Saya Berhenti Maiyahan
Saya adalah salah satu produk dari qadla dan qadar Allah Swt. Entah bagaimana asal-usulnya tiba-tiba ada saya. Lahir dari kedua orang tua dan berasal dari nenek moyang. Allah Maha Pencipta dan Maha menentukan seluruh personalitas saya. Itu idiom dari Sabrang. Kemudian Allah memberikan panduan untuk langkah-langkah yang terkait dengan identitas saya, sejak di Menturo hingga keliling bumi dan terdampar di Kadipiro. Di rumah kehidupan saya ada tanah air, ada negara, ada sejarah, ada teknologi, ada kapitalisme, ada kekuasaan dan pembangunan. Ada bayang-bayang kebenaran. Ada kemunafikan, dari level pembiasan hingga penggelapan dan pemutarbalikan. Ada teknologi. Ada kebudayaan dan peradaban. Ada masa silam dan masa depan.
Saya selembar Wayang, didalangi oleh Maha Dalang, tetapi sampai batas tertentu diberi kedaulatan untuk menentukan langkah-langkah, sampai ke Pedalangan dan Pewayangan abadi. Fi jannatin tajri min tahtihal anharu kholidina fiha abada, atau kalau salah arah maka menjadi ashabul jahim. Yang keduanya saya sendiri mustahil mengetahui, merumuskannya, bahkan tidak pula sanggup membayangkannya.
Meskipun saya hanya sepipih wayang, saya diuji untuk membangun karakter, mewajahi diri, mengistiqamahi akhlaqul karimah, menelusuri hijrah demi hijrah. Allah Swt absolut berkuasa atas saya, namun Ia berbagi dengan mempersilakan saya mengambil keputusan-keputusan, sepanjang tidak melanggar pagar-pagarnya.
Tetapi di tengah perjalanan, muncul tuhan-tuhan kerdil, siluman-siluman konyol yang merebut dari kehidupan saya hak-hak Allah dan hak diri saya sendiri. Muncul tuhan-tuhan kecil di dunia maya, di gelombang kefanaan, di wilayah online, yang menerapkan qadla dan qadar atas diri saya seakan-akan mereka adalah Allah Swt. Mereka menentukan karakter wajah kepribadian saya. Mereka mentakdirkan saya tampil dan berbicara di suatu forum global tentang berbagai hal tanpa sepengetahuan saya. Apa yang saya obrolkan dengan sejumlah kecil teman, diumumkan ke forum umum. Apa yang saya ungkapkan khusus untuk Jamaah Maiyah, diekspos ke seluruh dunia.
Di media Dajjal mata satu abad 21 itu otoritas atas aplikasi dan sosialisasi hidup saya dicuri dan dikuasai oleh yang bukan diri saya. Bukan saya yang menentukan saya hadir di mana, bicara apa, kepada siapa, bagaimana batas-batasnya, tentang apa, tepat momentumnya atau tidak, merusak pergaulan masyarakat, atau menghancurkan wajah kepribadian saya sendiri. Itu dikendalikan oleh Lauhul Mahfudh palsu di Silicon Valley dengan Dajjal yang berkeliaran secara liar di muka bumi. Hasilnya, saya bukan lagi orang yang diciptakan Allah dan hamba yang memperhitungkan langkah-langkahnya berdasarkan perkenan terbatas dari Allah Swt. Saya menjadi saya yang lain yang diciptakan dan diwayangkan oleh Dalang-dalang hantu bekasakan itu.
Saya ditampilkan oleh Dalang-dalang Milenial menjadi wayang yang usil, yang bermulut nyinyir, mengomentari apa dan siapa saja. Seakan-akan saya adalah aktivis Media Sosial, meskipun ratusan kali saya menginformasikan bahwa sejak awal saya tidak punya akun apapun di aplikasi-aplikasi media sosial dan internet. Seumur hidup saya hanya berkomunikasi melalui Whatsapp terbatas dengan keluarga dan lingkaran Maiyah yang sangat terbatas. Tidak pernah satu kali pun saya bikin “status” atau kekonyolan apapun. Tetapi ada tayangan di Youtube seri panjang “Story WA Cak Nun”. Isinya saya mengkritik sana sini, sok tahu tentang segala hal, memberi nasihat kepada semua orang, meskipun sejak awal semua ungkapan saya terbatas “untuk anak cucuku Maiyah”. Dan sebagian cukup besar dari tuhan-tuhan penentu qadla qadar saya itu adalah anak cucu saya sendiri yang datang ke Maiyahan dan bikin video dari tempat duduknya di antara Jamaah Sinau Bareng.
