Rute dan Irama Berkah
Balasan Allah atas perbuatan baik atau buruk, pasti terjadi di akhirat, meskipun selama di dunia Allah belum memutlakkannya. Itu yang menyebabkan banyak manusia berani berbuat munkar dan dhalim. Karena balasan di dunia bersifat relatif secara waktu.
Tetapi saya selalu memenuhi hidup dengan rasa syukur dan sangka baik kepada kemurahan Allah. Apa yang kutanam di Menturo, Allah kasih panèn di Gontor. Apa yang kuthariqati di Gontor, dianugerahkan buahnya oleh Allah di Yogya. Demikian juga periode-periode selama di Yogya. Keterkucilan puluhan tahun di Yogya, membuat titipan benih dari Allah panèn lebih banyak dan meluas skalanya.
Allah men-tanazzul-kan hidayah-Nya menjadi hampir 100 buku lewat jari-jari tangan saya. Buku-buku yang diterbitkan di era 1970-80-an diterbitkan ulang 20-30 tahun kemudian. Tidak pernah berhenti berijtihad, berkarya, mentransformasikan hidayah Allah menjadi berbagai bentuk dan bidang “rahmatan lil’alamin” sampai hari ini. Penganiayaan, pembiasan, dengki iri dan kecurangan yang saya alami sampai-sampai membuatku menyebut hidupku adalah “Jalan Sunyi”.
Maiyah adalah hari raya sesudah puasa puluhan tahun. Maiyah sangat penuh kegembiraan dan kebahagiaan, seolah-olah Allah membayar tunai “Jalan Sunyi”, meskipun tetap saja wajib saya menempuh jalan sunyi pada kedalaman tertentu.
Maiyah adalah hari raya, sekaligus Maiyah adalah perjalanan puasa untuk spektrum nilai yang lebih luas dan substansi yang lebih hakiki. Bersama anak-anakku Maiyah kita menempuhnya dengan tatag, mempertahankan taqwa dan tawakkal, merawatnya dengan lelaku sabar dan shalat. Menikmatinya dalam dialektika cinta, komprehensi kasih dan multi-task rasa sayang.
Maka anak-anakku Maiyah tidak menjadi bingung atau putus asa menjumpai bahwa selama di dunia, tugasnya adalah perjuangan. Dan Allah merawat daya juang itu dengan menghadirkan kebahagiaan dan kegembiraan di tengah perjuangan. Tetapi pasti anak-anakku Maiyah tidak lagi bisa dicemaskan dan dibikin bingung oleh ketidakpastian dunia menuju kepastian akhirat.
Di dunia ini ada orang yang berkelakuan baik tapi ditimpa sakit keras atau mobilnya kecelakaan sekeluarga. Ada orang yang jahat dan lalim tapi keadaannya baik-baik saja sampai usianya hampir 100 tahun. Tetapi itu bukan rekomendasi bahwa tidak apa-apa kita berbuat buruk dan jahat di dunia. Sebab kemungkinan balasan kontan di dunia juga bukan tidak ada.
Sepakbola baru jelas skornya setelah 90 menit. Kehidupan di dunia baru jelas skornya sesudah tiba Hari Kiamat. Tetapi kalau kita ditanya, karena akibat perbuatan buruk maupun baik sama-sama bisa menghasilkan celaka, kau pasti tetap memilih berbuat baik. Karena ada faktor lain, misalnya keindahan berbuat baik.
Andaikan musuh utamamu adalah Iblis dan Setan, jangan pula berbuat bodoh dengan mengancam mereka untuk kau bunuh. Setan dan Iblis tidak bisa kau bunuh. Mereka sudah kontrak dengan Tuhan sampai Hari Kiamat. Dan sesakti apapun kau sebagai manusia, tak bisa kau bunuh Iblis dan Setan.
Manusia mutlak tidak berdaya, meskipun 100% waktunya ia gunakan untuk mengabdi total kepada Allah: tidak bisa dipastikan bahwa ia sejahtera dan bahagia di dunia. Tetapi pasti sejahtera dan bahagia di akhirat. Maka seluruh masalah yang menimpa manusia, sakit, kecelakaan, sakit keras, bencana alam, kehancuran kehidupan atau apapun saja, dalam skala kecil atau besar – jawaban Allah cukup satu kata: Iman, Islam, Ihsan, Taqwa dan Tawakkal, yang kau aktivasikan secara teknis dengan sabar dan shalat terus-menerus.
