Sinau Hayaty Khidmaty dari Cak Fuad
Bangbang Wetan edisi Juli telah menayangkan Sinau Bareng Cak Fuad pada Sabtu malam (31/7) di kanal ofisial Youtube Bangbang Wetan. Tayangan tersebut kami ambil pada Rabu pagi dengan sowan langsung ke Rumah Maiyah Al-Manhal, Landungsari, Malang. Sebelum berangkat, kami berlima melakukan tes swab antigen untuk memastikan kesehatan tubuh dari keterpaparan virus Covid-19 dan hasilnya negatif semua.
Bangbang Wetan pada edisi Juli ini spesial karena kita dapat sinau kepada Cak Fuad. Selain itu, Juli merupakan bulan kelahiran Cak Fuad, yang pada tahun ini disyukuri bersamaan dengan launching Mushaf Al-Qur’an Tadabbur Maiyah Padhangmbulan.
Kedatangan kami dikomandoi oleh Mas Rio NS, selaku moderator dari Blitar yang disambut baik oleh Mas Ai, putra Cak Fuad, mewakili keluarga.
Bertempat di perpustakaan sekaligus tempat majelis Al-Manhal dan ngaji Al-Qur’an yang berada di lantai dua, kami melangsungkan Sinau Bareng. Ketika semua perlengkapan perekaman: lighting, clip on mikrofon dan kamera sudah siap, Mas Rio membuka majelis dengan mengucapkan salam.
Mewakili Bangbang Wetan, Mas Rio menyampaikan rasa gembira karena kami telah dipersilakan sowan untuk sinau kepada Cak Fuad. Mas Rio meneruskan bahwa dasar kita sowan adalah untuk mensyukuri bulan Juli. Karena menurut Mas Rio, Cak Fuad yang ‘punya’ bulan Juli sebagai Fuadus Sab’ah.
Bahasa Arab dan Mushaf Al-Qur’an Tadabbur Maiyah Padhangmbulan
Mas Rio kali ini mengajak kita menggali lebih dalam kisah, pengalaman, dan ilmu Cak Fuad dengan beberapa butir pertanyaan yang telah dipersiapkan. Dimulai dengan segmen pertanyaan yang berkaitan dengan keahlian Cak Fuad di bidang bahasa Arab dan Mushaf Al-Qur’an Tadabbur Maiyah Padhangmbulan.
Sebelum merespons pertanyaan dari Mas Rio, Cak Fuad mengungkapkan rasa terima kasih atas kehadiran kami yang menurut beliau istimewa, karena menurut beliau setiap tamu adalah istimewa. Cak Fuad bersyukur karena dalam keadaan seperti ini, oleh Allah kita masih diberi kesempatan untuk bisa bertemu.
Berkaitan pertanyaan Mas Rio mengenai Mushaf Padhangmbulan Cak Fuad menyampaikan bahwa sebenarnya tidak ada atau tidak pernah terpikir oleh beliau, Cak Nun dan juga teman-teman Maiyah yang lain untuk menerbitkan Mushaf tersebut. Penerbitan Mushaf ini semata atas kehendak Allah.
Proses awal penerbitan Mushaf Padhangmbulan
Berawal dari beberapa bulan yang lalu, Cak Fuad kedatangan seorang tamu — yang belum pernah dikenal sebelumnya, tapi tamu tersebut memang satu almamater dengan Cak Fuad di Pondok Pesantren Gontor. Tamu yang menjadi yunior Cak Fuad di Gontor bersilaturahmi sambil bercerita tentang aktivitasnya dalam penerbitan mushaf.
Jadi, beliau punya master mushaf yang ditulis oleh khoththot dari Madinah dan juga sudah resmi diakui di sana. Kemudian naskah itu diberikan ke tamu (yunior Cak Fuad) tersebut sekaligus diperbolehkan diterbitkan di Indonesia. Tentunya telah dilakukan penyesuaian-penyesuaian dengan Mushaf Indonesia yang sudah ditentukan. Oleh yunior Cak Fuad, master dari naskah mushaf tersebut diwakafkan kepada siapa saja yang ingin menerbitkan Mushaf, tanpa dipungut biaya apapun.
Cak Fuad menerimanya dengan senang hati ketika ditawari naskah mushaf oleh yuniornya. Meskipun pada saat itu, Cak Fuad belum bisa membayangkan bisa atau tidaknya menerbitkan mushaf tersebut. Maka kemudian setelah yuniornya pulang, naskah mushaf itu oleh Cak Fuad ditawarkan ke Cak Zakki, untuk mendiskusikan bisa atau tidaknya menerbitkannya.
Ketika itu, menurut Cak Fuad, Cak Zakki spontan merespons bahwa penerbitan mushaf itu merupakan suatu hal yang menarik. Kemudian Cak Zakki dan Wak Mad (Rachmad R) membuat kalkulasi penerbitan mushaf dan ternyata memungkinkan untuk terbit, dengan perhitungan biaya cetak dan sebagainya. Maka kemudian Cak Fuad bersama Cak Zakki dan Wak Mad bertekad untuk bisa menerbitkan mushaf.
