Nyilih Cangkemmu, Cung
Saya teringat almarhum Ustadz Yasin bin Hasan bin Abdullah bin Yasin Pasuruan, yang dengan vokal serak berat, yang kedahsyatan orasinya melampaui semua aktor-aktor teater atau film nasional dan dunia yang pernah ada. “Kok cik pintere koen kabeh iki Cung. Pidato, nulis buku, Muhammad iku ngene ngunu ngono. Reneo aku tak nyilih cangkemmu, Cung. Cangkemmu muluk-muluk sampek meh tutuk langit madhani manuk ulung. Tapi urusan urip iki duduk iku, Cung. Urip iki mek ngekei pertanyaan sitok: Raimu iku melok Kanjeng Nabi ta gak? Melok ta gak? Sing teges cangkemmu. Ojo mrono mrene gawe makalah ae thok...”
Ternyata yang terjadi sekarang ini adalah cangkem saya yang dipinjam dan diperdagangkan. Wajah saya, suara saya, yang dikanibali dan dikomoditaskan. Ternyata konten saya yang dikapitalisasikan. Oleh Rombongan Tuyul yang bikin kios-kios barang curian di Pasar yang sahabat saya Mustofa W Hasyim menyebutnya “The Real New Jurnalisme”.
Alhamdulillah Mustofa menikmati buah nangkanya, saya mendapatkan getah dan pulutnya. Mustofa dianugerahi berkah langsung, saya memperoleh berkah putaran atau lipatan. Kejahatan yang kau timpakan kepadaku, menjadi berkah bagiku. Fitnah dan kelaliman yang kau lemparkan kepadaku, menjadi kebaikan dan nikmat bagiku. Jadi seluruh responsku terhadap Tuyul-tuyul bukanlah demi aku, untuk aku, melainkan demi kau, demi kalian sendiri. Sebab hukum Allah itu absolut. Balasan Allah itu tidak relatif melainkan mutlak.
Tak seorang pun dari masa silam yang tidak bodoh untuk pernah membayangkan bahwa akan datang suatu zaman di mana di tengah indahnya penemuan-penemuan teknologi komunikasi yang sangat canggih, ternyata habithat a’maluhum, disia-siakan, oleh RombonganTuyul Milenial abad 20-21 yang hampir berkuasa mutlak.
Sejak kecil saya diajari menjaga wajah dengan berwudlu sehari puluhan kali, di usia tua wajah saya dituyuli sehingga tiap hari selalu ada munculan wajah saya di media online. Sejak kecil saya dilatih berkumur menjaga mulut, mempersiapkan shalat dengan mencuci hidung, telinga, dan seluruh wajah. Ternyata sekarang wajah saya, pikiran saya, ucapan saya, dituyuli dan diperjualbelikan di pasar-pasar maya untuk kepentingan penghidupan pribadi, keluarga, atau perusakan silaturahmi dan adu domba politik.
Dalam banyak firman-Nya, Allah selalu menyebut Jin terlebih dahulu baru kemudian manusia. Tetapi faktanya sekarang manusia lebih unggul dari Jin. Jadi “minal jinnati wannas” berubah “minannasi wal jinnati”. Manusia sudah sangat maju peradabannya. Manusia sudah mencapai prestasi mengungguli makhluk-makhluk lain yang Tuhan sudah menciptakan mereka sebelum manusia. Manusia sudah sangat menang, very much developed and advanced dibanding Jin, Setan atau Iblis. Sejahat-jahatnya Jin dia terang-terangan dengan kejahatannya menyesatkan manusia, dan hanya meminta opsi waktu hingga Hari Kiamat. Iblis tidak melakukan pencitraan, tidak brai atau macak atau nggaya sebagai makhluk yang baik. Iblis sportif dengan keburukan dan kejahatannya. Sementara Rombongan Tuyul itu kebanyakan adalah kaum terpelajar modern, bagian dari Ummat Islam, tidak pernah dikenal sebagai penjahat atau kriminal.
Sebenarnya siapapun yang mencelakakanmu, memanipulasimu, memfitnahmu, sejatinya tidaklah mereka bisa mencelakakanmu. Urusan mereka pun tidak denganmu, melainkan dengan Pencipta dan Pemilikmu. Ucapkan “Salamun ‘alaikum la nabtaghil jahilin”, “Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi Rabbil ‘alamin, tidak “laka”. Kewajiban memperoleh balasan atas setiap penyebar kedhaliman tidak datang darimu, melainkan dari Allahmu. Tergenggam tidak di tanganmu, melainkan di “biyadiKal khair”, di genggaman Allah yang “Dzuntiqam”, Maha Pemberi Balasan. Ucapkan “Bye bye. Itu semua bukan urusanku. Non of my bussines”.
