CakNun.com

Selamat Bergembira di Surga, Pak Nurdin Hamma

Hamzah Ismail
Waktu baca ± 2 menit
Nurdin Hamma

Hari Kamis, sekira pukul sebelas malam, ketika saya membersamai anak-anak muda Paropo Desa Mombi dalam perhelatan Makkuliwah Rumah Baca yang mereka beri nama LAIKATA, kematian tokoh sepuh Mandar, Nurdin Hamma berseliweran di media sosial, terutama Facebook. Pertama-tama yang muncul dari hati dan benakku adalah sebuah kehilangan, yang deritanya mengiris-iris hati.

Nurdin Hamma, adalah ayah ideologis bagi banyak anak muda di Tinambung. Persinggungan Nurdin Hamma dengan saya dan banyak anak muda lainnya, bermula saat Teater Flamboyant didirikan di tahun 80-an. Hampir seluruh kegiatan yang dihelat oleh Teater Flamboyant di wilayah Mandar pun di luar Mandar, Nurdin Hamma selalu melibatkan diri. Bung Alisjahbana-lah yang lebih awal memperkenalkan Nurdin Hamma ke anak-anak Muda Flamboyant ketika itu.

Ketika Teater Flamboyant hendak mendatangkan Emha Ainun Nadjib di Tinambung, 1987. Dalam keterbatasan penuh, terutama terkait biaya transportasi Cak Nun dari Yogyakarta ke Tinambung, akhirnya disepakati bahwa semua yang terlibat dan bersimpati ke Teater Flamboyant ketika itu memilih jalan ‘ekstrem’ meminjam uang ke Maraqdia Pattana Iyendeng, lalu semua ikut menanggung, pembayarannya dicicil ke Maraqdia. Nurdin Hamma pun memelopori sejumlah kaum tua yang hadir dalam pertemuan itu, diantaranya Majuddin Madjid, Kasim Papa Nawwir, Dahlan Tunggalang. Bang Alisjahbana menjadi penanggung jawab tentunya atas peminjaman itu.

Dalam kancah perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat, Nurdin Hamma pun secara total melibatkan diri. Tentu semua pihak memaklumi bahwa Dekalarasi Galung Lombok tahun 1999 adalah momentum awal pelibatan rakyat dalam gerakan perjuangan pembentukan Sulawesi Barat. Kami anak-anak Muda di Tinambung yang didaulat menjadi panitia Deklarasi Galung Lombok, langsung ok saja ketika mendapat tawaran. Tanpa berpikir panjang.

Satu-satunya orang yang setia membersamai kami ketika itu hanyalah Nurdin Hamma. Saat-saat menyiapkan perhelatan Galung Lombok, sebulan lebih kami berjibaku siang dan malam. Pak Nurdin Hamma selalu saja setia menemani kami begadang, tugasnya utamanya adalah menyuntikkan semangat, menjaga agar gelora juang tetap terjaga. Dengan cara apa Nurdin Hamma membangun semangat itu? Nurdin Hamma amat sangat rajin mengisahkan sejarah hidup tokoh-tokoh pergerakan nasional. Nurdin Hamma amat sangat fasih menceritakan itu, karena bacaan beliau. Hampir setiap kehadirannya, selama kami berinteraksi selalu ia membawa buku-buku baru.

Intinya melalui tulisan ini, saya mau menyatakan bahwa Nurdin Hamma, adalah pejuang Pembentukan Provonsi Sulawesi Barat yang padanya patut pula disematkan peniti emas, sebagaimana yang sudah dilakukan kepada para elit pejuang lainnya. Keberadaannya dalam gerakan perjuangan pembentukan Sulawesi Barat cukup memberi arti khususnya di konteks Deklarasi Galung Lombok. Pasca Sulawesi Barat terbentuk, Nurdin Hamma pun kemudian menggelorakan pembentukan Kabupaten Balanipa. Meski kemudian Kabupaten Balanipa belum terwujud.

Hari ini Tuhan telah memanggilnya, dan Pejuang itu pun pulang, mudik ke kampung halamannya, karena baginya dunia ini hanyalah persinggahan. Dan saya tidak akan menangisi kepulangannya, karena ia pulang begitu gembira menyambut panggilan-Nya.

Sebab kematian baginya, adalah hari raya kegembiraan. Sejak hidup di dunia, Nurdin Hamma telah mengantungi kunci surga begitu lama. Apa itu kunci surga? Kalimat syahadat. Selamat Jalan Pak, selamat bergembira di Surga.

Jumat, 12 Maret 2021, sehari sesudah peringatan Isra Mi’raj.

Lainnya

Jeneng, Jenang, dan Arti Sebuah Nama

Jeneng, Jenang, dan Arti Sebuah Nama

Menjadi bagian dari masyarakat Belanda, mau tidak mau saya harus belajar banyak tentang sosial budaya serta peraturan yang berlaku di negeri ini.

Ericka Irana
Ericka Irana