CakNun.com
Kebon (175 dari 241)

Menambah Derita Orang Menderita

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 4 menit
Ilustrasi: Adin.

Sebagaimana interaksi saya dengan para remaja dan kaum muda di Mandar Sulawesi Barat yang saya didatangkan oleh sahabat saya Muhammad Alisyahbana, pertemuan dan pergaulan saya dengan para anak-anak muda Dipowinatan yang bermula di tahun 1976, lazimnya bekal utama saya adalah norma-norma sosial budaya dan syariat serta nilai-nilai Islam.

Tetapi entah kenapa fokus pikiran saya ketika itu bukan itu. Saya pasti kurang punya kesadaran tentang pendidikan, terutama yang menyangkut perubahan moral. Saya bergaul dengan mereka tanpa mempertanyakan apakah kelakuan mereka baik, melakukan mo-limo atau tidak, nakal dan mbalela kepada orangtua mereka atau tidak, shalat lima waktu atau tidak, atau fakta pendidikan sekolah mereka seberapa tinggi.

Yang saya amati dan alami sehari-hari adalah hal-hal yang berbeda. Ketika berlangsung situasi generation gap, konflik atau benturan antara kaum muda dengan kaum tua, sampai tingkat di mana seorang menantu berencana akan membunuh mertuanya – apa yang terutama mengendap di pikiranmu? Bahwa membunuh itu haram, bahwa pertengkaran melawan orang tua itu buruk, atau apa?

Bagaimana kalau kau siapkan semacam piring pikiran dan rohaniah untuk mewadahi, misalnya tema penderitaan?

Menderitakah atau seberapa menderita seorang mertua yang bertengkar sampai mau dibunuh oleh menantunya? Juga apakah si menantu sendiri tidak mengidap derita, atau bahkan karena tekanan derita itulah muncul emosi untuk membunuh mertuanya?

Penderitaan itu begitu luasnya dan memapari siapa saja dalam seribu konteks permasalahan. Ada penderitaan keluarga. Ada penderitaan sebagai orangtua atau sebagai anak. Ada penderitaan istri dan penderitaan suami. Ada penderitaan istri sebagai wanita dan penderitaan suami sebagai lelaki. Ada penderitaan pribadi. Ada penderitaan sosial. Ada penderitaan sebagai warga suatu negara. Ada penderitaan rakyat di bawah suatu situasi pengelolaan negara. Ada penderitaan penghidupan. Ada penderitaan nafkah ekonomi. Ada penderitaan politik. Ada penderitaan nurani. Ada beribu macam derita dan kesengsaraan yang dialami oleh manusia.

Tak seorang di antara ummat manusia yang merdeka dari penderitaan. Meskipun sekadar 1-5%, atau 10-50%, bahkan ada yang mainstream keadaan hidupnya adalah penderitaan. Derita dan sengsara pun berlapis-lapis, bertingkat-tingkat, berkadar-kadar. Berbeda tema dan kualitasnya. Berbeda daya tekan dan daya himpitnya.

Siapa di antara engkau yang merdeka dari derita dan ketakutan, maka Allah merahmatimu dan memasukkanmu ke dalam kategori Auliyaullah. Wali-wali Allah.

أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Syukur kepada Allah apabila ada di antara anak-anakku Jamaah Maiyah yang bersemayam di dalam golongan yang dijaga oleh Allah ini dari kesedihan, penderitaan, dan ketakutan.

Ingin kutegaskan bahwa aku sendiri, Simbah kalian, bukanlah warga Kaum Wali sehingga Allah mencerahkanku dengan kegembiraan dan keberanian menempuh kehidupan. Tanpa ada kesedihan, kesengsaraan, dan ketakutan atau kecemasan.

Aku, Simbah kalian, bukanlah hamba Allah dengan derajat tinggi dan mulia sebagaimana yang tergambar di firman-Nya. Simbah masih didera keperihan derita tiap siang dan malam. Simbah masih ditekan oleh rasa sengsara setiap waktu. Keadaan dunia dan ragam ummat manusia masih terus menerus melemparkan api derita dan racun sengsara kepada kehidupan Simbah.

Maka kalau kalian bertanya apa yang sebaiknya kalian lakukan kepada Simbah, jawaban spontan Simbah pasti satu hal: Tolong jangan tambahi derita Simbah. Tolong jangan timpakan lebih banyak kesengsaraan kepada Simbah. Apalagi kalian menyengsarakanku demi memperoleh keuntungan dan kegembiraan dari kesengsaraan Simbah. Tolong jangan melanggar hak-hak hidup Simbah, jangan mencuri hak milik Allah yang dititipkan kepada Simbah, apalagi lantas kalian bergembira dan tertawa-tawa karena memperoleh keuntungan ekonomi atau politik dari “membunuh” Simbah.

