Maiyah Menemaniku di Perantauan
Tak terasa satu tahun berlalu. Kampung halaman kini tak terasa begitu saya rindukan seperti tahun-tahun sebelumnya, ketika pertama kalinya saya merantau. “Di mana pun kamu berada jadikan setiap tempat adalah kampung halamanmu. Nggak usah cengeng lah untuk hal-hal begitu.” Mungkin kurang lebih seperti itu kalimat penuh arti dan energi yang saya dengar dari Mbah Nun melalui YouTube ketika diliputi rasa bimbang menjelang kepergian meninggalkan kampung halaman.
Bermodal Bismillah saya pun memutuskan untuk pergi meninggalkan Balikpapan menuju Tanjung Tabalong. Di perantauan hari-hari berlalu penuh kejutan. Lagi-lagi benar kata Mbah Nun, “Siapa bersungguh-sungguh dan bersabar serta terus menerus menebar kebaikan akan Allah beri jalan.” Saat ini itulah yang saya rasakan. Entah, bagaimana caranya pada detik ketika saya menulis ini. Kekhawatiran serta ketakutan-ketakutan saya di awal bisa teratasi. Bukan berarti tanpa halang dan rintangan. Namun, dari kesulitan-kesulitan dan rintangan yang ada saya seperti mendapatkan pembelajaran-pembelajaran yang berarti dan penuh makna. Yang paling membekas adalah tentang kesungguhan dan kepasrahan. Bagaimana Maiyah menghibur diri saya saat sedang lelah menjalani hari dan kepasrahan pada apapun kehendak yang Allah ingini.
Dalam prosesnya tentu tidak mudah. Ambil salah satunya. Mengenai rindu, tentu tak sepenuhnya hilang begitu saja. Senyum dan kehangatan keluarga kerap kali terbesit dalam lamunan di sela kesibukan. Tetapi, lagi-lagi saya belajar untuk mengelola itu. Bagaimana meskipun tak bertemu, cinta kasih erat terjalin serta saling mendoakan agar selalu di beri rahmat dan dilindungi-Nya selalu.
Terimakasih Maiyah atas bekalnya.
Tanjung Tabalong, September 2021.