CakNun.com
Kebon (113 dari 241)

Semoga Terinjak Kaki Nabi Sulaiman

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 3 menit
Dok. Progress

Teman-teman di sekitar saya itu sejak era Malioboro, Dipowinatan, Dinasti hingga KiaiKanjeng, kalau dihitung peran atau prestasinya, mereka siap untuk menemukan dirinya tidak berperan dan tidak berprestasi apa-apa. Bahkan di Buku Besar Kesenian dan Kebudayaan Indonesia yang secara resmi disebarkan ke seluruh dunia melalui Kedutaan-kedutaan Besar Republik Indonesia di semua Negara-negara Dunia, tidak ada dicantumkan nama atau kata KiaiKanjeng.

Tetapi tidak diakui oleh manusia di dunia tidak menjadikan mereka mengubah diri supaya diakui. Bahkan mereka bersyahadat mengakui Allah, di sisi mata uang lainnya, terdapat kesadaran bahwa yang lebih utama sebenarnya adalah bahwa Allah juga mengakui mereka sebagai hamba-Nya.

قَالَ ءَأَقۡرَرۡتُمۡ وَأَخَذۡتُمۡ عَلَىٰ ذَٰلِكُمۡ إِصۡرِيۖ
قَالُوٓاْ أَقۡرَرۡنَاۚ قَالَ فَٱشۡهَدُواْ وَأَنَا۠ مَعَكُم مِّنَ ٱلشَّٰهِدِينَ

Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.

Itu para Nabi yang ditanting oleh Allah. Bagaimana mungkin kita yang orang kampung biasa ini berani tidak bersikap sebagaimana para Nabi?

Kalau mau agak romantis mungkin pakai perumpamaan Nabi Ibrahim yang dihukum bakar oleh Raja Namrud. Yang dibakar hakikatnya adalah Tauhid. Dan dalam kehidupan ummat manusia di dunia sekarang sesungguhnya sangat banyak dimensi kehidupan di mana Tauhid dibakar dimusnahkan.

Ada seekor semut dan seekor cicak berjalan menuju api itu. Si cicak meniup api pembakar tauhid itu sehingga lebih berkobar-kobar baranya. Sampai-sampai Nabi Muhammad menganjurkan ummatnya agar membunuh cicak, meskipun kita bingung karena mengetahui bahwa cicak yang sekarang di tembok dan atap rumah kita pasti bukanlah cicak yang dulu meniup api yang membakar Nabi Ibrahim:

أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh cicak. Beliau bersabda, “Dahulu cicak ikut membantu meniup api (untuk membakar) Ibrahim ‘alaihis salam” (HR. Bukhari).

Dinasti dan KiaiKanjeng “setengahnya” hanyalah seekor semut yang membawa setetes air untuk turut memadamkan api yang membakar Ibrahim. Tindakan itu tidak realistis-empiris serta sama sekali tidak efektif. Tetapi itu ketegasan yang nyata untuk menyatakan keberpihakannya kepada tauhid.

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ ، وَالضِّفْدَعِ ، وَالنَّمْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ

Dari Ibnu ‘Abbaas Ra, beliau berkata: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mencegah dari membunuh empat hewan: Semut, lebah, burung hud-hud, dan burung Shurad” (HR. Abu Dawuud).

Karena Dinasti dan KiaiKanjeng hanya seekor semut sangat kecil bagi Indonesia yang besar bahkan raksasa, maka mereka dilindungi oleh Allah Swt sampai hari ini. Pementasan Dinasti dan KiaiKanjeng dalam banyak hal dianggap “melawan Fir’aun atau Namrud”. Dalam puisi “Nyanyian Gelandangan” ada kalimat “Apa kabar Pakde Waringin?”, maksudnya adalah Beringin, yakni Golkar yang pegang hegemoni kekuasaan pada waktu itu.

Juga ada idiom “Dokar” ketika pentas di Senisono, maksudnya jelas Golkar. Tetapi meskipun malam sehabis pentas itu ada sejumlah gejala tindakan pengejaran dan penangkapan, tapi kemudian tidak terjadi apa-apa. Sampai hari ini. “Salamun ‘ala Nuhin fil’alamin”. Dinasti dan KiaiKanjeng membikin kapal sehingga ditertawakan orang banyak. Meskipun kapalnya, termasuk “Perahu Retak” tidak membuahkan perubahan dan perkembangan apa-apa pada kehidupan bangsa Indonesia, tetapi sampai hari ini mereka tetap “semut” kecil.

حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَوۡاْ عَلَىٰ وَادِ ٱلنَّمۡلِ قَالَتۡ نَمۡلَةٞ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّمۡلُ
ٱدۡخُلُواْ مَسَٰكِنَكُمۡ لَا يَحۡطِمَنَّكُمۡ سُلَيۡمَٰنُ وَجُنُودُهُۥ وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُونَ

Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”

Sesungguhnya kita semua sekarang mendambakan ingin menjadi semut-semut itu. Dan semoga Nabi Sulaiman lewat dan kita diinjak oleh kakinya. Asal jangan kaki Fir’aun. Apalagi Namrud model yang sekarang.

Lainnya

Pesemaian Musik-Puisi

Pesemaian Musik-Puisi

Provokator atau pendorong penulisan serial Kebon ini adalah Kiai Tohar, sahabat saya hampir setengah abad.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version