CakNun.com
Kebon (237 dari 241)

Kebon Jannatunna’im

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 4 menit
Foto: Adin (Dok. Progress)

Karena yang diuar-uarkan di banyak media kebanyakan adalah Emha karangan masyarakat, buzzer, netizen dan para penganut Agama Purbasangka, bukan Ainun Nadjib yang diciptakan dan diperjalankan oleh Allah dan yang ia sendiri mengkhalifahi dirinya. Karena Emha itu faktanya disangka-sangka, dikira-kira, diduga-duga, diaran-arani, dikanibali, diedit, dipotong, dan dipenggal-penggal. Karena Emha yang berwajah Islam itu Emhanya maupun Islamnya banyak hasil gagal paham hingga fitnah.

Maka akhirnya di semua tulisan Kebon ini saya sekalian menunjukkan bahwa saya memang memilih Islam. Bahwa Islam adalah hidup saya. Islam adalah Pesantren saya. Islam adalah Sekolahan saya. Islam adalah Langgar mengaji saya. Islam adalah rumah di dalam jiwa saya dengan Allah sebagai Sohibul Baitnya. Bahwa Islam adalah “profesi” saya. Islam adalah padang pengembaraan dan cakrawala saya. Bahwa memang Al-Qur`an adalah referensi utama atau bahkan satu-satunya referensi saya. Tidak ada fragmen di sebelah manapun dari buku Kebon ini yang mengekspresikan pikiran saya yang tidak saya posisikan dalam inter-relasi dan dialektis dengan firman-firman Allah.

Kebon adalah jannah. Bahkan kuikhtiari menuju kubangun menjadi jannatunna’im, sebagai satu-satunya kemungkinan dan pilihan hidup saya.

Kebon jannatu ‘adnin tajri min tahtihal anharu khalidina fiha abada. Kebon sorga yang matriksnya, ekosistem, dan metabolismenya mentransformasikan segala keburukan yang menimpa saya menjadi kebaikan. Kebon yang segala fitnah, manipulasi, dan eksploitasi yang ditimpakan kepada saya menjelma berkah. Kebon yang segala kebohongan dan pembohongan yang menyangkut-nyangkutkan eksistensi saya, mewujud jadi eskalasi cinta dan dinamika kemesraan antara saya dengan Allah.

Maka saya tidak mengeluhkan segala duka derita selama hidup di lingkungan kedunguan dunia yang penghuninya adalah kaum “dhaluman jahula”. Saya mempersilakan siapa saja di antara penduduk dunia agar jangan berhenti menyebarkan kebohongan yang menyangkut saya. Jangan berhenti mengedit-edit fitnah. Jangan berhenti membanting apa yang seharusnya dijunjung, dan menjunjung apa yang seharusnya dibuang. Jangan segan-segan memilih yang seharusnya tidak dipilih, dan tidak memilih apa yang seharusnya dipilih. Jangan stop memfokuskan apa saja yang seharusnya dipinggirkan, dan meminggirkan apa yang seharusnya difokuskan. Jangan berhenti menungkir-balikkan afdhaliyah dan aqdamiyah nilai-nilai kehidupan. Jangan berhenti mempertahankan penghidupan dengan mengais-ngais keuntungan dari segala rekayasa fitnah kepada saya. Jangan berhenti. Jangan stop. Lanjutkan membangun Negerimu dengan Universitas Dholuman Jahula-mu.

وَإِذَا سَمِعُواْ ٱللَّغۡوَ أَعۡرَضُواْ عَنۡهُ وَقَالُواْ لَنَآ أَعۡمَٰلُنَا وَلَكُمۡ أَعۡمَٰلُكُمۡ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡ لَا نَبۡتَغِي ٱلۡجَٰهِلِينَ

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.”

Makanlah uang penghasilan dari kebohonganmu. Lahapilah upah dari kecemasan hidupmu atas rizqi Tuhan. Untalen. Leg-legen. Krakotono gaji sporadis dari upload dan sebaran hoaxmu.

إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ تَعَالى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ

Apabila Anda melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah.”

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.”

Apakah kau pikir engkau adalah Allah subhanahu wata’ala yang bisa menyusun bangunan dan alur nasibku? Apakah kau menyangka engkau adalah Maha Boss-nya Malaikat Izrail yang engkau bisa perintahkan untuk membunuhku? Mencabut nyawa dari jasadku? Membunuh karakterku? Membunuh pencitraan duniawiku? Membunuh segala sesuatu yang kuhidupkan atas tuntunan Al-Muhyi selama setengah abad lebih?

Saya tidak pernah segelombang dengan Golongan Takfiry. Saya tidak pernah menuding-nuding siapapun saja dengan kalim “Kafir!”, senyata apapun realitasnya. Saya selalu menghadirkan keluasan pandangan bahwa kekufuran seseorang tidak bisa dibatasi hanya pada identitas formal dan administratifnya. Kufur yang membuat manusia berposisi Kafir bisa terjadi atau terletak pada dimensi perilakunya, akhlaqnya, kulturnya, pola berpikirnya, praktik keberpihakannya atau dimensi-dimensi lain yang sangat luas. Saya bersama Jamaah Maiyah selalu memelihara diri di koordinat “bilhikmah wal mau’idlatil hasanah”. Kita tidak gampang-gampang nyonthong mengkafirkan orang karena ada perspektif silaturahmi sesama manusia dan “rahmatan lil’alamin”.

Sebaliknya juga kita tidak terseret untuk menyama-nyamakan Islam dengan lain-lainnya mentang-mentang sedang mengurusi kerukunan antar ummat beragama. Kita tidak terjerembab ke jumbleng kebodohan dengan mengatakan bahwa semua agama itu sama. Secara sosial, kita mengikat diri pada etika dan menjamin tidak akan menyakiti siapapun. Tetapi ke dalam diri kita masing-masing kita bersiteguh tentang garis batas tegas antara kemusliman dengan kekafiran. Kalau aku bersikap sopan santun dan berkata lembut kepadamu, tidak berarti aku menyepakati perilaku dan tindakan-tindakanmu. Di kandungan akal pikiran dan jiwaku Muslim adalah Muslim, Kafir adalah Kafir.

Kalau siapa dan bagaimana engkau sudah jelas dan tegas di dalam pemetaan akal pikiranku, maka kupatuhi anjuran Allah Swt:

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ سَوَآءٌ عَلَيۡهِمۡ ءَأَنذَرۡتَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تُنذِرۡهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.“

Jadi aku tidak menindakmu. Aku tidak mengkritik atau mengingatkanmu. Aku bahkan mempersilakanmu terus melakukan pembohongan dan pendholiman kepadaku. Sebagaimana Allah sendiri mempersilahkan siapa saja:

وَقُلِ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَن شَآءَ فَلۡيُؤۡمِن وَمَن شَآءَ فَلۡيَكۡفُرۡۚ

Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.“

Bahkan di dalam peta penafsiran ayat ini:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآئِمٖۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”

Saya tidak memahami “a’izzah ‘alal kafirin” sebagaimana terjemahan di atas. A’izzah adalah plural dari ‘aziz. Allah menyatakan bahwa Rasulullah Muhammad Saw. adalah pribadi agung yang “’azizun ‘alaihi ma ‘anittum”. Berat hati beliau merasakan penderitaanmu. Maka “a’izzah ‘alal kafirin” saya pahami sebagai “rasa tidak tega kepada kekufurannya”.

Saya juga tidak tega kepada kalian semua yang mencelakakan saya. Karena akibat yang akan kalian alami sudah dipastikan oleh hukum Allah.

فَمَا جَزَآءُ مَن يَفۡعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ إِلَّا خِزۡيٞ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلۡعَذَابِۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ

Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”

Betapa mungkin hatiku tega kepada nasibmu.

Lainnya

Exit mobile version