Menjejaki Kisah Masa Lalu Emha Ainun Nadjib Lewat Mbah Nun Bertutur
Jika kamu mencari bacaan menarik selama bulan Ramadan, karya terbaru Emha Ainun Nadjib, Mbah Nun Bertutur, adalah jawabannya. Melihat dari kover dan membaca judulnya, buku ini terasa akrab dengan pembaca karena Mbah Nun seolah-olah menuturkan ceritanya secara langsung. Mbah Nun Bertutur menandai momentum terbitnya karya Emha yang ke-23 di Bentang Pustaka.
Baca juga: Memaknai Kehidupan dengan Mbah Nun Bertutur
Pembaca akan diposisikan sebagai cucu-cucu Mbah Nun yang mendengar tuturan kisah personalnya. Buku ini merupakan catatan ingatan Emha Ainun Nadjib tentang bagaimana benih komunitas-komunitas dituai dan ditumbuhkan. Mbah Nun Bertutur juga menceritakan masa muda sang penulis saat bertemu dengan berbagai sosok penting dalam hidupnya.
Memoar yang Menunjukkan Jiwa Seni Emha
Ketika membicarakan Mbah Nun, rasanya kurang lengkap bila tidak menyebut Maiyah, Musik-Puisi Dinasti, dan Gamelan KiaiKanjeng. Dalam buku ini, kamu akan dapat menjumpai kilas balik tentang bagaimana usaha seorang Emha muda turut membangun komunitas tersebut. Pengetahuannya tentang kesenian dan sastra — partitur nada, lirik, instrumen musik, puisi, sajak, dan lagu — dituangkan pula dalam tulisannya.
Selain itu, Mbah Nun Bertutur memamerkan banyak potret yang akan memberikan gambaran kepada pembaca tentang peristiwa lampau yang dikisahkan sang penulis. Jiwa seni Mbah Nun sebagai seorang pegiat seni juga ditunjukkan dalam pengalamannya menggiring kelompok musik-puisi Dinasti dan KiaiKanjeng untuk tampil di berbagai belahan dunia.
Opini terhadap Kondisi Indonesia
Meskipun Mbah Nun Bertutur lebih banyak membahas perihal musik-puisi dalam karyanya yang satu ini, penulis juga tak lupa menyisipkan opininya mengenai kondisi negerinya–benar-benar khas tulisan Emha. Opini dan kritik beliau dituangkan dalam lirik, sajak dan puisi yang tertulis di buku.
Puisi Jakarta Meraung yang ditulis 45 tahun lalu adalah salah satunya contohnya. Puisi tersebut menggambarkan bagaimana banjir menyerang ibukota Indonesia. Bahkan hingga saat ini puisi itu masih sangat relevan dengan keadaan Jakarta masa kini. Opini Mbah Nun tentang Bhinneka Tunggal Ika juga disampaikan dalam buku ini.
Bagi kamu yang tertarik membaca Mbah Nun Bertutur, bisa mengikut prapesan melalui tautan: bit.ly/pesanmbahnunbertutur. Terdapat 2 opsi paket yang dapat kamu pilih. Apabila memilih paket 1, kamu akan mendapatkan buku bertanda tangan digital Mbah Nun. Sementara paket 2, selain buku bertanda tangan, kamu juga akan mendapatkan kaos. Pantau akun Instagram Pustaka Cak Nun dan Bentang Pustaka untuk megetahui info terbaru karya-karya Mbah Nun!