Penghuni Kebon 119
Tidak bermaksud sok melankolik, gembeng, sentimental apalagi nggede-gedein masalah kehidupan. Karena setiap orang bisa saja mengalaminya dan punya jalannya sendiri untuk melewatinya.
2017 bagai puncak kepenatan pikiran, kesesakan dada. Retak hatiku atas berbagai gunung masalah, disharmoni dialektika hubungan keluarga, di sisi lain rumongso bener rumongso biso atas banyak hal hingga egoisme dalam berkeyakinan.
Tentulah Allah yang membimbingku bermaiyah, mengenalkan Sinau Bareng pada pertengahan 2017 melalui teman-teman di Kenduri Cinta. Dari tahun ke tahun kutelusuri jalan Maiyah yang menghimpun kandungan-kandungan Tetes, Khasanah, Mozaik, dalam Daur kehidupan. Hingga menuntunku memasuki nuansa Asepi Kebon 119 yang alhamdulillah semakin meneguhkanku pada konsep legowo, nyegoro, mupus dalam lillahi ta’ala, untuk tawakkal dan taqwa semampunya.
Aku hanyalah penghuni Kebon yang tidak punya secuil pun keberanian untuk nyetatus di wa, fb, ig atau anak-pinak medsos lainnya. Yang menggugahku adalah dawuh Mbah Nun pada Tajuk: Netes Masa Depan Dunia, semata untuk bertahhaduts bini’matil Maiyah dalam puasa menuliskan apa saja yang sangat ingin ditulis.