Apalagi kalian berpikir bahwa tidak akan menjadi masalah kalau kalian mendhalimi Simbah. Kalian menyangka bahwa Simbah adalah orang yang tidak mungkin marah, selalu memaafkan dan memaklumi apa saja kejahatan kalian kepada Simbah. Simbah selalu beriktikad mulia atas semua manusia, tidak mungkin mengutuk, tidak mungkin dendam, tidak mungkin nyepatani atau menyumpahi.

Kalian membesar-besarkan Simbah dari kekerdilannya. Kalian meninggi-ninggikan Simbah dari kerendahannya. Kalian tiap saat menggali dan mengambil keuntungan-keuntungan dari Simbah, dan kalian meyakini bahwa Simbah orang yang kuat, tidak mungkin marah atau menderita. Maka kalian tak hentu-henti mendhalimi Simbah, menyengsarakannya, merugikannya, dengan cara menghadir-hadirkan suara, wajah dan pikiran Simbah kapan saja kalian mau.

Kalian tidak pernah berpikir atau menyangka bahwa Simbah adalah orang yang lemah, manusia yang tidak berdaya. Sehingga kalian tiap hari boleh menginjak-injak hak dan martabatnya. Sehingga kalian boleh melanggar hak-hak Simbah, halal mencuri apa saja dari kehadiran Simbah di dunia.

Intinya, kalian terbalik. Kalian menyangka Simbah manusia kuat, padahal lemah. Kalian berkesimpulan Simbah orang yang perkasa, padahal tidak berdaya. Kalian menggambarkan di dalam diri kalian sendiri bahwa Simbah orang sakti, padahal Simbah hanyalah cacing kluget-kluget tanpa daya. Juga tidak ada perlindungan kepada Simbah dari kalian sendiri Jamaah Maiyah. Tidak ada sistem perlindungan dari negara, dari lembaga-lembaga informasi dan komunikasi dunia. Bahkan pun jangan menyangka bahwa Allah pasti melindungi Simbah. Allah Maha Mandiri dengan hidayah dan amr-Nya. Allah Maha Berdaulat dengan iradah dan qudrah-Nya. Dan itu membuat kalian semua merasa merdeka dan aman untuk berbuat sewiyah-wiyah, semena-mena, adigang adigung adiguna semau-mau kalian kepada Simbah.

Bahkan kalian meyakini bahwa firman Allah ini tidak berlaku khusus untuk penganiayaan eksistensial, kultural, psikologis, dan politis kalian kepada Simbah:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يُؤۡذُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ
فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمۡ عَذَابٗا مُّهِينٗا

Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.”

Demikianlah juga yang kehamparkan kepada anak-anak Mandar waktu itu. Bahwa manusia itu lemah dan tak berdaya. Orang Mandar terkenal pemberani dan punya sejarah kegagahan. Malam itu saya bukan semesta yang sebaliknya. Sampai akhirnya lebih 30 anak-anak muda itu menjadi pingsan satu demi satu, dan bersama Alisyahbana saya menangani proses menuju siumannya.

Jauh sebelum saya disakiti oleh Media, Negara, Netizen dan warga negara sejarah yang sekarang sangat beragam peluang akses dan kemerdekaannya, yang membuat masyarakat menjadi bosan oleh wajah saya, omongan dan suara saya, tanpa saya pernah berniat untuk mengirim atau memasukkannya — bersama KiaiKanjeng kami bikin lagu “Semau-maumu”, yang dinyanyikan oleh M. Zainul Arifin dan Nia Kurniawati:

Kalau memang itu maumu
Mencari bahagia dengan menuruti nafsu
Terserah kamu
Pandailah sendiri dan bodohlan sendiri
Kehidupan dan kematian
Keuntungan dan kerugian
Kau sendiri yang menentukan sesudah Tuhan
Ke utara atau ke selatan
Ke cahaya atau kegelapan
Kau sendiri yang mengambil keputusan
Buat apa kumengingatkan
Kalau Tuhan saja tiada engkau dengarkan
Silahkan jalan
Hebatlah sendiri dan konyollah sendiri
Kenikmatan dan kepuasan
Bukannya pada khayalan
Tapi di dalam sehatnya akal pikiran
Mencari rahasia Tuhan
Sejatinya kebahagiaan
Memijakkan kaki di bumi kenyataan
Lampiaskanlah semau-maumu
Hanyutkanlah diri sesuka-sukamu
Telanlah api dunia sekenyangmu
Tapi jangan sesalkan akan datang mautmu

Dalam lagu lain “Tak Kupintakan” juga saya bikin refrein dengan liriknya, untuk tema penderitaan yang sama:

Tak kupintakan
Kutukan baginya
Biarlah ia melangkah di jalannya
Engkau sendiri yang akan menentukan
Memberinya hukuman ataukah ampunan

Lainnya

Jadilah Sahabat Sejati Bagi Dirimu

Jadilah Sahabat Sejati Bagi Dirimu

Sahabat sejati adalah orang-orang yang setia bersama kita dalam jangka waktu yang panjang hingga usia tua.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

Topik