“Bagi saya, yang penting dengan kita bisa menerbitkan Mushaf ini adalah untuk meraih manfaat sebesar-besarnya bagi umat dan Jamaah Maiyah,” tegas Cak Fuad.
Ide pelampiran Tadabbur Maiyah Padhangmbulan
Oleh karena itu, Cak Fuad memikirkan bahwa harus ada sesuatu yang khusus pada penerbitan mushaf. Kesimpulan ide Cak Fuad adalah memasukkan sebagai lampiran hal-hal yang pernah dibahas pada pengajian Padhangmbulan dan pada Maiyahan yang lain.
Dari situlah kemudian mengerucut ide bahwa pada penerbitan mushaf akan dilampiri dengan Tadabbur Maiyah Padhangmbulan — yang bahannya sebenarnya sudah banyak terdokumentasi. Maka, oleh Cak Fuad digali kembali. Disamping itu, Cak Fuad dan Cak Nun juga menulis lagi beberapa ayat untuk melengkapi bahan tadabbur.
Jadi bagi Cak Fuad, pelampiran Tadabbur Maiyah Padhangmbulan pada penerbitan Mushaf Al-Qur’an menjadi dokumen tertulis dari apa yang sudah dibicarakan di Padhangmbulan dan Maiyah, akan menjadi besar manfaatnya. Karena kita bisa membaca ulang, bisa belajar dan setelah membaca bisa menyebarkan ke teman-teman yang lain.
“Metode penyampaian tidak harus dalam bentuk pengajian, dalam pembicaraan sehari-hari pun bisa kita sampaikan,” ungkap Cak Fuad.
Tentang Mushaf yang disertai tafsir, terjemah, dan tadabbur
Merespons pertanyaan tentang penerbitan Mushaf Al-Qur’an yang disertai tadabbur ini apakah satu-satunya di dunia, Cak Fuad menyatakan bahwa tidak berani mengatakan itu, karena pengetahuan Cak Fuad terbatas tentang penerbitan-penerbitan mushaf yang ada di dunia. Tapi memang yang Cak Fuad ketahui, yang banyak beredar di tengah masyarakat adalah mushaf terjemah dan tafsir.
Berangkatnya tadabbur itu menurut Cak Fuad adalah dari pemahaman terhadap ayat Al-Qur’an — dan itu diharuskan. Jadi, kalau kita tidak paham, bagaimana bisa melakukan tadabbur? Pemahaman itu bisa langsung dari teks ayat yang akan ditadabburi, tapi bagi mereka yang tidak paham bahasa Arab dan Al-Qur’an dalam teks aslinya, bisa menggunakan terjemah.
“Perlu juga diketahui bahwa sebenarnya di dalam kitab-kitab tafsir itu, di dalamnya juga terkandung tadabbur,” tegas Cak Fuad.
Menurut Cak Fuad, memang ada tafsir yang semata-mata hanya menerangkan makna kata. Ada juga yang membahasnya dari segi tata bahasa. Ada yang membahas dari segi sastranya. Ada yang membahas dari segi hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an. Dan ada juga yang membahas dari sisi kesejarahannya. Tetapi di dalam kitab-kitab tafsir yang besar itu pasti ada unsur tadabburnya.
Tadabbur inilah yang memang dianjurkan di dalam Al-Qur’an untuk semua orang, bukan hanya untuk orang-orang yang ahli. Karena pengertian tadabbur itu sebenarnya adalah setelah kita membaca ayat Al-Qur’an, kita melihat diri sendiri dan melihat keadaan sekitar kita, disertai pertanyaan apakah ayat yang kita pahami tadi itu sudah kita laksanakan apa belum?
Pengertian tadabbur yang pertama adalah menindaklanjuti apa yang sudah kita pahami dari Al-Qur’an, terutama dalam bentuk pengamalan dan penerapan isi dari Al-Qur’an. Pengertian tadabbur yang kedua adalah memahami apa yang ada di balik teks, seperti yang sudah dilakukan oleh para ahli tafsir selama ini. Jadi tidak semata-mata memahami — kalau dalam teori membaca itu between the lines, tetapi juga memahami behind dan beyond the lines dari setiap ayat Al-Qur’an. Dan di situlah letak tadabbur.
Tadabbur bisa dilakukan oleh siapapun, asal kita minimal paham secara sederhana ayat yang akan kita tadabburi. Orang-orang yang mempunyai pemikiran yang luas, pengalaman yang banyak dan mungkin juga punya bakat di dalam kepenulisan, dia bisa mengemukakan hal-hal yang secara eksplisit tidak disebutkan pada ayat Al-Qur’an. Selain itu dia juga bisa membawakan hal-hal atau makna yang sifatnya implisit dan bisa menghubungkan dengan hal-hal di luar ayat. “Tetapi tetap tidak boleh menyimpang dari makna dasar dari ayat tersebut,” tegas Cak Fuad.