Tuhan-tuhan kecil itu merusak wajah saya, menghancurkan muhasabah kehidupan saya. Melanggar strategi dan irama perjuangan saya. Menyebarkan penyakit-penyakit dengan malpraktek eksploitasi atas anugerah Allah kepada saya. Tuhan-tuhan kecil itu melecehkan otoritas Allah dan menghina hak hidup saya. Mereka secara terus-menerus melakukan kekejaman dan perusakan atas bangunan kesungguhan perjuangan saya.
Mereka tidak membayangkan, tidak menghitung, bahkan tidak mempedulikan akibat-akibat berantainya atas saya hari ini serta kebuntuan-kebuntuan di masa datang. Mereka tidak berkepentingan terhadap kerugian kehidupan dan perjuangan saya. Mereka hanya berkepentingan untuk menikmati hasil keuangan dari jualan barang curian dari saya itu, serta kepuasan melampiaskan ambisi dan pamrihnya. Dan mereka sanggup menikmati kekejamannya itu di tengah semua penduduk dunia disiksa oleh pandemi dengan multi-efeknya. Mereka sungguh-sungguh suatu jenis makhluk yang mampu “ya’kulu lahma akhihi”, tega hati memakan bangkai saudaranya sendiri. Bahkan saudara dan Simbah-nya sendiri.
Bu Chalimah dan Ayah Muhammad sejak saya balita menuntun dan melatih jurus-jurus persilatan jihad fi sabilillah dengan jiwa rahmatan lil’alamin. Kemudian Allah mentanazzulkan Maiyah untuk merevisi peradaban dunia. Untuk melahirkan kembali Indonesia. Untuk kasih sayang kemanusiaan yang inklusif dan universal. Untuk ‘azizun ‘alaihi ma ‘anittum segala penderitaan wong cilik. Dan kita menjalaninya dengan ekstra stamina, ekstra ketabahan dan kesabaran, ekstra thariqat dan waktu.
Maiyah menadahi ayat-ayat dari langit dan menggali kandungan emas permata dari tambang-tambang ayat-ayat Allah di bumi, Allah melindungi dengan keajaiban kedaulatan dan keamanan dari Iblis Dajjal Negara dan kekuasaan lebih setengah abad. Tetapi semua itu diperlakukan oleh tuhan-tuhan kecil online untuk barang dagangan eceran, untuk memenuhi ambisi-ambisi konyol dan hampa di Youtube yang penuh mudlarat bagi kepribadian dan rohani manusia.
Saya juga tidak merasakan bahwa hamparan anak-anak cucu-cucuku yang lain merasakan apa yang saya rasakan. Dulu ketika saya didemo di Makassar, buku-buku dan gambar saya dibakar, teman-teman mengirim SMS atau telepon menyatakan bahwa mereka tidak terlibat. Mereka menyelematkan diri mereka di hadapan saya, dan tidak ikut “menyelematkan” keadaan atau membela saya yang dinista di medan perang. Tahun 1978-79 Musik Dinasti pentas di Lamongan Bersama Gombloh dan dikacau diteriak-teriaki oleh sejumlah penonton, sehingga Gombloh menyerah. Saya naik panggung, setiap kali ada teriakan, saya konfirmasikan kepada semua penonton yang lain. Kalau mereka setuju pada muatannya atau teriakan itu sendiri, saya persilakan para pengacau meneruskannya. Tetapi kalau mereka tidak setuju atau ikut merasa gerah, saya persilakan bertindak kepada para pengacau. Akhirnya para teroris itu terdiam seribu bahasa.
Sekarang terhadap ulah tuhan-tuhan kecil di media online itu saya tidak merasakan concern atau ‘azizun alaihi ma ‘anittum apa-apa yang berasal dari Jamaah Maiyah sendiri. Tidak pembelaan, tidak juga empati. Ikut merasa disakiti. Oleh karena itu saya menentukan hari dan tanggal ketika saya akan mematuhi firman Allah:
أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُ ٱللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمۡ فَأَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ وَعِظۡهُمۡ
وَقُل لَّهُمۡ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ قَوۡلَۢا بَلِيغٗا
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.
