Menikmati dan Mensyukuri Tak Terhitungnya Nikmat dari Allah
Nafas saya mendadak tersengal, ketika membaca surah An-Nahl ayat 18 berikut arti terjemahannya. Wa in ta’udduu ni’matallohi laa tuhshuuhaa, innalloha laghofuurur rohiim. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18).
Berulang-ulang kalimat tersebut saya baca. Saya resapi, dan hayati. Dan rasanya seperti ditampar. Jujur pada saat mendaras surah An-Nahl, kondisi psikologis saya sedang kurang baik. Sedikit kacau. Gajian belum cair, susu anak habis, tagihan listrik dan air menanti. Ditambah harus segera membayar uang sewa kontrakan rumah yang habis bulan depan. Oh Tuhan. Dalam hati berkata, “saya hanya ingin sambat kepada-Mu.”
Dan sambat itu salah satunya saya tempuh dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Kapan saja butuh, saya baca. Ajaibnya, Allah langsung merespons sambat saya itu melalui surah An-Nahl ayat 18. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya. Maha Benar Allah, bahwa semua yang melekat pada diri kita, dari ujung rambut hingga kaki, serta semua yang kita rasakan, dan kita alami, sadar tidak sadar, semua itu adalah nikmat yang berasal dari Allah Swt.
Apa yang tidak nikmat di dunia ini? Ambegan nikmat, sehat nikmat, duwe anak-bojo nikmat. Shalat nikmat, zikir nikmat, sholawatan nikmat, Maiyahan nikmat. Bal-balan nikmat, ketemu konco nikmat, cangkrukan nikmat. Mangan nikmat, turu nikmat, ngopi nikmat, bahkan iso ngentut pun nikmat. Saking banyaknya varian nikmat, Allah lantas menegaskan; “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya.”
Padahal hakikatnya hidup itu sendiri adalah nikmat. Meski dalam hidup tentu ada kerikil-kerikil, lubang, tanjakan, turunan, kelokan, dan itu bagian dari perjalanan kehidupan. Gampangnya, nek kita masih hidup berarti masih ada kesempatan. Masih terbuka peluang, celah, harapan, jalan keluar, dan solusi-solusi atas segala pelik permasalahan. Haqqul yakin saja. Bersama kesulitan beriring kemudahan.
Kebenaran Al-Qur’an sebagai Al Huda (petunjuk/panuluh) bagi manusia kembali saya rasakan. Teruntuk diri saya pribadi, dan mungkin teman-teman yang sedang dalam situasi sulit, rumit, terjepit, tertekan, down, putus asa, bahkan nyaris bunuh diri, cobalah mendekati Al-Qur’an. Peganglah. Bacalah. Hayatilah. Sebisanya. Semampunya. Seikhlasnya.
Melalui cara-Nya, kita akan dituntun untuk menemukan cahaya, mata air, dan penawar yang tersebar dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Apapun permasalahan/penyakitnya, Allah telah sediakan solusi dan obatnya (dalam Al-Qur’an). Dekat dan bergaul bersama Al-Qur’an, membuat hati terasa lapang. Legowo, dan narimo atas segala skenario-Nya. Kita jadi malu untuk mengeluh dan mengaduh. Ternyata nikmat Tuhan jauh lebih melimpah ruah dibanding keluh kesah kita.
Saya jadi teringat nasihat sekaligus prinsip teguh hidup Mbah Nun. “Wis pokoke rek, uripku iki kabeh tak nggo nyicil nyarutang marang Gusti Allah. Saking akehe nikmat Gusti sing diwenehke nggo awakku.” (Pada intinya, semua hidupku ini aku pergunakan untuk mencicil membayar utang kepada Allah. Sebab teramat banyak nikmat Allah yang telah diberikan kepada diri saya).
Ya Allah, sungguh seumur hidup kami berhutang besar Kepada-Mu. Utang yang tak akan pernah lunas terbayar. Kami hidup berkat nikmat Kasih Sayang-Mu. Dan Engkau benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Rabbana dhalamna anfusana wain lam taghfirlana watarhamna lanakunanna minal khasirin.
Gemolong, penghujung Oktober 2021