Soal terjemah, menurut Cak Fuad terjemah itu sudah mengandung penafsiran. Kalau ada yang mengatakan bahwa terjemah dari Kemenag itu mengandung kontroversi, pendapat Cak Fuad, semua terjemah dan tafsir itu pasti tidak mungkin disepakati oleh semua orang. Jadi terjemah yang dibuat Kemenag itu bukan salah yang harus dibetulkan, tetapi itu adalah suatu pemahaman menurut penerjemah itu.
Orang lain yang menganggap terjemah itu tidak tepat bisa membuat terjemah sendiri, tanpa harus menyalahkan. Kecuali kesalahan-kesalahan itu fatal atau kesalahan bahasa itu bisa diperbaiki. Soal pemahaman bisa saja di antara penerjemah memang berbeda metode, cara pandang, dsb, yang menyebabkan perbedaan suatu tafsir dengan tafsir yang lain.
“Jadi setelah penerbitan Mushaf yang pertama ini, saya dan Cak Nun sudah mulai menyiapkan tadabbur ayat-ayat yang lain. Sehingga nanti jumlah halamannya akan membengkak sampai batas ketebalan Mushaf masih enak untuk kita pegang,” ungkap Cak Fuad.
Kiat Bagi Jamaah Maiyah Agar Bisa Mengakrabi Al-Qur’an
Cak Fuad melanjutkan pembahasan dengan pertanyaan mengapa keadaan sekarang bagi sebagian orang merasa asing dengan Al-Qur’an? Mungkin ada yang merasa bahwa dirinya terlalu jauh kalau harus mendekati Al-Qur’an. Sebenarnya, menurut Cak Fuad interaksi dengan Al-Qur’an bisa bermacam-macam.
Pertama, untuk bisa mendorong kita supaya bisa dekat dengan Al-Qur’an, kita diingatkan oleh Rasulullah Saw., bahwa Al-Qur’an itu pedoman hidup kita. Kalau menjadi pedoman hidup tentunya harus dibaca dan dipahami isinya. Al-Qur’an ini ‘kan manual book-nya hidup kita. Kalau kita tidak paham, bagaimana kita bisa menjalani hidup ini dengan benar.
Memang harus diakui, terutama kita orang Indonesia yang bukan penutur asli bahasa Arab, akan menghadapi kendala-kendala. Dan ini menurut Cak Fuad dialami oleh siapa saja termasuk orang Arab sendiri. Tidak ada jaminan bahwa mereka orang Arab bisa akrab dengan Al-Qur’an, meskipun mereka paham Al-Qur’an.
Oleh karena itu yang paling pokok untuk mendekati Al-Qur’an adalah motivasi keagamaan.
Kedua, setelah Al-Qur’an menjadi pedoman hidup kita, keyakinan bahwa Al-Qur’an itu akan menyinari hidup dan akhirat kita. Kalau hal tersebut sudah menjadi keyakinan, kita pasti terdorong untuk berinterakasi dengan Al-Qur’an.
Keyakinan ketiga bahwa Allah mewariskan Al-Qur’an kepada umat Muhammad. Lantas Allah menerangkan di antara umat Muhammad itu ada tiga golongan: ada golongan yang tidak peduli, ada yang cukup peduli, dan ada yang sangat peduli kepada Al-Qur’an. Ketiga hal itu mendorong kita supaya jangan sampai masuk pada golongan yang dianggap tidak peduli. Paling tidak, kita masuk dalam kategori cukup peduli. Hal mengenai tidak peduli misalnya kita tidak terpikir sama sekali tentang Al-Qur’an. Atau ketika kita akan melakukan sesuatu tidak pernah terpikir untuk mempertimbangkan yang terbaik menurut Allah melalui Al-Qur’an.
Secara praktis Cak Fuad menyarankan kepada Jamaah Maiyah bahwa setiap hari kita membiasakan membaca Al-Qur’an, meskipun satu ayat. Cak Fuad sendiri dalam rangka membantu kita supaya terbiasa membaca ayat Al-Qur’an, setiap hari atau seminggu tiga kali beliau posting Firman Hari Ini di akun Instagram rumah.almanhal. Setiap postingan berisi satu ayat beserta tafsir dan tadabburnya. Beliau mengambil potongan-potongan ayat yang mudah kita pahami dan terapkan.
“Hidup ini akan kita jalani dengan baik kalau kita berpegang kepada Al-Qur’an. Nanti ketika mati, menurut sabda Rasulullah, salah satu yang menemani kesendirian kita di alam kubur adalah Al-Qur’an yang kita baca,” terang Cak Fuad.