Plonga-plongo Dunia Akhirat
Ada manusia yang tersungkur hidupnya oleh kehancuran dan keterpurukan. Karena salah pilih siapa yang ditauhidinya dan apa yang diprimerkan selama hidupnya. Karena pemihakan politiknya, tingkah laku bisnis perekonomiannya, pilihan ekspresi dan formula budayanya.
Kemudian mati dalam posisi tersungkur dan bangkrut di dunia maupun akhirat. Mati maghdlub atau mati dholliin.
وَٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بَِٔايَٰتِنَا وَلِقَآءِ ٱلۡأٓخِرَةِ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡۚ
هَلۡ يُجۡزَوۡنَ إِلَّا مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Orang-orang yang membangun dunia sambil menyisihkan dimensi akhirat. Orang-orang yang mungkin jaya dan merajalela di dunia namun tidak menghitungkan perspektif atau rentang dunia sebagai bagian awal dari kehidupan yang berujung akhirat. Orang-orang yang merasa hebat, sukses dalam kariernya tetapi akan ngaplo di akhirat. Lebih menyedihkan lagi manusia yang pah-poh di dunia dan lah-loh di akhirat. Terlebih lagi yang plonga-plongo dunia akhirat.
Tetapi ada manusia yang tersungkur di hadapan kaki agung kekuasaan Allah karena kesungguhan sujudnya, karena husnul khatimah proses hirupnya. Yang diambil nyawanya dalam kesadaran bahwa posisi hakiki setiap makhluk, apalagi hamba, adalah tersungkur di depan kaki agung Allah Swt.
وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.”
Saya sebut tiga saja kakak generasi dan sesepuh yang saya diperkenankan Allah menemani beliau-beliau di tahun-tahun terakhir sebelum Allah memanggil. Mas Darmanto Yatman, sastrawan dan sosiolog yang mengalami stroke pada tahun-tahun terakhir hidupnya. Saya mengunjungi beliau berkali-kali bahkan pernah mengajak beliau mendatangi Maiyahan di Semarang bersama KiaiKanjeng.
Mas Dar sangat lemah motoriknya. Susah bicara dan berekspresi. Yang tersisa di dalam ingatan batin beliau adalah yang indah-indah, yang baik-baik dan mulia-mulia. Itu adalah suatu jenis husnul khatimah. Saya memeluk beliau dan menangis bersama.
Saya dan Bu Novia sangat dekat dengan penyair dramawan besar Wahyu Sulaiman Rendra di tahun-tahun terakhir hidup beliau. Mas Willy memproses secara sadar dimensi-dimensi husnul khatimah hidupnya. Saya mengenal keadaan keluarganya dan mengerti penderitaan hatinya, karena saya menemani beliau sejak 1973 di Yogya. Saya menemaninya ke berbagai tempat dan ke banyak acara-acara. Saya mempersaksikan momentum beliau bersyahadat. Di Mocopat Syafaat beliau mengemukakan, “Saya tidak pernah pindah agama. Saya masuk Islam karena proses nilai dan pengalaman hidup yang sangat saya sadari. Sebelum itu saya tidak pernah memilih agama apapun. Waktu kecil saya dibaptis, tetapi saya tidak pernah membaptis diri saya sendiri”.
Pada suatu siang di Kadipiro, Rendra menangis mengguguk-guguk di pangkuan saya, disaksikan oleh Joko Kamto dan Nevi Budianto KiaiKanjeng. Sesudah bertanya kepada saya dan saya jawab dengan menjelaskan hal “nyawiji” yang bahasa Arabnya adalah “tauhid”. Dalam tangisnya Rendra berkata terisak-isak: “Kalau tidak ada kamu Nun, siapa yang mengantarkan saya memasuki keindahan itu”. Beberapa saat kemudian Bu Novia berkata kepada Rendra: “Mas, kapan saja Mas Willy punya hajat atau keinginan ke Yogya, tolong saya di-SMS. Insyallah langsung akan saya kirim tiket pesawat dan persiapkan Hotel di Yogya, lengkap dengan mobil dan sopirnya”.