Pergilah dan tinggalkan mereka dengan pengetahuan bahwa ternyata manusia bisa lebih buruk dari Iblis. Selalim-lalim Setan sebagai software klasik dan algoritma sistem alamiah dan jadul, sudah jauh kalah lalim dibanding manusia. Setan jelas merupakan hulu coding kejahatan, kebohongan, penipuan, kemunafikan. Tetapi Setan sendiri tidak pernah diwacanakan oleh Kitab Suci sebagai Munafik. Hanya manusia yang ingkar tapi mengaku patuh. Hanya manusia yang selingkuh tapi mencitrakan diri setia. Hanya manusia yang jiwa dan mentalnya merupakan mesin pengolah hipokrisi dan kemunafikan sampai tingkat yang sangat canggih.
Apalagi karena manusia di negerimu ini, dari generasi ke generasi selalu mengaku dan merasa dirinya baik, lama-lama mereka percaya bahwa mereka benar-benar baik. Akhirnya mereka tidak mampu mengukur jarak antara buruk dengan baik, antara salah dengan benar, antara dosa dengan berkah, dan akhirnya antara neraka dengan sorga. Al-Furqan tidak bersemayam di dalam jiwa mereka dan tidak tegak di dalam akal pikiran mereka.
Sampai-sampai manusia semacam itu tidak perlu dijajah untuk terjajah. Tidak perlu ditipu untuk tertipu, tidak perlu diperbudak untuk manjadi budak. Tidak perlu dikafirkan untuk menjadi kafir. Tidak perlu dibakar untuk terbakar.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَن تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُم
مِّنَ اللَّهِ شَيْئًا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak siksa Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka”.
Bahkan mereka juga tidak tahu bahwa mereka kafir, sehingga selalu marah kalau ada yang menyatakan mereka kafir. Karena dalam Pendidikan yang mereka terima bergenerasi-generasi, kekafiran hanya mereka pahami secara identitas teknis dan administratif, tetapi tidak mengerti kekafiran sebagai substansi dan kualitas.
Mereka adalah kayu bakar api. Mereka tidak merasa menjadi api, karena kayu bakar sudah menjadi api itu sendiri. Mereka tidak bisa memahami bahwa mereka adalah bagian dari sistem dan tatanan penjajahan yang juga menimpa diri mereka sendiri. Penjajahan global atas mereka sudah tanpa remote control dari luar negeri, sebab api sudah meremote dirinya sendiri. Tak akan bangsa semacam ini mengerti atau mengakui bahwa mereka sedang dijajah, sebab mereka adalah pelaku otomatik dari struktur penjajahan itu. Ikan-ikan berenang di kolam dan tanpa pernah bisa melihat kolam dari suatu jarak dan titik pijak untuk menginteleketualisasikan kesadaran tentang kolam. Kayu bakar tidak memahami bahwa ia adalah alat pembakaran, karena ia sendiri terbakar, bahkan ia sendiri adalah api.
Semua Tuyul yang menganiaya itu hampir semuanya merasa sedang berbuat baik, menyebarkan kebaikan, menyelenggarakan kemuliaan dan mengerjakan hal-hal yang penuh kemashlahatan. Bahkan merasa sedang berdakwah.
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ
“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman”.
يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar”.
Selama ini saya pikir dan bersangka baik bahwa mereka dan sebagian anak-anakku itu adalah Kaum Muslimin. Tapi terbukti saya salah.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَن تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُم مِّنَ اللَّهِ شَيْئًا ۖ
وَأُولَٰئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka”
Bahkan sampai Allah menyebut “anak-anak mereka”, tidak membuat mereka berhenti dari “yukhodi’unallah”
Maka ketika Allah berfirman:
إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن شَيْءٍ
“Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”.
Maka sebagaimana dulu di masa kanak-kanak kita tidak pernah mengkritisi Tuyul-Tuyul seberapa merepotkan mereka, ternyata sekarang juga tidak ada efektivitasnya untuk memperingatkan mereka. Seberapa pun beratnya bobot penjajahan, penipuan dan pemunafikan itu merugikan rakyat dan orang banyak, menurut Allah tak ada yang bisa diperbaiki.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ
وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”
Deretkan sebanyak apapun ayat-ayat Allah di tulisan ini. Padahal sejarah panjang membuktikan bahwa tidak ada manfaat dan efektivitasnya bagi orang-orang yang membangun suatu pola perilaku dan prinsip kehidupan yang justru memang berdasarkan penolakan terhadap ayat-ayat Allah itu.