Akan tetapi kelemahan dan ketidakberdayaan kita itu juga tidak lantas melunturkan iman kita, menggusur ilmu dan pengetahuan kita, atau mencederai penglihatan haqqulyaqin ‘ilmulyaqin dan ‘ainulyaqin dalam penelitian dan perjuangan hidup kita bahwa:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.”
Di banyak forum Maiyahan sering dikemukakan bahwa yang paling mendasar bagi para pelaku Maiyah dalam menyelenggarakan lelaku atau “manajemen kehidupan” mereka adalah dengan menentukan, memahami, mengerti, dan memastikan “aqdamiyah” atau “afdhaliyah” masing-masing.
Di kalangan orang modern terpelajar itu namanya skala prioritas. Dalam hal apapun setiap orang harus memilih, menetapkan dan menjalani disiplin tentang apa yang penting dan yang tidak penting. Yang primer dan yang sekunder. Yang utama dan yang biasa. Yang diutamakan, didahulukan, dan yang urutan berikutnya. Islam memberikan wacana yang lebih akademis dan lengkap: apa yang wajib, yang sunnah, yang mubah, makruh dan haram. Hanya Islam yang paling matang merangkum seluruh kemungkinan dalam kehidupan.
Seluruh dunia yang sudah sangat modern peradabannya, belum menemukan ketegasan ilmiah tentang Matrix-5 sebelum atau sebagaimana Islam menyediakannya sejak 15 abad silam. Maka outputnya sangat silang-sengkarut dalam hubungan antara manusia, antara masyarakat, antara bangsa dan negara. Apalagi Islam bukan hanya disingkirkan, disembunyikan kebenarannya, lebih dari itu bahkan dimusuhi, dengan segala cara. Negara kita sendiri secara de jure seakan-akan mengakomodasi Islam dengan penduduknya yang memang mayoritas beragama Islam, sebenarnya secara de facto sangat banyak contoh bahwa Indonesia modern ini sangat memusuhi Islam. Terutama di wilayah nilai-nilai yang esensial, substansial, dan fundamental. Langkah-langkah Pemerintahnya, para elitnya, kelas menengahnya, sadar atau tidak sadar sangat banyak memusuhi kandungan-kandungan Islam.
Sampai kadar dan kualitas tertentu, perikehidupan bernegara di Indonesia tidak steril atau bebas dari narasi ayat Allah Swt ini:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ
مِنۢ بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ
أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua mahluk yang dapat melaknati.”
Kita tidak punya argumentasi untuk membantah bahwa banyak kesulitan yang dialami oleh Indonesia dalam kehidupan nasionalnya, sampai batas dan kadar tertentu memang terkena akibat atau balasan atau laknat sebagaimana yang dikandung oleh firman ini. Kita tidak bisa bilang “tidak”, meskipun yang sanggup bilang “ya” dan “yang mana kasusnya” hanya Allah sendiri.
Meskipun demikian saya sering gagal membangun optimisme bahwa “mereka akan kembali ke jalan yang benar”. Kecuali Allah menumpahkan hujan deras hidayah ke Bumi dan menyirami semua ummat manusia.
فَمَا جَزَآءُ مَن يَفۡعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ إِلَّا خِزۡيٞ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ
وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلۡعَذَابِۗ
وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ
“Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”
Di ayat ini ada peluang bahwa orang yang menindasmu atau menganiayamu ditimpa kenistaan di dunia. Tetapi itu terjadi atau tidak, Allah yang mutlak berhak menentukan. Karena Allah Maha Panguasa Hujjah atas apapun saja.
Oleh karena itu lebih kita tata mindset kita adalah bahwa Allah Yang Maha Kuasa menentukan bahwa kelak di akhiratlah babak final bahagia sengsara kalah-menangmu dan aku , jaya hancurmu dan aku.
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَابَّةٍ
وَلَٰكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ
لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ada yang tersisa di muka bumi satupun dari makhluk yang melata. Tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Tetapi apabila telah tiba waktunya yang ditentukan bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mendahulukannya”.
Lho tetapi kan ummat manusia sudah menyusun sistem perlindungan bersama. Manusia mendirikan Negara dan memilih Pemerintah. Apakah itu semua tidak menyiapkan perlindungan bagi warganya?
Para cerdik pandai yang bikin Negara modern sendiri yang merumuskan “power tend to corrupt”. Itu tidak hanya berarti kosupsi uang. Tend to corrupt juga bisa berarti ketidakadilan sikap politik, kecurangan terhadap fakta sosial, atau ketidakjujuran nilai dan sikap.
Kau tahu, Pemerintah hanya melindungi mereka yang pro mereka. Yang sejalan dengan politik mereka. Yang tidak menentang mereka.