CakNun.com
Membaca Surat dari Tuhan (23)

Meredam Sihir Media

Mustofa W. Hasyim
Waktu baca ± 7 menit

Dari fakta kejadian pembuatan film ternyata who atau unsur yang terlibat tidak terhingga banyaknya. Apalagi kalau kejadian pembuatan sebuah film ini berlanjut pada kejadian peredaran dan pemutaran film yang sampai melibatkan tukang parkir mall yang melayani penonton film.

Kemudian lanjut pada pendalaman materi tentang unsur berita when dan where. Dalam kenyataan sehari-hari, kenyataan seminggu-minggu, kenyataan sebulan-bulan dan kenyataan setahun-tahun yang muncul adalah when dan where yang tidak tunggal. Terjadi dan muncul when when dan where where atau malah when when when when when sekaligus diiringi where where where where where. Dalam kasus pembuatan film di atas maka kejadian-kejadiannya berlangsung di banyak tempat atau lokasi dan berlangsung berkali-kali sampai berhari-hari, berminggu-minggu berbulan-bulan lamanya. Di tengah-tengahnya muncul kejadian tambahan (carangan) misalnya para aktor dan aktrisnya terlibat cinta lokasi,

stuntman ngambek, bagian katering terlambat mengirim makanan, gangguan makhluk halus sehingga harus mengundang ahli yang bisa berkomunikasi dan bernegosiasi dengan makhluk halus bagi pembuatan film tertentu.

Kalau unsur berita berupa barisan what what what whaaaaaat disusul barisan dan kumpulan who who who whoooo ditambah dengan gerombolan when when when wheeeen dan where where where whereee maka untuk menuju pendalaman materi why dan how menjadi lebih mudah sebab pada fakta jamak dan konstruksi makna serta relasi what what, who who, when when (mengingatkan saya pada lagu When I need you), where where, sudah terkuak sedikit demi sedikit why dan how atau why why why whyyyyyyy dan how how how hoooooow-nya fakta yang menjadi pilar penting berita. Bahkan kalau semua unsur berita ini telah digali dan dikembangkan serta dibiakkan dengan logika peristiwa plus dilengkapi dengan maqhasidul akhbar maka rangkaian, jaringan, dan barisan fakta fakta fakta faktaaaaa ini sudah layak disusun dan ditulis menjadi features dan reportase yang mendalam.

Hanya di Indonesia kita menghadapi maqhasidul fail, fa’ilul akhbar atau malah sayyidul akhbar. Ini saya mendapat bukti konkret ketika saya seminggu mengikuti job training redaksi di harian Jawa Pos, seminggu mengikuti job training redaksi di harian Media Indonesia (dulu harian Prioritas), dan berhari-hari mengikuti seorang wartawan Tempo menggali berita di desa. Meski bahan beritanya sama tetapi yang ditulis dan dimuat di Jawa Pos, Media Indonesia dan Tempo tidak sama.

Fenomena ini mengingatkan saya ketika dua tahun saya bekerja di LP3Y-nya Bang Hadi (Ashadi Siregar) menjadi editor kliping dengan bahan lebih sepuluh koran dua mingguan dan dua majalah berita. Tugas sehari-hari saya adalah membaca semua media cetak itu dan melakukan koding atau memberi kode berita yang dipilih untuk dipotong, dibuat kliping, diidentifikasi berdasarkan klasifikasi perpustakaan standar internasional lalu difotokopi, dijilid, dan diberi judul sampul dan dikirim ke pelanggan berdasarkan topik yang dipesan.

Semua lumayan kerja keras. Sebagai tukang koding mempelototi semua berita juga tulisan opini di semua media cetak yang dikirim oleh perusahaan media cetak. Mas Dinyati AR dan Indro Tranggono bekerja di bagian klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification) dan ada teman lain memotong kertas koran dan mingguan kemudian di-layout di kertas kliping. Untuk majalah Tempo difotokopi dulu baru fotokopinya di-layout dalam format kertas kliping. Untuk me-layout kliping ini ada pekerja outsourcing dari luar, antara lain dikerjakan Mas Roni S Viko (kemudian menjadi wartawan dan redaksi KR) dan teman dari Panembahan. Ada teman tiga perempuan manis dan cantik yang rajin mengerjakan kerja administrasi dan pelayanan pelanggan dengan dikomandani mas Tatengkeng van Kebumen. Adik Mas Dinyati AR bertugas memfotokopi kliping dan mengirim kliping yang sudah dijilid rapi ke pelanggan di dalam kota.

