CakNun.com

Manifestasi Pintu Menuju Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad

Majelis Ilmu Gambang Syafaat Semarang edisi Milad ke-22, 25 Desember 2021
Mukhamad Khausar
Waktu baca ± 11 menit
Dok. Gambang Syafaat

Semua rumah umumnya memiliki pintu utama. Ada yang jumlahnya satu, dua, tiga, bahkan lebih. Pintu ini menjadi akses keluar-masuk penghuni rumah. Jika Allah berada di sebuah rumah besar bernama alam semesta, di manakah pintu untuk mencapai-Nya? Berapakah jumlah pintu yang tersedia? Apakah semua orang harus memilih pintu yang sama atau boleh berbeda untuk berjumpa dengan-Nya?

Majelis ilmu Maiyah Gambang Syafaat edisi 25 Desember 2021 mengusung tema, ‘Seribu Pintu Satu Rumahnya’. Pengambilan tema dilatarbelakangi pendapat Mbah Nun tentang kehidupan. Mengutip video di caknun.com, pada pelaksanaan sinau bareng di Simpul Maiyah Mocopat Syafaat tahun 2015, beliau mengatakan, “Kehidupan adalah sebuah ruangan kosong yang besar yang bulat. Ada pintu-pintu yang bermacam-macam. Kamu terserah mau pintu mana, mau tafsir yang mana. Asalkan kamu sungguh-sungguh melakukannya.”

Menurut beliau, setiap orang boleh menempuh jalan yang dipercaya untuk mencapai Allah. Setiap pintu memiliki perjalanannya masing-masing. Potensi melakukan kesalahan selalu ada di semua pintu yang dipilih. “Kebenarannya adalah pada kesungguhanmu untuk menuju kepada Allah,” tutup Mbah Nun.

Kang Hajir membuka prolog dengan mendalami tetralogi sifat Kanjeng Nabi Muhammad yang sering disampaikan Mbah Nun. Empat sifat yang dimaksud yaitu; shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Shiddiq artinya kesungguhan, serius atau tenanan. Sifat utama Kanjeng Nabi ini mencerminkan betapa gigihnya beliau dalam melakukan apapun. Kita diajarkan untuk senantiasa menekankan proses bukan hasil. Wilayah hasil menjadi hak prerogatif Allah. Jika seseorang hanya melihat hasil akhir, dia akan mengalami blunder bersikap. Dia akan merasa pesimis saat usahanya gagal dan berbangga diri jika usahanya berhasil. Menganggap effort yang dikeluarkan sebagai faktor terbesar dalam mencapai kesuksesan, bukan Allah.

Seseorang yang sudah melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, dia akan mudah dipercaya orang lain. Orang akan merasa aman dan yakin untuk mempercayakan sesuatu pada orang tersebut. Sifat kedua ini yang disebut amanah. Tahapan selanjutnya setelah seseorang dipercaya masyarakat, dia akan mempunyai kapasitas dan kapabilitas dalam menyampaikan sesuatu atau tabligh. Puncak sifat yang keempat adalah fathonah yang berarti kecerdasan.

Menyoroti tema, Kang Hajir menggambarkan Gambang Syafaat sebagai bentuk manifestasi seribu pintu tersebut, di mana rumah besarnya adalah Allah Swt. Jamaah Maiyah tentu sudah tidak asing dengan pemandangan penyelenggaraan sinau bareng di berbagai simpul Maiyah di nusantara maupun mancanegara. Baju warna-warni, penampilan bervariasi, agama atau kepercayaan beragam dan segala aspek perbedaan yang ada. Sebuah pola interaksi yang disadari atau tidak, telah menerapkan prinsip toleransi. Jamaah yang hadir sama-sama memiliki potensi untuk dicintai Allah.

Kang Ali yang menjadi moderator memberikan penguatan tentang keberagaman yang ada di Gambang Syafaat. Jamaah diminta mengamati orang-orang yang duduk di atas panggung. Masing-masing narasumber mengenakan setelan pakaian yang berbeda-beda. Cara penyampaian ucapannya pun sangat variatif.

Dok. Gambang Syafaat

Gambang Syafaat sendiri memiliki beberapa narasumber yang sering menemani jamaah. Pak Ilyas yang terkenal tegas, lugas, dan dibumbui candaan dalam menyampaikan pendapat. Pak Saratri dengan pembawaan yang tenang, runtut, dan akademis. Pak Hartono melalui ungkapan-ungkapan luwes khas seniman. Om Budi Maryono yang selalu merespons jamaah melalui pengandaian–pengandaian deskriptif tentang cerita sehari-hari. Gus Aniq yang selalu menyampaikan dalil-dalil dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits, cerminan budaya pondok pesantren. Belum lagi jika Gambang Syafaat kedatangan narasumber-narasumber lain dengan latar belakang bermacam-macam.

Sebuah pertanyaan muncul dari Kang Ali, “Bagaimana semua orang bisa melewati pintu yang banyak tersebut?”

Jika dibayangkan, misalnya ada sebuah rumah dengan seribu pintu dan ribuan orang ingin berkumpul ke dalam. Pasti ada kemungkinan orang-orang akan bertabrakan satu sama lain. Bagaimana caranya agar mereka tidak saling berselisih-paham? Jawabannya, harus searah dan terus memperhatikan arah. Jika setiap orang bertanggung jawab atas dirinya, selalu memperhatikan arah agar benar, maka peluang tabrakan bisa diminimalisasi. Output yang diharapkan, semua orang bisa berkumpul dalam rumah.

Di tengah diskusi, jamaah diberikan surprise dengan kehadiran Mbah Nun yang didampingi Bib Anis. Penggiat memang tidak melakukan pemberitahuan tentang kedatangan beliau kepada jamaah. Kehadiran Mbah Nun menjadi kado spesial untuk jamaah serta penggiat pada tasyakkur Milad Gambang Syafaat ke-22.

“Saya akan masuk melalui pintu Fajar. Pintu tidak harus ruang. Pintu bisa bermacam-macam,” ucap Mbah Nun mengawali sinau bareng.

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Kegembiraan Bersedekah Maiyah Kepada Indonesia

Kegembiraan Bersedekah Maiyah Kepada Indonesia

Musim penghujan baru menyapa menjelang bulan November, langit hari itu diselimuti mendung, para penggiat Kenduri Cinta menyiapkan pelaksanaan forum bulanan Kenduri Cinta di Pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) sejak siang hari.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta