CakNun.com

Mengimplementasikan Nilai Maiyah

Majelis Ilmu Bangbang Wetan Surabaya edisi Desember 2021
Amin Ungsaka
Waktu baca ± 9 menit
Dok. Bangbang Wetan

Pak Kris Adji seorang budayawan, sejarahwan dan menjadi salah satu sesepuh Damar Kedhaton Gresik ini mempunyai respons menarik tentang orang yang terdampak erupsi bisa menikmati ‘penderitaan’. Karena menurut Pak Kris Adji yang malam itu hadir bersama Mas Iswah Marully, Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Darul ‘Amal, Bojonggenteng, Jampangkulon, Sukabumi atau akrab dipanggil Mas Iwa, karena bisa jadi yang menurut pandangan orang lain termasuk penderitaan, tetapi bagi kita yang menjalani tidak pernah sama sekali menderita. Kita yang hanya bisa makan satu kali sehari belum tentu merasa menderita dibanding orang yang bisa makan tiga kali sehari atau bahkan lebih. Demikian juga menurut Pak Kris fenomena yang terjadi di masyarakat sekitar Semeru.

Khasanah Semeru dan Cerita Warisan Leluhur yang Mendunia

Berbicara soal khasanah Semeru, Pak Kris menceritakan, dulu dia sering mendapat dongeng bahwa gunung Semeru itu aslinya bukan di Lumajang, melainkan di India yang bernama Mahameru. Betara Guru yang menyuruh para dewa dan raksasa untuk memindahkan Mahameru yang berada di India untuk dipindahkan ke tanah Jawa. Sebab keterpindahannya karena pada waktu itu pulau Jawa terlihat sedang terombang-ambing sehingga butuh diseimbangkan.

Diibaratkan timbangan, tanah Jawa bagian barat terlihat lebih berat ke bawah daripada posisi tanah Jawa sebelah Timur. Melihat fenomena seperti itu, maka keputusannya Mahameru diletakkan di tanah Jawa sebelah timur, supaya pulau Jawa seimbang. Mahameru sendiri artinya Maha itu besar sedangkan Meru itu pusat jagat raya. Jadi Mahameru menurut Pak Kris artinya pusat jagat raya yang besar.

Tanah Jawa bagian barat terlihat lebih berat dari timur karena menurut Pak Kris, kalau membaca sejarah masa lalu, Sunda lebih tua daripada Jawa. Menurut mitologi leluhur zaman dulu, ketika Mahameru dibawa para dewa dan raksasa dari India untuk dipindahkan ke tanah Jawa, rompalan dari gunung Mahameru itu tercecer sehingga membentuk gunung-gunung kecil di sekitar Mahameru, atau kalau sekarang menyebutnya Semeru. Rompalan Mahameru yang membentuk gunung di sekitar Semeru adalah gunung Prawita atau yang sekarang dikenal dengan gunung Penanggungan.

Pada lima tahun terakhir ini gunung Penanggungan menjadi obyek kajian ilmuwan diseluruh dunia. Salah satu yang berhasil meneliti gunung Penanggungan adalah ilmuwan dari Jerman yang bernama Dr. Lydia Kieven. Lydia Kieven menemukan bahwa di sekitar gunung Penanggungan itu berdiri pusat-pusat keramat, kejayaan, dan pusat kearifan lokal tempo dulu yang tergali maknanya. Di antaranya yang menjadi kajian UNESCO adalah cerita Panji Asmorobangun. Cerita Panji Asmorobangun adalah dongeng tentang seorang kesatria yang menyembunyikan dirinya, kemudian mencari cinta sejatinya dengan perjalanan yang berliku pada akhirnya menemukan kebahagiaan.

Anehnya cerita Panji lama menghilang sehingga banyak orang yang tidak tahu bahwa di dalamnya ada termasuk cerita Timun Mas, Klenting Kuning, Ande-ande Lumut, atau Yu-yu Kangkang itu bagian dari kisah-kisah Panji. Padahal di dalam kisah-kisah Panji itu terkandung nilai-nilai kearifan lokal salah satunya tentang teknologi pertanian, mengolah tanah dan cara melihat musim: membaca musim panen dan musim bencana sehingga kita bisa menanggulangi bencana itu agar tidak membuat kita menderita.

Dari kisah Panji kita bisa meneladani bahwa leluhur kita dulu peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kearifan alam. Kearifan alam itu misalnya meskipun bumi kita bangun gedung bertingkat banyak, kita jadikan jumbleng, tempat penampungan kotoran manusia, alam khususnya bumi tetap diam saja dan memberikan yang terbaik untuk kita.

Kadangkala justru kita tidak merawat bumi itu dengan baik. Misalnya kita sering buang sampah sembarangan yang mengakibatkan banjir. “Padahal kearifan alam itu sedemikian rupa cintanya kepada manusia. Tetapi manusia sekarang justru kurang mencintai alam. Sedangkan manusia tempo dulu melakukan ritual percintaannya dengan alam yang disebut sedekah bumi.”, ungkap Pak Kris.

Mitos dan Letak Urgensinya Bagi Peradaban

Perihal pertanyaan Mas Hari tentang mitos yang sering dilawan katakan dengan kenyataan, Mas Aminullah membagi pemahamannya bahwa sebenarnya mitos itu bukan berarti lawan dari kenyataan. Artinya mitos itu bukan sesuatu yang tidak nyata alias bersifat khayalan. Mitos menurut Mas Amin adalah kenyataan hidup yang kita sendiri belum mengalaminya langsung. Jadi yang disebut mitos adalah kenyataan yang kita belum mengalami sehingga kita belum mengalami kenyataannya.

Sebagaimana misalnya ketika kita bekerja di pabrik yang mendapat upah kerja setiap tanggal 30 perbulannya, menganggap bahwa bayaran pada tanggal 9 itu satu hal mitos. Artinya dalam bekerja membayangkan mendapat upah pada tanggal 9 itu belum menjadi kenyataan hidup, karena faktanya baru mendapat upah kerja ketika tanggal 30 atau akhir bulan.

Mas Iswah Marully mempunyai pandangan lain perihal mitos. Menurutnya mitos adalah sebuah cerita atau folklore tentang kejadian alam, atau peristiwa masa lalu yang dianggap benar oleh penceritanya. Letak urgensi mitos bagi orang Yunani atau Romawi yang dianggap kemudian kita anggap sebagai tonggak peradaban modern sekarang, karena nilai-nilai yang diceritakan pada mitologi tersebut dijadikan pegangan hidup dalam hal apapun.

To Learn atau To Take Action

Mas Iwa menyampaikan bahwa kita di Maiyah sudah banyak mendapatkan cerita khasanah tentang kebesaran peradaban Nusantara masa lalu. Contoh sederhananya ketika Mas Iwa bersama teman-teman Maiyah berinisiatif menjadi relawan tanggap erupsi Semeru yang bernama G-res ini, sebelum berangkat ke lokasi mengadakan diskusi kecil untuk menentukan niat teman-teman G-res yang bersedia turun ke lokasi.

Mas Iwa menyampaikan hanya ada dua pilihan: to learn (untuk belajar) atau to take action (untuk beraksi). Kalau niatnya teman-teman G-res take action, Mas Iwa menyarankan mendingan tidak usah berangkat, tetapi kalau untuk belajar Mas Iwa menyemangati untuk berangkat. Menentukan dasar niat berangkat yang tepat sebelum melangkah diambil dari dawuh-nya Kanjeng Nabi Muhammad Saw., bahwa aktivitas apapun itu proses dan hasilnya akan sangat tergantung pada niat.

Lainnya

Reportase Bangbang Wetan Agustus 2014

Reportase Bangbang Wetan Agustus 2014

PENGGIAT Maiyah yang sekaligus ‘panitia’ acara maiyahan rutin Bangbang Wetan Surabaya, Dudung, mengawali forum malam itu dengan menyapa jama’ah sekaligus bersilaturahmi memanfaatkan momentum perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Arbangi Kadarusman
Arbangi K.