CakNun.com
Kebon (120 dari 241)

Puja Puji Indonesiaku

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 4 menit
Foto: Adin (Dok. Progress)

Sikap dan perbuatan yang terbaik, mulia, dan selamat adalah bersyukur kepada Allah yang sedemikian bermurah hati memberi rahmat luar biasa kepada kita semua berupa Republik Indonesia yang dahsyat dan cemerlang. Maka sikap yang paling mulia dan selamat, juga adalah memuji Indonesia. Maka mulai nomor tulisan ini aku mengajak semua anak cucuku Jamaah Maiyah untuk lebih kreatif, cerdas dan jeli, serta punya lipatan-lipatan berpikir yang jernih bagaikan air Telaga Haudl, untuk menggali dan menemukan hal-hal tentang Indonesia yang wajib kita syukuri.

Di antara semua makhluk Allah, yang diistimewakan dan merupakan masterpiece (ahsanu taqwim) adalah manusia. Maka di antara seluruh wilayah-wilayah di muka bumi, ahsanu taqwim-nya, masterpiece-nya adalah Indonesia. Tanah airnya yang kaya raya, manusia dan bangsa penghuninya yang ndemenakké. Yang sangat disukai oleh semua makhluk lainnya.

Bangsa yang lembut perilakunya dan indah tata budayanya. Yang tangguh mentalnya. Yang generasi mudanya pandai-pandai dan cemerlang. Yang kaum tuanya penuh kebijaksanaan dan pengayoman. Yang Negaranya merupakan satu-satunya di dunia yang terang-terangan, eksplisit, dan konstitusional menyatakan menyembah dan menomorsatukan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Bangsa yang andhap asor, yang penuh rasa tawadlu’ dan kerendahan hati, sehingga selalu bersopan santun meletakkan dirinya di bawah bangsa-bangsa lain. Tidak menyukai kesombongan dan tidak mengunggul-unggulkan dirinya di depan bangsa-bangsa lain di muka bumi.

Allah menganugerahi Indonesia pemimpin besar yang oleh Nahdlatul Ulama melalui konferensi Alim Ulama se-Indonesia bertempat di Cipanas, Cianjur pada 2-7 Maret 1954, digelari Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi As-Syaukah. Insyaallah sekarang kita menantikan NU mengangkat dan meneguhkan kembali gelar itu untuk pemimpin yang sekarang. Seluruh bangsa Indonesia dan masyarakat dunia perlu mengerti siapa pemimpin Indonesia saat ini. Aku bersangka baik dan optimis bahwa semua pemimpin Indonesia adalah keturunan orang-orang besar di masa lalu, bahkan tidak tertutup kemungkinan mereka adalah dzurriyah Nabi dan Rasul.

Dari Soekarno hingga Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan yang sekarang, kekasih Allah yang disembunyikan di balik bungkus jabatan Presiden. Insyallah seorang Wali Mastur alias Satria Piningit yang sepanjang sejarah belum pernah ada pemimpin yang disanjung dan dibela melebihi beliau.

Sebagaimana kita semua sangat menghormati dan menjunjung keturunan Nabi Muhammad saw, para Habib, Sayyid maupun Syarif, kita juga bersangka baik bahwa para Presiden kita juga keturunan wong-wong agung lan suci di jaman dahulu. Dari Pak Harto ke HB-VIII hingga Mataram, Demak dan Majapahit. Dari pemimpin hari ini ke Bung Karno ke Kraton Pakubuwanan Solo hingga Sultan Agung Hanyakrakusuma yang juga bergaris dari para Wali Songo hingga Rasulullah Saw.

Allah sendiri adalah As-Syakir dan As-Syakur. Maha Bersyukur atas segala kebaikan manusia. Terutama manusia Indonesia, yang terbaik di antara bangsa-bangsa lain di dunia. Malu kalau kita tidak menjadikan perilaku syukur sebagai aktivitas utama hidup kita. Kita adalah bangsa yang paling religius sedunia. Tidak ragu ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, di tengah cara berpikir ateistik dan krisis eskatologi di dunia.

وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.”

Apalagi kita sedang disiksa oleh tha’un, wabah dunia Covid-19.

قُلۡ مَن يُنَجِّيكُم مِّن ظُلُمَٰتِ ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ تَدۡعُونَهُۥ تَضَرُّعٗا
وَخُفۡيَةٗ لَّئِنۡ أَنجَىٰنَا مِنۡ هَٰذِهِۦ لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّٰكِرِينَ

Katakanlah: Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut dengan mengatakan: “Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari bencana ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur”.

Sebagaimana terbukti kepemimpinan Bung Karno sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia, berlangsung lestari sampai saat ini dengan kepemimpinan Ibu Megawati meskipun dengan posisi “syakliyah” atau “rasmiyah” atau “shuriyah” atau teknis formal yang berbeda. Dan “uswatun hasanah” atau keteladanan yang baik itu diteruskan oleh Kepala Pemerintahan yang sekarang, dengan putra dan menantunya memimpin wilayah lokal, yang kelak akan bereskalasi menuju kepemimpinan regional dan puncaknya nanti kepemimpinan nasional.

Nasab atau dzurriyah itu penting. Maka kalau engkau seorang pemimpin, anak-anakmu juga harus kau didik sejak kecil dan muda untuk meneruskan kepemimpinanmu. Apalagi Allah pasti mengganjar perbuatan baik manusia berlipat-lipat, bahkan bisa sampai 700 kali lipat.

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ
فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.”

Semua kehebatan para pemimpin Indonesia selama ini adalah ganjaran Allah kepada penderitaan panjang yang dialami oleh bangsamya semasa kolonialisme yang menindas mereka selama ratusan tahun.

وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ
وَنَجۡعَلَهُمۡ أَئِمَّةٗ وَنَجۡعَلَهُمُ ٱلۡوَٰرِثِينَ

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di tanah itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi tanah air.”

Kemerdekaan Indonesia dulu dipilari oleh semangat juang para Hizbullah serta Mujahidin Anshorullah yang memenuhi angkasa Nusantara dengan gema teriakan “Allahu Akbar”. Maka Tuhan Yang Maha Esa memberi bangsa ini anugerah:

وَجَعَلۡنَٰهُمۡ أَئِمَّةٗ يَهۡدُونَ بِأَمۡرِنَا وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡهِمۡ فِعۡلَ ٱلۡخَيۡرَٰتِ
وَإِقَامَ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءَ ٱلزَّكَوٰةِۖ وَكَانُواْ لَنَا عَٰبِدِينَ

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.”

Lainnya

Warga Dungu, Hina, Tak Berdaya

Warga Dungu, Hina, Tak Berdaya

Kalau ada yang ingin tahu siapa itu warganegara yang paling dungu, paling hina dan paling tak berdaya, ketahuilah bahwa akulah itu orangnya.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version