KKO (Kangen, Kerasan, Otentik)
Usai dari silaturahmi ke Blokagung pada Rabu 20 Oktober 2021, Cak Dil (Adil Amrullah) saya tawari barangkali tidak keburu pulang ke Malang, untuk mampir sebentar ke Lingkar Maiyah Rampak Osing Banyuwangi.
Alhamdulillah, beliau oke. Kami pun tancap ke jalan Mliwis No 29 Sawahan tepatnya di belakang SMK Telekomunikasi Genteng yang merupakan “tempat tinggal” Rampak Osing.
Beberapa orang dikontak jika sempat untuk merapat. Alhamdulillah secara spontan sekitar 20 orang merapat. Kami maiyahan sekenanya dan seadanya.
Saya kasih prolog singkat saja. Bahwa Cak Dil inilah yang menginisiasi adanya pengajian Padhangmbulan di Jombang yang diasuh oleh kakak beliau, Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) dan Cak Fuad (Ahmad Fuad Effendy) hingga sekarang.
Kemudian langsung saya persilakan Cak Dil. Beliau mengisahkan awal mula Padhangmbulan hingga Maiyah yang kini beranak-pinak kemana-mana.
Yang menarik, Cak Dil menyampaikan, Maiyah itu sederhana saja. Terangkum dalam 3 huruf, yaitu KKO.
K pertama Kangen. K kedua Kerasan. O-nya Otentik. “Intinya itu saja,” kata Cak Dil.
“Kalau tidak saling kangen,” lanjut Cak Dil, “berarti masih belum Maiyahan. Apalagi kalau tidak krasan atau tidak betah. Isinya tukaran thok, misalnya. Kemudian otentik. Yakni apa adanya. Tidak dibuat-buat.”
Ketika ada yang tanya mengenai akar Maiyah itu apa? Cak Dil merespons bahwa maiyah itu pohon yang tidak hanya akar.
Cak Dil mengajak untuk memahami fungsi pohon sebagaimana fungsi Maiyah. Yakni sebagai resapan atas berbagai fenomena derasnya air hujan agar tidak terjadi banjir sosial.
Mulai banjir informasi yang terkadang sulit dicermati kebenarannya, hingga banjir kecemasan yang melanda kehidupan bermasyarakat.
“Resapan air itu,” terang Cak Dil, “hendaknya menjadi sesuatu yang jernih kembali dengan adanya pohon Maiyah ini.”
Silaturahmi singkat dan mendadak yang dimulai setelah maghrib dan selesai menjelang isya’ ini sangat begitu cespleng, simpel, serta praktis sekali.
Terimakasih, Cak Dil.
Banyuwangi, 21 Oktober 2021