Peta Cinta dan Benci
Setiap menulis, aspirasi utama yang saya wajibkan atas diri saya adalah semangat bersyukur. Kreativitas eksploratif untuk selalu pandai-pandai menemukan hal-hal dalam kehidupan yang harus disyukuri. Tetapi itu gampang-gampang susah. Kalau menatap tanah air Indonesia, hampir 100% yang muncul adalah rasa syukur kepada Allah Swt. Kalau menghayati kedahsyatan alamiah kualitas kemanusiaan rakyat Indonesia, juga sangat bertebaran faktor-faktor yang kita syukuri, meskipun makin lama makin menipis. Tetapi kalau memperhatikan Negara dan Pemerintah Indonesia, kita memerlukan pola berpikir yang berlipat dan melingkar untuk menemukan secercah rasa syukur.
Sampai-sampai, berdasarkan pengalaman hidup saya sejak dari tangkis Kali Gede Menturo hingga Rumah Maiyah Kadipiro, membuat saya menuliskan wanti-wanti kepada anak-anakku Jamaah Maiyah untuk mempertegas catatan di dalam hati dan akal pikirannya tentang daftar dan Peta Cinta dan Benci.
Bolehkah kita membenci sesuatu atau sesama makhluk Allah?
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُنَادَوۡنَ لَمَقۡتُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُ مِن مَّقۡتِكُمۡ أَنفُسَكُمۡ
إِذۡ تُدۡعَوۡنَ إِلَى ٱلۡإِيمَٰنِ فَتَكۡفُرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka (pada hari kiamat): “Sesungguhnya kebencian Allah lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri karena kamu diseru untuk beriman lalu kamu kafir”.
Bagaimana rasionya bahwa manusia dilarang membenci Iblis, Setan, dan manusia-manusia yang mengikuti mereka, sedangkan Allah sendiri terang-terangan berfirman “Sesungguhnya kebencian Allah lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri karena kamu diseru untuk beriman lalu kamu kafir”.
كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Rasa benci itu produk alamiah di dalam hati manusia. Tetapi Allah menggariskan pagar agar kebencian di dalam dirimu itu jangan sampai membuat engkau bersikap tidak adil dalam kehidupan sosial.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ
وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنََٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Seluruh yang dialami oleh setiap manusia sepanjang hidupnya, akan memunculkan mekanisme di mana hatimunya, bawah sadarnya, lubuk jiwanya, menorehkan daftar, urutan atau himpunan hal-hal yang ia cintai dan yang ia benci. Daftar atau peta cinta dan benci itu sebenarnya yang menjadi sumber utama, landasan pertimbangan atau sebab-sebab atau input yang akan mengakibatkan bentuk atau wujud atau formula hal-hal yang ditempuh oleh manusia dalam hidupnya. Bahkan menentukan karier dan seluruh pilihan dalam perjalanan hidupnya. Hal-hal yang ia cita-citakan dan perjuangkan. Hal-hal yang ia kejar dan hindari.
Bahkan sebab-sebab itu juga menghasilkan akibat-akibat pada apa saja yang membuatnya gembira hingga bahagia, atau sebaliknya, membuat ia sedih, sengsara, tertekan, stressed sampai bahkan mengalami sumbatan-sumbatan aliran hidupnya sampai ke tingkat stroke dan kematian. Seratus persen dan mutlak adalah ketentuan Allah Swt, tetapi manusia mendekati garis mati itu dengan bermacam-macam bentuk perilakunya.
Ada manusia yang mendekati garis mautnya melalui kebenciannya kepada dunia dan cintanya yang tak tertahankan kepada Allah dalam kehidupan yang lain. Sebaliknya banyak manusia yang melangkah menuju kematiannya dengan memanggul cintanya yang luar biasa kepada dunia sehingga akhirat dan Allah disekunderkan posisinya. Ada juga manusia yang membenci lawan-lawannya sesama manusia karena hilir cintanya tidak berhulu pada cinta kepada Tuhannya. Ada manusia yang membenci sesama manusia karena sebab-sebab yang rasional dan faktual paralel dengan kebencian Tuhan sendiri kepada suatu golongan dari manusia.
Yang otentik, orisinal, dan optimal dari yang bisa dilakukan oleh manusia terhadap Al-Qur`an adalah mengimaninya dan mencintainya. Sementara kepada manusia dan kehidupan dunia, ada yang ia cintai dan ada yang secara sunnatullah ia benci.
Di dalam paparan sebab akibat logika oleh Allah sendiri, semua manusia yang merasa atau yang meyakini bahwa ia mencintai Allah sehingga juga meyakini bahwa ia dilindungi Allah, maka nalarnya mereka selalu mengharapkan kematian selama hidupnya.
قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ هَادُوٓاْ إِن زَعَمۡتُمۡ أَنَّكُمۡ أَوۡلِيَآءُ لِلَّهِ مِن دُونِ ٱلنَّاسِ
فَتَمَنَّوُاْ ٱلۡمَوۡتَ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ
Katakanlah: “Hai orang-orang yang merasa memperoleh hidayah dari Allah, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar.”
Dan untuk menyusun berkas-berkas sebelum kematian, Jamaah Maiyah perlu meneguhkan Peta Cinta dan Benci itu berdasarkan pengalaman hidupnya. Sebagaimana Allah sendiri secara sangat transparan memaparkan cinta dan kebencian-Nya.
كُلُّ ذَٰلِكَ كَانَ سَيِّئُهُۥ عِندَ رَبِّكَ مَكۡرُوهٗا
“Semua itulah kejahatannya, yang amat dibenci di sisi Tuhanmu.”
Pertama, cukup berdasarkan yang engkau rasakan, yang kau nikmati atau yang menggerahkan hatimu sehingga kau benci. Kedua, engkau memuhasabahinya dengan akal pikiran, ketepatan dan kelayakan dari cinta dan bencimu itu secara nilai-nilai. Ketiga, engkau komparasikan dengan aspirasi Allah, sehingga yang kau cintai adalah yang dicintai Allah, dan yang kau benci adalah yang Allah juga membencinya.
Keempat, kelola jiwa dan mentalmu, agar sikap sosialmu tidak berlandaskan cinta yang tidak pada tempatnya atau kebencian yang improporsional.
Allah sendiri membenci kejahatan manusia. Kalian manusia pasti dan niscaya memiliki kebencian itu di dalam dirimu. Meskipun demikian hanya Allah yang berhak membikin Neraka. Sedangkan kebencian di hati manusia harus dikelola agar outputnya bukan “sayyi`at” kepada sesama manusia. Sekali lagi: “Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil”.
Daftar dan mapping cinta benci itu saya sudah melakukannya sejak lama. Tetapi kita punya asas “bilhikmah”. Tidak semua kebenaran akan kita ungkapkan, meskipun itu kebenaran subjektifmu sendiri dan hak-hakmu sendiri. Jamaah Maiyah sudah mengerti pengelolaan antara kebenaran, kebaikan, keindahan, dan kebijaksanaan.
Misalnya daftari apa saja subjek atau pihak atau kata atau lembaga atau peristiwa atau apapun yang diwakili oleh satu kata kunci, yang menurutmu sangat berpengaruh pada kehidupan yang sedang berlangsung dan terkait denganmu. Misalnya kata “Allah”, “Celebrity”, “Muhammad”, “Iklan”, “Syafaat”,“Oligarki”, “Silaturahmi”, “Media sosial”, “AlMutahabbina Fillah”, “Kadrun”, “Shalihin was Syuhada”, “Cebong”, bahkan “Shiddiq Amanah Tabligh Fathonah” dan “Pancasila”, “Baldatun Thayyibatun”, “Pembangunan”, “Ahsanu Taqwim”, “Pencitraan”, “Yaj’al lahu makhrojan”, “Pilpres dan Pilkada”, “Fatabayyanu”, “Bad news is a good news”, “Lam yalid walam yulad”, “Hak Asasi Manusia”, “Allahus Shomad”, atau subjek-subjek, lembaga-lembaga, nama-nama, tokoh-tokoh, sepanjang kau simpan bilhikmah di dalam lubuk rahasia hatimu. Atau hal-hal tertentu atau orang-orang tertentu yang mengendap menjadi mutiara atau limbah di dalam kejiwaanmu, dan banyak lagi. Pastikan apakah itu termasuk yang kau cintai atau kita benci. Kemudian kau bikin skala prioritas Cinta dan skala prioritas Benci. Kemudian kau verifikasi sendiri “hujjah” di dalam dirimu atas semua pemetaan yang kau bikin itu. Kemudian ambil keputusan-keputusan ke hari depanmu. Effisienkan langkah-langkah hidupmu, hematkan energimu, puasa dan harirayakan tahun-tahunmu, hadapkan wajahmu, arahkan langkah kakimu, berdasarkan “hujjah” itu.
Jamaah Maiyah harus meningkatkan kesanggupan untuk mengelola isi dadanya dan muatan kepalanya. Pastikan bahwa tidak akan ada Malaikat Jibril menculikmu di tengah malam kemudian membedah dadamu, sebagaimana yang terjadi pada Kanjeng Nabi Muhammad. Tetapi yakini bahwa Allah adalah “Maha Dalang Ora Kurang Lakon”. Allah memiliki cara-cara yang tak ada batasnya untuk menolongmu, memberimu hidayah dan tuntunan.