Beliau sakit parah dan saya temani di sebuah Rumah Sakit besar terkenal di Jakarta. Pada suatu sore saya melihat Rendra dihiasi dengan banyak selang-selang yang menutupi wajah dan tubuhnya. Saya merasakan “perasaan tersungkur” beliau. Rendra adalah “Burung Merak”. Integritas kepribadiannya, kebesaran karier dan karya-karyanya, serasa hancur lebur oleh silang-silang selang-selang itu. Saya bukan tidak percaya kepada tim dokter yang menanganinya, tetapi saya melakukan rekonfirmasi dan peneguhan kepada para dokter bahwa memang beliau harus diselang-selang sampai sebegitu banyak dan menyiksa. Saya setengah teriak-teriak membacakan sejumlah ayat Allah, rapalan-rapalan dan wirid-wirid, untuk memohon kepada Tuhan tabayyun atas keadaan Randra.
Kemudian kami memindahkan beliau ke Rumah Sakit di Kelapa Gading dan saya bersama Bu Novia serta Andre Sis penggiat “Kenduri Cinta” untuk giliran menemaninya. Salah satu yang Rendra bisikkan kepada saya adalah bahwa kalau Allah memperkenankan ia sembuh dan pulih kembali, ia meminta kepada saya untuk mengupayakan beli mobil Kijang Innova.
Saya sangat terpukul. Rendra, orang besar dan seberjasa itu kepada kebudayaan Indonesia, bercita-cita sekadar mobil Kijang Innova, dan ternyata tidak terpenuhi sampai akhir hayat beliau. Tatkala Mbah Surip meninggal dan akan dimakamkan di komplek Bengkel Teater Rendra di Depok Jakarta Selatan, Rendra sudah boleh pulang dari Rumah Sakit dan kami baringkan di rumah putrinya, Clara Shinta. Siaran semua televisi sangat ribut dan riuh rendah menayangkan “live” langsung proses pemakaman Mbah Surip. Ribuan orang berdatangan.
Dan tak ada satu penyiar teve manapun yang menginformasikan bahwa Rendra, yang tuan rumah komplek pemakaman itu sedang terbaring sakit. Bahkan tidak ada satu wartawan pun yang menanyakan apakah ada Rendra di keramaian Depok itu. Lebih dari itu, Presiden SBY resmi memberi ucapan belasungkawa kepada meninggalnya Mbah Surip, beberapa waktu kemudian Sang Presiden yang ganteng gagah itu tidak mengucapkan apa-apa atas meninggalnya Rendra. Sungguh setiap Presiden Indonesia selalu adalah satu dari sekian keajaiban dunia.
Ada banyak ragam pendapat, penilaian dan kesan berbagai kalangan masyarakat tentang Rendra. Ada yang akurat dan tepat. Ada yang melenceng, membias dan ngawur. Tetapi semua itu sudah masuk ke dalam ruang ghaib pengetahuan Allah, dan memang hanya Allah yang memiliki presisi untuk mengetahui dan menilai siapa dan bagaimana Rendra.
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِۖ هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Allah yang ‘Alimul ghaib dan mempersaksikan Rendra. Seluruh isi dunia ini tidak menjadi masalah apapun bagi Rendra. Sebab ia sudah berada di ruang keadilan yang sejati. Di ruang kejernihan, kemurnian, dan kesucian. Bahkan dilindungi di bawah payung Ar-Rahman dan Ar-Rahim.
Sedangkan gegap gempita dunia ini hanyalah berisi prasangka, duga-duga, klaim, kayaknya-kayaknya, dhonn dan seringkali fitnah, yang dipersombongkan dan dimewah-mewahkan branding-nya, dikeras-keraskan volume suara dan sebaran frekuensinya, serta digagah-gagahkan penampilannya.