Momen Silaturahmi Simpul Setahun Pandemi
“Anda milih hidup statis atau dinamis? Dalam hidup, Anda milih yang pasti atau yang tak pasti? Bukankah kepastian itu statis, sedangkan ketidakpastian itu dinamis?”
Tepat dua belas bulan pandemi Covid-19 berlangsung. Di tengah situasi serba sulit, tiap simpul Maiyah berangsur beradaptasi. Paling tidak tiga bulan pertama sudah mulai menjajaki sejumlah strategi. Dari memperkuat lumbung bersama sampai memaksimalkan lahan kosong. Tiap simpul tak kehabisan energi serta siasat merespons era kenormalan baru.
Minggu pagi (28/03) bertempat di Gladiol Convention Hall, Sukodono, Sidoarjo, menjadi lokasi berbagi dan bersilaturahmi para penggiat Regional Jawa Timur dan Bali. Silaturahmi Penggiat Simpul Maiyah ini merupakan pengganti Silatnas yang biasanya diselenggarakan di bulan Desember. Sidoarjo dipilih atas pertimbangan keterjangkauan akses simpul setempat. Terselenggara secara khusus, karena memang Mbah Nun sendiri yang menginginkan menyambangi anak-cucunya, dan akan dilakukan di beberapa kota dalam 2 minggu kedepan ini. Momen ini sekaligus sebagai ajang temu kangen antara Mbah Nun dengan penggiat Simpul Maiyah. Diselenggarakan di beberapa titik kota dengan pertimbangan teknis dan juga protokol kesehatan yang diterapkan dengan disiplin tentunya.
Mbah Nun hadir sejak awal dalam pertemuan para penggiat kali ini. Ada satu pesan khusus yang beliau sampaikan. Menurutnya, ajang silaturahmi ini hendaknya tetap diorientasikan sebagai Sinau Bareng. “Pintu Sinau Bareng hari ini adalah apa yang Anda alami adalah ujian dari Allah. Di Maiyah ada ujian, hukuman, peringatan, dilulu (dibiarkan), dan lain sebagainya,” ucapnya.
Tiap variasi ujian, lanjut Mbah Nun, tentu saja memuat berbagai antisipasi. Semua peristiwa yang dialami manusia dapat diprosentasekan sejauh mana hukuman, ujian, maupun peringatannya. “Anda yang bisa menemukan endapan-endapan selama setahun pandemi,” imbuhnya.
Sebelum Mbah Nun menyampaikan gagasan demikian, beberapa simpul telah menyampaikan keadaan individu maupun lingkarannya selama pageblug Covid-19 ini. Sebagian besar memang mengalami turbulensi ekonomi karena terputus dari sumber penghidupan sehari-hari. Tapi keadaan ini tak terlalu memukul lama sebab selalu ada solidaritas di antara penggiat Simpul Maiyah di lingkarannya masing-masing.
Salah satu contohnya adalah Simpul Maiyah Dhamar Kedaton, Gresik. Mereka sudah menyiapkan lima ide. Antara lain menggagas diskusi tematis di luar Sinau Bareng. Ide ini berangkat dari kepraktisan yang langsung berdampak kontekstual bagi masyarakat. Seperti belajar ternak lele, membuat tingwe (linting dewe), dan aksara Jawa.
Mbah Nun begitu mengapresiasi kesungguhan dan ketekunan para simpul. Pandemi Covid-19 memang penuh ketidakpastian. Akan tetapi, bukan berarti tak ada celah jalan keluar. Justru peluangnya semakin lebar selama memahami konsep dinamis serta statisnya hidup.
“Anda milih hidup statis atau dinamis? Dalam hidup, Anda milih yang pasti atau yang tak pasti? Bukankah kepastian itu statis, sedangkan ketidakpastian itu dinamis?” Pintu masuk kita karenanya adalah ujian. Ujian apa saja yang Anda alami?” paparnya.
Mbah Nun lalu merangkum beberapa ujian yang sedang dihadapi khalayak selama pageblug. Dari ujian ekonomi, ujian istikamah, ujian ilmu, sampai kegoyahan iman. Bersama kesulitan selalu terdapat kemudahan. Dengan kata lain, ujian ini niscaya mengandung sebab dan akibat tertentu.
Memperluas spektrum ujian, ia kemudian mengimbuhkan, “Ada sebab-akibat dalam ruang dan ada sebab-akibat selama waktu. Ada balasan Tuhan yang tunai, ada yang pelan-pelan. Secara ruang pasti, tapi berlakunya berada dalam konsep waktu. Skala rentangnya dunia-akhirat.”
Seperti biasa, sinau bareng kali ini berlangsung dialektis. Mbah Nun lebih banyak merespons pertanyaan dan menawarkan cara melihat pokok permasalahan secara multidimensional. Tak sampai sore, Silaturahmi Penggiat Simpul ini ditutup dengan ramah-tamah sekaligus makan bersama.