CakNun.com
Kebon (165 dari 241)

Mana Mungkin Aku Pelakunya

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 3 menit
Foto dan Ilustrasi oleh Adin (Dok. Progress).

Ratusan kejadian, mungkin ribuan peristiwa, tak terhitung jumlah orang bertemu saya dalam mimpinya, “menuduh” saya melakukan ini-itu, yang baik maupun yang buruk, yang menyenangkan maupun menyusahkan. Sudah lama saya minta ke sekitar saya di Kadipiro untuk mencatat dan mendokumentasikannya, tetapi memang mustahil mengcover semuanya.

Saya agak gugup menuliskan ini karena terdesak oleh keperluan untuk mengatakan bahwa pelaku semua itu bukanlah saya. Saya tidak mungkin mampu melakukan apa saja yang Allah tidak menganugerahiku kemampuan untuk melakukannya. Saya berlindung kepada Allah dari rasa takabbur untuk menganggap bahwa banyak hal itu adalah jasa saya, reputasi saya, kehebatan saya.

Apalagi sampai mengkontaminasi Anda semua bahwa itulah “karomah kewalian” saya. Apalagi sampai saya mengisukan bahwa itulah tanda-tanda dari sanad frekuensi dari Kanjeng Nabi Muhammad Saw yang sampai ke momentum saya. Kemudian saya tambahkan purbasangka yang saya sengaja: itu semua hanya mungkin terjadi karena saya adalah seorang Sayyid sekaligus Syarif. Sebab bertemunya koordinat nasab sejarah antara Kanjeng Nabi dengan saya tidak hanya melalui satu garis atau jalur tunggal. Kan ada Habib yang Sayyid karena jalur Sayidina Hasan bin Ali. Ada Habib yang Syarif karena lewat jalur Sayidina Husein bin Ali.

Saya berlindung kepada Allah dari ammarah bir-riya`, dorongan-dorongan untuk gemedhe dari dalam jiwa saya sendiri, yang menciptakan, mengarang-ngarang halusinasi untuk saya pasarkan sehingga masyarakat tidak hanya menghormati dan takut kepada saya, tapi juga kagum kepada karomah dan kesaktian saya.

Jangankan Bu Tappa dan Abu Bakar dan peristiwa-peristiwa lainnya yang secara ilmiah berposisi “syubhat”. Sedangkan coba kau rasakan detak jantungmu, aliran darahmu, bahkan saat-saat ketika engkau merasa ingin buang air kecil atau besar: siapakah subjeknya? Engkaukah yang mendetakkan jantungmu? Engkau sendirikah yang menidurkanmu kemudian membangunkanmu? Bisakah engkau merancang garis batas antara sadar menuju tidak sadar kemudian tidur pada jam sekian, menit dan detik kesekian, kemudian kau program bangunmu pada jam menit dan detik kesekian?

فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ رَمَىٰ
وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Ada Jamaah Maiyah yang bermimpi ketemu saya sesekali, ada yang beberapa kali, ada yang berkala setiap minggu atau bulan, ada yang terus-menerus selama sekian tahun. Dalam mimpi itu bahkan saya mengajarinya untuk bisa terbang. Lainnya, “Mbah disini saya ingin bercerita, Saya pernah mengalami mimpi bahwasannya Mbah Nun punya Pondok pesantren di atas langit namanya Langitan dan saya sebagai murid dari Pondok tersebut. bahkan sampai detik ini saya masih sebagai murid dari Pondok tersebut. Di pondok itu Simbah mengajarkan begitu banyak ilmu untuk supaya dekat dengan Gusti Allah dan Kanjeng Nabi. dan masih ingat betul dalam mimpi saya, Mbah Nun mengajarkan dateng kulo tentang keyakinan”.

Tidak ada yang spesifik atau istimewa dari muatan mimpi itu termasuk yang katanya saya ajarkan kepadanya. Yang penting bagi saya adalah bahwa itu bukan saya pelakunya. Saya tidak punya kemampuan sakti untuk memasuki mimpi seseorang. Bahkan Nabi Musa pun tidak punya kemampuan untuk membelah laut, Nabi Muhammad tidak punya kemampuan untuk membelah rembulan. Nabi Sulaiman tidak punya kemampuan untuk merekrut pegawai dari kalangan Jin dan Setan.

وَحُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُودُهُ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ
وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ

Dan dihimpunkan oleh Allah untuk Sulaiman tentaranya dari Jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib dalam barisan.”

وَمِنَ الشَّيَاطِينِ مَن يَغُوصُونَ لَهُ
وَيَعْمَلُونَ عَمَلًا دُونَ ذَٰلِكَ
وَكُنَّا لَهُمْ حَافِظِينَ

Dan Kami telah tundukkan pula kepada Sulaiman segolongan syaitan-syaitan yang menyelam ke dalam laut untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain daripada itu, dan adalah Kami memelihara mereka itu.”

فَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ أَنِ اضْرِب بِّعَصَاكَ الْبَحْرَ
فَانفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ

Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.

Semua peristiwa ajaib yang lazim disebut mukjizat itu pelakunya bukanlah Nabi Sulaiman dan Nabi Musa, melainkan Allah sendiri. Allahlah “The Main Subject”, “The Primary Subject”.

Jadi kalau sesekali di Maiyahan saya mengancam: “Kalau kamu tidak berhenti upload-upload video Simbah untuk adudomba, manipulasi atau eksploitasi politik, nanti saya masuki mimpi kalian, atau rumah kalian saya tiupi condhobhairowo lho…” — demi Allah itu yang soal memasuki mimpi dan meniupkan angin yang memabukkan: itu hanya ekspresi keakraban dan kemesraan – meskipun yang soal adudomba dan manipulasi itu sungguh-sungguh merupakan keprihatinan Simbah.

Lainnya

Tak Usah Kau Minta Maaf

Tak Usah Kau Minta Maaf

Siapa sajakah dalam pemahaman berdasarkan pengalaman hidup kita “golongan yang berbondong-bondong menuju neraka, ila jahannama zumaro” sementara ada “golongan lain yang berduyun-duyun ke gerbang sorga, ilal jannati zumaro”?

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

Topik