CakNun.com

Renungan dan Doa Mengiringi Berpulangnya Al-Maghfurlah KH Ahmad Muzammil

Nanda Avalist
Waktu baca ± 3 menit
Mocopat Syafaat, 17 Juli 2018.
Foto: Adin (Dok. Progress).

Muqaddimah

Sebagai mustami’in dalam periferi tepi Jamaah Maiyah, kami mencoba mereka suatu kesimpulan semantara yang sederhana, bahwa kita hidup di zaman aksara dan kata-kata. Sebagian aksara, jika dirangkai dapat menjadi kalimat yang menjadi sebab turunnya Rahmat, dan sebagian lain menjadi kebalikannya.

Rangkaian aksara melahirkan kata-kata, dan kata-kata tersusun menjadi pemahaman, dan interaksi antar pemahaman adalah inti dari keseharian kehidupan manusia. Terkadang bersesuaian, tak jarang pula berbenturan.

Mafahim (aliran paham-paham) dengan Malahim (peperangan-peperangan) hanya beda antara huruf Fa’ dan Lam’, namun kaitan antara keduanya tidak sesederhana aspek harfiyah semata.

Huruf tentu belum punya makna. Lamat-lamat terngiang suara wibawa para kiai dan ajengan sepuh kita tatkala menyitir bab muqaddimah dalam kitab karangan Syekh Ash-Shonhaji, Matan Al-Jurumiyah, di mana makna baru bisa ditangkap manusia di tingkatan ketika huruf tadi dirangkai menjadi jumlah.

Dalam rumpun Bahasa Melayu, konsep jumlah dalam Bahasa Arab diterjemahkan menjadi kalimat. Meskipun sejatinya “kalimat” dalam Bahasa Arab sebenarnya berarti kosakata. Tapi tak mengapalah, mudah-mudahan ini termasuk dosa yang masih bisa diharapkan untuk beroleh ampunan dari Gusti Allah Yang Maha Pengampun.

Di antara permutasi jumlah yang bisa dirangkai dari huruf fa’ dan lam adalah suatu jumlah yang sangat masyhur, setidaknya di (sebagian besar) Ummat Islam, yakni Fa’lam…

Mengapa Fa’lam ini masyhur? Karena jumlah ini adalah Fi’il Amr yang boleh jadi merupakan Sayyid dari seluruh Fi’il Amr, karena diucapkan oleh Sayyidul Khalqi, Asyrafil Anbiyaa’, Gusti Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Aalihi wa Sallam, terkait perintah penggunaan akal dan ilmu untuk memahami Sayyidul Kalami, “Annahu Laa ilaaha Illallah…”.

Afdhaludz Dzikri Fa’lam Annahu Laa ilaaha Illallah.

Tahlil, Ma’iyah, Mbah Nun, dan Al-Maghfurlah Pak Yai Ahmad Muzammil Allah Yarham

Penulis memperoleh barokah menyimak kanzul hikam dari mengikuti dengan ta’dhim dari jauh dan dari dahulu, Majelis Maiyah, di mana untaian mutiara hikmah terus bercucuran, bagaikan butir-butir embun dan gemericik mata air artesis yang segar, yang menawarkan kesejukan penawar bagi lautan air mata kesedihan dari insan insan generasi akhir Bani Adam di penghujung zaman, yang lelah terombang-ambing deraan demi deraan gelombang derita, lelah, letih, terhempas, dan nestapa.

Duet Mbah Nun dan Pak Yai Muzammil adalah duet yang menghidupkan hati. Ibaratnya, kalau kita membaca sinergi beliau dalam majelis mubarokah yang bernama Maiyah, maka keduanya dapat dibaca secara Fa’lam Annahu Laa ilaaha illallah.

Majelis Maiyah adalah laksana pengejawantahan perintah Fa’lam, berupa seruan kudus yang ditujukan kepada segenap transient being, lintas segala sekat, berisi perintah untuk menyiagakan akal dan kapasitas keilmuan masing-masing untuk digiring ke suatu “padang kognita”, untuk dihimpun, bahu berhimpit bahu, menengadah ke atas sekaligus menunduk ke relung hati masing-masing, di hadapan hadhirnya ilmu tertua, fakta tertinggi, sekaligus rahasia terdalam.

Tentang Annahu Laa ilaaha illallah. Dan segenap konsekuensi yang timbul dari pengetahuan itu.

Mbah Nun berseru dan mengajak “Fa’lam”, jamaah Maiyah berdengung “Annahu…”, dan Pak Yai Muzammil melengkapinya dengan kalimat pamungkas “Laa ilaaha illallah”.

Mutiara hikmah dari paduan dzikrullah itulah yang Penulis terus-menerus berusaha timba dari Majelis Maiyah sebagai mustami’in sejak beberapa waktu lalu.

Pada suatu hari di penghujung Ramadhan 1442 H lalu, seorang sohib menyampaikan bahwa Pak Yai Muzammil niku asli Arosbaya, Bangkalan, Madura.

Seketika kami sebagai blasteran half-Arosbayan (the other half is Sumenep) memberanikan diri sowan secara digital kepada beliau. Memang cangkolang (kurang sopan, Bhs. Madura) karena semestinya secara adab, sowan Kiai injih sae-nipun hadhir wonten dhalem-nipun beliau. Tapi apa daya terhalang jarak dari seberang segara kidul dan terlebih lagi dalam masa Pandemi. Alhamdulillah beliau Allah Yarham kersa dan berkenan, dan silaturahmi telah terjalin dengan harapan barokah terhubung silaturahmi dengan seorang ‘alim yang sholeh.

Sampai tibalah pagi ini (15 Syawal 1442 Hijriyah/bertepatan 27 Mei 2021 Miladiyah), telah sampai warta sungkawa atas wafatnya Pak Yai Ahmad Muzammil, berpulang kepada Gusti Allah Ingkang Kinasih, dengan kalimat pamungkas “Laa ilaaha Illallah…”, menutup bilangan ikhtiar dan rapalan “Fa’lam Annahu…” semasa beliau mendermakan segenap waktu dan tenaga di Majelis Maiyah yang mubarokah ini.

Bagi kita, tak lain adalah mengenang beliau, menjunjung nama beliau dengan melanjutkan dharma bakti beliau untuk Ummat dan Kemanusiaan, yang pahalanya kita mohonkan terus mengalir kepada beliau…

Dengan linangan air mata, kami kirimkan pesan teks ke nomor kontak beliau, berisi pesan:

Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barokatuh, ta’langkong saporahepon abdhinah mereng berita duka derih kancah abdhinah, mengenai wafat-epon Pak Yai Ahmad Muzammil hari ka’dhinto.

Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’uun, abdhinah ngatoraghih ta’ziyah teriring panyo’onan ka’ator Gusteh Pengeran Tabaraka wa Ta’ala, kalaben tawassul bis sholawatun Nabiy, wal hadhiyatul Fatihah ka’ator Almaghfurlah, malar mogheh Allah Yarham epasteh Bil Jannah Firdausy bi Rofiqil A’la, wa munawwar maqbarohu ila Yaumil Qiyamah, wa yub’atsu minal Awliyaa’ wasSyuhadaa’ was Sholihiin Insya Allah Aamiin Yaa Rabb.

Salam ta’dhim abdhinah ssekalowarg, bit-tahiyyah wat-ta’dhimah ka’dhinto.

Kami mafhum, teks itu tidak sampai kepada handset yang selama ini terhubung dalam jaringan Whatsapp. Tapi kami memang tidak bermaksud mengirim Whatsap kepada handset ponsel, karena itu hanya alat. Yang kami kirimi adalah Dzat Yang Tidak Pernah Tertidur, Dzat yang Kekal, Abadi, dan Tidak Mengenal Lupa.

Semoga Gusti Allah Tabaraka wa Ta’ala mengumpulkan Al Maghfurlah Pak Yai Ahmad Muzammil, dengan Sayyidul Muzammil, yang Ismuhu Ahmad fiddunyaa wal aakhirah. Aamiin Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.

Wallahul Muwaafiq ilaa Aqwwaamit-Thaariq

Lainnya