CakNun.com

Sembilan Pintu Kreativitas yang Jarang Dibuka

Mustofa W. Hasyim
Waktu baca ± 3 menit
Image by Colin Behrens from Pixabay

Hari-hari ini untuk bisa hidup tenang tenteram butuh kreativitas. Apalagi untuk bisa hidup sejahtera dan bahagia. Mengapa? Tekanan hidup berupa tekanan keadaan demikian berat. Termasuk tekanan keadaan berupa pembatasan mobilitas. Ini jelas membatasi kemungkinan lebih sejahtera dan lebih bahagia.

Untuk sekadar bergembira dengan berbincang-bincang bersama teman sambil minum kopi dan cemilan, atau minum wedang jeruk anget ditemani semangkuk soto segar dan pedas tidak selalu bisa dilakukan. Sebab yang namanya protokol kesehatan menjadi batas imajinair tetapi efektif membatasi kita pada lingkaran ring tinju, ring pencak silat atau ring gulat psikologis sehari-hari. Mau tidak mau, ikhlas atau tidak rela kita terkunci di dalamnya.

Rasanya lucu juga. Kita sehari-hari berkelahi dengan bayangan di dalam ring gaib bernama protokol kesehatan. Kita berkelahi dengan keinginan kita, berkelahi dengan pikiran kita, berkelahi dengan prasangka yang muncul di dalam diri kita. Kita mungkin bisa membuat simulasi-simulasi tertentu yang membuat kita berkelahi dengan persoalan nyata atau maya.

Selain itu kita juga dipaksa atau terpaksa melawan aneka macam provokasi yang mutunya rendah, atau kita harus berhadapan dengan propaganda murahan, atau yang menjengkelkan kita terpaksa ketemu dengan agitasi yang menggunakan bahasa mercon. Bunyi ledakannya keras tetapi tidak berdampak, alias tidak ngefek babar blas.

Tetapi jangan disangka yang bernasib buruk seperti ini hanya kita saja. Kita tidak sendirian di dunia anomali sekarang ini. Orang lain atau kelompok lain banyak yang lebih parah. Mereka berkelahi, bertengkar, saling menyodok, saling beradu kelicikan dan berburu racun kata-kata untuk disemprotkan ke wajah orang lain yang sebenarnya teman sendiri.

Orang yang kadang menganggu kita dengan kata-kata jenaka yang pahit menjadi viral sudah mulai ada yang menggannggu teman dan mengusik ketenteraman dirinya sendiri. Dengan viral-viral yang aneka macam ragamnya yang semuanya mengandung bau busuk dicampur wangi murahan itu mereka bertarung sendiri. Saling melucuti dan saling melumpuhkan dan saling menyoraki kejatuhan satu sama lain. Ta’awanu ‘alal itsmi wal ‘udwan betul betul mereka praktekkan.

Sementara itu kita terbengong dan nanar menyaksikan semua itu. Sebagai kelompok ta’awanu ‘alal birri wat taqwa seringkali kita lupa bertindak kreatif untuk mengimbangi kecenderungan negatif yang muncul dalam kehidupan sehari-hari yang tertutup ini.

Menghadapi, melawan, mengimbangi tekanan keadaan yang cenderung negatif ini kita harus memiliki kelenturan kreativitas, kekebalan kreativitas dan militansi kreativitas tanpa batas. Tanpa bekal ini jiwa kita dan pikiran kita bisa remuk berkeping-keping.

Untuk mendapatkan kreativitas tanpa batas ini sesungguhnya kita bisa membuka pintu pintunya. Sering kali karena sibuk menghadapi atau memukul bayangan hantu persoalan kita jadi lupa kalau pintu gerbang kreativitasi itu ada sekaligus lupa untuk membukanya. Lantas pintu kreativitas ini ada berapa dan apa saja nggih? Seorang teman memberitahu kalau pintu kreativitas tersembunyi di dalam cara berpikir kita, cara kita memahami serta menyadari masalah dan terletak dalam cara bertindak kita. Jumlah pintu kreativitas ini untuk sementara baru ditemukan sembilan.

Yaitu pertama berbentuk cara berpikir dan bertindak asosiatif (menghimpun dan menghubungkan). Kedua, cara berpikir dan bertindak proyektif (menuju satu arah). Ketiga, berpikir dan bertindak eksploratif (menggali kemungkinan). Keempat, cara berpikir dan bertindak kontekstual (mampu mencari dan meletakkan konteks masalah). Kelima, cara berpikir dan bertindak komprehensif (melingkupi). Keenam, cara berpikir dan bertindak fungsional (sadar akan fungsi sesuatu). Ketujuh, berpikir dan bertindak transformatif (mengubah sesuatu menjadi baru dengan modal atau potensi yang lama). Kedelapan, berpikir dan bertindak alternatif (tidak terpenjara oleh hal yang biasa, sama dengan yang lain dan klise). Kesembilan, berpikir dan bertindak produktif dan reproduktif (mampu memproduksi atau memproduksi ulang nilai-nilai asasi yang tersembunyi di sebuah karya).

Dengan membuka lebar-lebar sembilan pintu kreativitas ini hidup kita akan mandiri, merdeka, memiliki jalan ke masa depan pilihan kita sendiri. Dalam bahasa IT sekarang, kita bisa menciptakan algoritma-algoritma kita sendiri. Tidak mengekor atau disetir algoritma global yang kadang ada gombalnya.

Dengan membuka sembilan pintu kreativitas ini kita bisa memerdekakan diri dari aneka godaan setan zaman yang terkutuk. Godaan untuk melayani provokasi kultural politik agama, godaan untuk larut dalam propaganda kultural politik agama dan punya payung pengamanan ketika terjadi hujan agitasi palsu turun dengan derasnya ke muka bumi kesadaran kita.

Dengan membuka sembilan pintu kreativitas ini kita menjadi lebih mudah untuk merekayasa keseimbangan-keseimbangan baru dan kedewasaan kedewasaan baru dalam perikehidupan kita bermanusia, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan bergaul dalam pergaulan global apa pun bentuknya. Ingat, selalu ada kelenturan, kekebalan, kekuatan, dan militansi tertentu yang disembunyikan dalam alam dan ruang kreativitas kita. Mari kita coba. Coba membukanya. Satu persatu. Kita segera merasakan hidup menjadi berbeda dan berubah secara kualitatif.

Yogyakarta, 25 Mei 2021

Mustofa W. Hasyim
Penulis puisi, cerpen, novel, esai, laporan, resensi, naskah drama, cerita anak-anak, dan tulisan humor sejak 70an. Aktif di Persada Studi Klub Malioboro. Pernah bekerja sebagai wartawan. Anggota Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah DIY. Ketua Majelis Ilmu Nahdlatul Muhammadiyin.
Bagikan:

Lainnya

Exit mobile version