhlukan adalah jin. Lalu melakukan tarekat kemudian menjadi malaikat, sebelum dia menolak kekhalifahan Adam,” ungkap Cak Nun. Persoalan berikutnya, menurut Cak Nun, penolakan itu karena kedengkian atau sikap objektif; kemungkinan memahami tindak-tanduk manusia atau perasaan dengki.

Ayunan di antara dua kemungkinan pertanyaan tersebut menyisakan spekulasi sampai sekarang. Cak Nun mengajak jamaah bertadabbur atas peristiwa seputar kekhalifahan manusia, kedudukan iblis, serta kisah turunnya Adam dan Hawa ke bumi. “Dengan mengenal itu semua maka ini menjadi bagian dari gondelan klambine Kanjeng Nabi,” tambahnya.

Menjadi umat Rasulullah berarti berdiri di belakangnya dengan penuh kepatuhan. Ibarat lagu Terbit Rembulan yang malam itu juga dibawakan KiaiKanjeng, menjadi pengikut Kanjeng Nabi sama dengan mengikuti cahaya, memperoleh penerangan.

“Yang ada itu cahaya. Kegelapan nggak ada. Jadi, Allah itu hanya menciptakan cahaya. Kegelapan ada ketika seakan-akan cahaya ditutupi. Ini bisa kita perluas di wilayah apa pun misalnya kultural, politik, dan apa saja. Yang mengingkari cahaya Allah maka akan berada di dalam kegelapan. Terbit Rembulan itu Allah memancarkan cahaya ke Muhammad lalu kita mendapatkan itu,” tutur Cak Nun.

Pada fase rentang hidup di bumi beliau mengajak jamaah agar terus gondelan klambine Kanjeng Nabi. Dengan berada satu depa di belakang Rasulullah manusia akan memperoleh cahaya dari Tuhan. “Maka puncak kesejatian manusia itu sujud. Sujud itu puncak ilmu kebijaksanaan,” pungkasnya.

Sinau Bareng malam Jumat silam yang ditayangkan virtual di kanal YouTube CakNun.com, Zona Hijau, dan MURIANEWS TV itu berlangsung selama satu jam. Cak Nun lebih banyak mengulas beberapa ayat qauliyah (QS. Al-Baqarah 30 dan 35 dan QS. Al-Ahzab 72) dan kauniyah untuk ditadabburi bersama. Jamak pula pertanyaan yang dikuak makin membuat jamaah berefleksi. Terutama mempelajari kisah Adam dan Hawa.

Lainnya

Sunda Mengasuh___

Sudah sejak pukul 18.00 penggiat Jamparing Asih berkumpul di gedung RRI.

Jamparing Asih
Jamparing Asih
Exit mobile version