Saya dulu nyantri di Pondok Modern Gontor yang dahsyat kemudian terpotong di tengah jalan. Saya Ketua OSIS di SMA Yogya dan berhenti dengan merobek-robek buku catatan Ketua Umum. Saya Ketua Bidang Kebudayaan ICMi dan berhenti mendadak karena BJ Habibie mengingkari janjinya menolong korban Kedungombo. Saya Ketua Forum Asia untuk Pembangunan Kebudayaan dan tidak sehari pun saya mengurusinya, Saya merintis tayangan “Gardu” dan “Cermin” di televisi nasional dan stop mendadak pada suatu hari, Saya penulis elit koran-koran dan majalah-majalah nasional, pada tahun 1998 saya berhenti mendadak dari semua aktivitas tulis-menulis yang menafkahi keluarga saya. Saya bisa menjadi Presiden dengan di-Mursyid-kan oleh Pak Harto, menguasai Pasukan-pasukan Islam, sekaligus disandari oleh Hankam, TNI dan BIN termasuk akses terhadap pemboman-pemboman, tetapi saya cuek, meremehkan semua itu dan pulang ke Kelapa Gading diantarkan oleh Pak Djumali sopirnya Bu Novia, untuk merintis Gerakan Shalawat. Meneruskan perjuangan Lautan Jilbab, Sastra Yang Membebaskan hingga fenomenologi KiaiKanjeng.
Kemudian diperjalankan oleh Allah mentradisikan Sinau Bareng Maiyahan dengan ribuan orang 6-8 jam hingga dinihari, yang tak seorang Nabi atau Rasul pun pernah melakukan hal sampai segitunya. Serta sangat banyak lagi fadhilah-fadhilah yang Allah Swt menganugerahkan, yang kemudian dirusak oleh tuhan-tuhan kecil di Era Milenial. Maka Allah memerintahkan “berpalinglah kamu dari mereka”. Saya berhenti Maiyahan. Saya akan tinggalkan Jamaah Maiyah. Kecuali atas dasar alasan dan latar belakang yang sangat khusus, juga berlandaskan sisa kemurahan hati yang juga saya khususkan, maka saya tidak membersamai Jamaah Maiyah Sinau Bareng. Tidak di induk-induknya. Tidak di Simpul-simpulnya. Tidak undangan-undangan atau permintaan-permintaan sebagaimana sudah berlangsung 4.500-an kali selama ini sendirian atau bersama KiaiKanjeng.
Kalau perjalanan Panjang “Al-Mutahabbina Fillah” Jamaah Maiyah malah menghasilkan manusia-manusia uget-uget, kepribadian gathul dan mental kawul kobong seperti ini, maka saya pasti tidak akan membubarkan Maiyah, tetapi untuk apa saya tidak pamit darinya. Saya sedang berbenah-benah menuju suatu hari di mana saya akan meninggalkan semua itu. Sedang saya susun secara berirama ketetapan dan ketepatan regulasinya.
Yang pasti, semua perilaku tuhan-tuhan kerdil itu menjadi landasan pertimbangan saya pada hari-hari berikut dalam melayani, menanggapi, merespons atau memenuhi apa saja yang terkit dengan perjuangan masyarakat yang sudah saya jalani lebih setengah abad. Mereka meremehkan kemurahan-kemurahan (ilmu, waktu, energi, pengorbanan “karier”) yang melimpah yang saya persembahkan dan korbankan selama berpuluh-puluh tahun.
Sangat terang benderang dan bertubi-tubi Allah Swt memfirmankan:
مَّن يُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدۡ أَطَاعَ ٱللَّهَۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ عَلَيۡهِمۡ حَفِيظٗا
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”
إِنَّ ٱلَّذِينَ لَا يَرۡجُونَ لِقَآءَنَا وَرَضُواْ بِٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَٱطۡمَأَنُّواْ بِهَا
وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنۡ ءَايَٰتِنَا غَٰفِلُونَ
أُوْلَٰٓئِكَ مَأۡوَىٰهُمُ ٱلنَّارُ بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan dan tidak percaya akan pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. Mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan.
Do’a mereka di dalamnya ialah: “Subhanakallahumma”, dan salam penghormatan mereka ialah: “Salam”. Dan penutup doa mereka ialah: “Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin”.