Dari isu penting yang beredar LP3Y bisa menerbitkan buku tentang penembakan misterius terhadap para gali berdasarkan berita yang kami kliping. Juga menerbitkan berjilid-jilid tebal kumpulan isu berita tentang Ekonomi Pancasila. Jilid kliping Ekonomi Pancasila ini laris manis terjual banyak, terutama ketika ada seminar Ekonomi Pancasila di UGM. Pak Mubyarto menjadi tokoh sentral dalam pusaran isu ekonomi alternatif dari isu ekonomi kapitalis yang tengah dipuja dan dijalankan oleh pemerintah Orde Baru ini.

Dan entah karena apa isu ekonomi alternatif atau ekonomi Pancasila kemudian nggembos atau digembosi sampai tidak berbekas. Hanya pada awal Reformasi ruh ekonomi Pancasila menjelma menjadi ekonomi kerakyatan yang baru menggeliat sudah digebuki oleh penganut aliran ekonomi neoliberal yang pada hakikatnya lebih ngeri dibanding dengan aliran ekonomi kapitalis. Sebab, liberalisasi tidak hanya menjamah sektor ekonomi tetapi memporak-porandakan politik, hukum, budaya, sosial dan lainnya. Kalau hari-hari ini kita bertemu dengan banyak yang lucu-lucu dalam kehidupan ini antara lain karena ada yang menjadikan ekonomi neoliberal sebagai panglima kehidupan bersama.

Nah, dari pengalaman mengikuti dua kali job training, sekali ikut investigasi dan selama dua tahun memantau arah berita di hampir seluruh media cetak ketika bekerja di LP3Y itu saya jadi menemukan parameter objektivitas berita berdasarkan subjektivitas lembaga atau perusahaan media cetak itu. Ada kriteria tertentu yang mendekati selera dalam menentukan objektivitas berita. Lucu juga nggih, berita dikampanyekan sebagai hal yang objektif berdasarkan pada pola kerja yang subjektif. Ini boleh disebut berlakunya hukum relativitas atas objektivitas dengan dominasi faktor subjektif.

Di kemudian hari saya tahu adanya banyak praktik manipulasi fakta, framing berita, angling penulisan, penggelembungan isu, penggembosan isu berdasarkan kepentingan, visi dan misi terselubung atau misi terus terang yang dijalankan oleh perusahaan media.

Untuk ini dalam pelatihan jurnalistik saya sering mengenalkan dan mengajarkan ilmu perbandingan berita. Tujuannya apa? Agar calon jurnalis yang mengikuti pelatihan bisa menjaga dan mengembangkan daya kritisnya, sekaligus daya waras berpikirnya, serta memelihara daya juang untuk mencari kebenaran dan menyampaikan kebenaran sebagai manifestasi doa Allahumma arinal haqqo haqqo warzuqnattiba’ah wa arinal bathila bathila warzuqnajtinabah aamiin.

Kalau jurnalis sudah bisa waras berpikirnya dan daya kritisnya senantiasa hidup maka mirip dengan pengikut Nabi Musa yang mewarisi tongkat anti sihir Nabi Musa. Sebab dalam tongkat ajaib itu ada aplikasi pembongkar berita palsu, opini palsu, ide-ide palsu, rekayasa penelitian atau polling palsu, dan konten palsu di media massa maupun di media sosial.

Itulah manfaat kita mentadabburi ayat-ayat Al-Qur’an yang mengisahkan perjuangan Nabi Musa melawan klaim sebagai penguasa tertinggi alam semesta (ana robbukumul a’la, kata Fir’aun) dan melawan sihir halusinasi imajiner canggih yang dilontarkan oleh ahli sihirnya Fir’aun yang begitu tali (habl) yang mereka gunakan sebagai instrumen sihir ditelan habis oleh ular jelmaan mu’jizati tongkat nabi Musa mereka pun takluk dan beriman kepada Allah Swt. yang disebut sebagai Tuhannya Musa.

Dengan tongkat itu pula Nabi Musa membelah laut Merah dan membuat jalan untuk lewat pengikutnya sehingga selamat sampai seberang. Para pewaris tongkat media Nabi Musa yang memiliki kapasitas dan kualitas puncak seperti inilah yang hari-hari ini bisa meredam sihir media yang terasa sungguh mengganggu kehidupan bersama masyarakat kita sekarang.

Yogyakarta, 28-29 Juli 2021.

Mustofa W. Hasyim
Penulis puisi, cerpen, novel, esai, laporan, resensi, naskah drama, cerita anak-anak, dan tulisan humor sejak 70an. Aktif di Persada Studi Klub Malioboro. Pernah bekerja sebagai wartawan. Anggota Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah DIY. Ketua Majelis Ilmu Nahdlatul Muhammadiyin.
Bagikan:

Lainnya

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Rakyat kecil kebagian remah kemakmuran berupa upah buruh murah, dan negara kebagian remah kemakmuran berupa pajak.

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM

Topik