CakNun.com

Manifestasi Pintu Menuju Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad

Majelis Ilmu Gambang Syafaat Semarang edisi Milad ke-22, 25 Desember 2021
Mukhamad Khausar
Waktu baca ± 11 menit
Dok. Gambang Syafaat

Beliau memberi contoh pengaplikasian kata pintu dengan ilmu. Sahabat Nabi Muhammad, Ali Bin Abi Thalib diberi gelar babul ‘ilmi atau pintunya ilmu. Mbah Nun mengulang pernyataan Ali bahwa untuk apa engkau memasuki pintu ilmu manapun, kalau engkau belum memasuki kota raya ilmu. “Siapa kota raya ilmu, itu?,” tanya Mbah Nun kepada jamaah.

“Kanjeng Nabi,” jawab jamaah kompak.

Sembari melihat tumpeng yang sudah disiapkan penggiat, Mbah Nun menjelaskan asal-usul tumpeng. Dulu namanya ambengan. Di era Kanjeng Sunan Kalijaga, ambengan dimodifikasi agar memuat nilai. Tiga jenis bunga wajib hadir yaitu; bunga mawar, bunga kenanga, dan bunga kantil.

“Kenapa bunga mawar? Sebab manungsa mawarna-mawarni, bermacam-macam,” tutur beliau.

Bunga kenanga mencerminkan tindakan manusia yang bebas. Kena ngana, kena ngene, kena ngono. Mencerminkan bahwa manusia diberi kedaulatan atau kebebasan oleh Allah untuk melakukan apa saja. “Tetapi tetap memiliki batasan, kantil dengan Allah dan Kanjeng Nabi. Kantil dengan sesama manusia,” tutup beliau. Bahkan Mbah Nun mendapatkan istilah baru yang lebih proporsional ketika di Kenduri Cinta yaitu dempet.

Jamaah kemudian diarahkan Mbah Nun menyelami penciptaan iblis. Kenapa iblis tidak mau bersujud kepada Nabi Adam? Iblis merasa lebih tinggi karena tercipta dari api, sedangkan Nabi Adam dari tanah. Dia hanya mau bersujud kepada Allah dan tidak mau bersujud kepada selain Allah. “Benar tidak, tindakan iblis tidak mau bersujud pada Nabi Adam?”

“Benar!,” timpal jamaah.

“Berarti kowe anggota iblis,” goda Mbah Nun diikuti tawa jamaah. “Api karo cahaya dhuwur, endi?,” Mbah Nun kembali bertanya.

Mayoritas jamaah menganggap api lebih tinggi dibandingkan cahaya. Mbah Nun menuturkan bahwa ada dua macam cahaya. “Cahaya yang berasal dari Allah langsung. Allāhu nụrus-samāwāti wal-arḍ maṡalu nụrihī kamisykātin fīhā miṣbāḥ, al-miṣbāḥu fī zujājah, hingga nanti sampai pada nurun ‘alā nur,” ucap Simbah mengutip Surat An-Nur ayat 35. “Ada juga cahaya dari produk pembakaran api.”

Mbah Nun mengajak jamaah untuk selalu mengharapkan cahaya yang datang dari Allah bukan cahaya dari iblis. Beliau berpendapat bahwa kerusakan manusia sudah dimulai dari era Renaissance atau era Pencerahan. Menurut beliau, itu bukan masa pencerahan melainkan masa penggelapan, yang mana muncul sikap sekularisme, hedonisme, kapitalisme, dan yang lain. Sejak industri 1.0, mulai banyak gejala yang menyebabkan Tuhan direbut dari manusia, manusia direbut dari Tuhan, dan manusia direbut dari manusia itu sendiri. Era yang akan menggantikan fungsi manusia dengan teknologi artifisial.

Media sosial menjadi salah satu produk dari kemajuan teknologi. Mbah Nun kembali mengingatkan jamaah untuk waspada, berdaulat, dan mengendalikan bukan dikendalikan teknologi. “Makanya sejak awal Anda tahu, saya tidak pernah masuk.” Mbah Nun menceritakan sudut pandangnya tentang perkembangan teknologi lebih jauh. Beliau hanya menggunakan teknologi misalnya; browsing untuk kebaikan dan kebermanfaatan. Simbah menceritakan kejahatan manusia melalui kecanggihan teknologi. Banyak tayangan di Youtube yang memanipulasi Mbah Nun. “Kalau ada 100 tayangan tentang Cak Nun, sekitar 60% bukan bikinan saya. Itu manipulasi,” tegas beliau.

Kandungan Tersembunyi Surat Al-Qadr Tumpeng di atas panggung yang telah dipersiapkan penggiat didoakan Mbah Nun. “Semoga sampai kapanpun Gambang Syafaat tetap ada. Mendapatkan rahmat dari Allah, mendapatkan berkah dari Allah, ijabah dari Allah. Selalu akan bersilaturahmi sampai ke akhirat.” Beliau menginstruksikan agar jamaah ikut berdoa dengan membaca surat Al-Qadr. Kenapa membaca surat Al-Qadr?

Beliau bertanya, “Menurut Anda, malam lailatul qadr hanya terjadi saat Ramadhan atau bisa terjadi kapan saja?”

“Hanya Ramadhan saja,” jawab jamaah.

Jare sopo kui?,” tanya Mbah Nun diikuti tawa jamaah. “Andaikan pun memang seperti itu, boleh ndak manusia mengganti hikmah yang lain dengan cara berpikir yang lain?”

Dok. Gambang Syafaat

Simbah melanjutkan dengan rangkaian berpikir yang sistematis. Salah satu jamaah diminta mempraktikkan gerakan shalat. Mbah Nun kembali melempar pertanyaan. Kenapa dari semua perpindahan gerakan shalat mengucapkan takbir; Allahu Akbar, sementara khusus untuk perpindahan dari ruku’ ke i’tidal mengucapkan Sami’ Allahu Liman Hamidah? Pasti ada makna, konteks, dan pemetaan dari Allah yang perlu dicari manusia.

“Nomor dua, ayat pertama Al-fatihah, apa?” Tidak berhenti, Mbah Nun melanjutkan dengan pertanyaan. “Kenapa mengucapkan alhamdulillahi rabbil alamin?” Beliau mengajak jamaah berpikir. Banyak respons beragam dari jamaah.

“Berarti sebelum Anda shalat, Anda harus berupaya menghimpun hal- lhal yang membuat Anda bersyukur kepada Allah. Betul tidak?,” imbuh Mbah Nun. “Setiap saat Anda harus terus-menerus mengumpulkan data-data, informasi, dan pengalaman-pengalaman empiris. Sehingga ketika Anda shalat, Anda berada pada situasi terbaik untuk menjalankan shalat.”

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Kegembiraan Bersedekah Maiyah Kepada Indonesia

Kegembiraan Bersedekah Maiyah Kepada Indonesia

Musim penghujan baru menyapa menjelang bulan November, langit hari itu diselimuti mendung, para penggiat Kenduri Cinta menyiapkan pelaksanaan forum bulanan Kenduri Cinta di Pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) sejak siang hari.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta