Jiwa Sakinah
Maka Iman, Islam, Ihsan, Taqwa, dan Tawakkal, dengan aktivasi kontinu Sabar dan Shalat, adalah kunci atau pintu gerbang yang kau ambil dalam keadaan apapun saja. Senang atau sedih. Jaya atau hancur. Sukses atau ambyar. Bahagia atau sengsara. Aman atau terancam. Tenang atau cemas.
Itu pun sabar dan shalat saja. Titik. Tidak usah diteruskan dengan kata “supaya”. Andaikan masih ingin membuat anak kalimat berikutnya, pilih kata “semoga” atau “mudah-mudahan”. Di dua kata terakhir itu alamat syariat manusia, kampung syariat, thariqat dan makrifat manusia.
Kalau engkau menyampaikan nilai-nilai Islam kepada anak-anakmu, murid-muridmu atau siapa saja, hindarkan manthiq atau prinsip logika pemahaman yang tidak tepat dan menjebak. Anak-anakmu akan menyaksikan dalam hidupnya nanti banyak orang yang tidak mendapatkan akibat dari perbuatannya. Ada orang yang akhlaqnya baik, taat beribadah, kerja tekun, tapi ditimpa kesialan terus-menerus dan tidak pernah berhasil kaya. Ada lainnya yang jahat dan kurang serius berIslam tetapi sukses, keluarganya oke, kariernya lancar dan kaya raya.
Kalau manthiq-nya tidak diproporsikan secara tepat, nanti anakmu akan berpikir bahwa Tuhan tidak adil. Ada desa-desa yang penduduknya baik-baik dan taat beragama, hancur lebur oleh gempa atau jenis bencana alam lain. Sementara Jakarta yang belepotan kemunkaran dan kedhaliman selamat-selamat saja. Pesawat Garuda kecelakaan waktu mendarat kurang benar pengaturan kecepatan landing-speed-nya runaway bandara Yogya, ada yang mati terbakar, lainnya selamat bisa lompat turun dari pesawat yang terbakar api.
Jaga anakmu jangan tergesa-gesa menyimpulkan bahwa yang mati adalah para pendosa, dan yang selamat adalah mereka yang alim saleh. Sebab dibiarkan hidup lebih lama bisa bermakna “Tuhan membiarkannya bikin lebih banyak dosa dan ditunggu di neraka”. Sementara yang meninggal dibisiki Malaikat: “Kau direbut oleh Allah dari kotoran kehidupan manusia di bumi, karena Allah mencintaimu dan mempercepat kesucianmu di keharibaan-Nya”.
Tak terbatas penafsiran, pemaknaan atau penghikmahan yang bisa diambil dari peristiwa apapun saja di dunia, yang baik ataupun buruk, yang menyenangkan atau yang bikin duka, yang kau sukai atau yang kau benci. Jadi berapa skor pertandingan hidup di dunia yang kau ikut dalam kesebelasanmu? Baru ada hitungan pasti nanti kalau dunia sudah berakhir dan akhirat dimulai. Jadi kalau berdakwah jangan menakut-nakuti ummat, tapi juga jangan memberi harapan palsu, yang mereka sangka akan mereka peroleh dalam hidup di dunia. Padahal itu baru akan nyata nanti di akhirat.
Maiyah yang sangat menenangkan, sumringah dan membahagiakan, jangan membuatmu “GR” dalam konteks apapun. Pertama, karena Maiyah bukanlah prestasi saya dan kita. Maiyah adalah hadiah dari Allah 100%. Kalau aku mempertahankan Iman, Taqwa, Tawakkal, Ihsan, Islam melawan beribu tantangan di Menturo, Gontor hingga Yogya – alasannya bukan meminta balas jasa. Argumentasinya tidak transaksional. Beriman ya beriman saja. Berislam, berihsan, bertaqwa, bertawakkal, sabar dan shalat, ya lakukan dan setiai. Langkah terjauh hanyalah menikmati itu semua selama di dunia sebagai hal yang membuatmu tenang, “tathmainnul qulub”. Membuatmu merasakan keindahan sejatinya Allah.
50 tahun lebih saya berkesenian di Yogya: juga sangat dahsyat Ashobiyah-nya. Kebencian dan permusuhan antar golongan seniman, Utara dan Selatan, Islam dan Nasrani. Selama saya di Yogya tidak pernah memusuhi siapapun atau golongan apapun, tetapi saya dimusuhi, dipermusuhkan, dipertengkarkan dengan mereka dinisbahkan seakan-akan saya memusuhi mereka atau mereka memusuhi saya. Bahkan Ashobiyah kalangan seniman budayawan Yogya itu berlangsung sampai mempengaruhi pelaksanaan ketidakadilan Vaksin Covid-19 hari-hari barusan.
Kehidupan dunia ini sangat penuh masalah. Tetapi sepanjang kau madhep mantep dengan Iman, Islam, Ihsan, Taqwa, dan Tawakkal, tanpa pamrih, tanpa konsep transaksi, tanpa mindset minta gaji, pahala atau balasan — maka masalah-masalah itu tidak akan mengalahkanmu. Kedengkian dan penganiayaan tidak membuatmu berhenti memperjuangkan kemurnian dan kebenaran. Kedengkian dan ketidakadilan tidak akan membuatmu menyerah angkat tangan dan berhenti memperjuangkan semua yang wajib kau perjuangkan.
Atau pilih satu saja di antara Iman atau Islam atau Ihsan atau Taqwa atau Tawakkal. Sebab setiap satu dari lima itu membawamu ke keseluruhan dari kelima-limanya. Sebagaimana Tombo Ati, yang anak-anakku Jamaah Maiyah sudah nglothok semuanya. Pilih Moco Qur`an sakmanane ya ok. Milih shalat wengi lakonono oke. Atau Wong kang soleh kumpulono. Atau Wetengiro ingkang luwe. Atau Dzikir wengi ingkang suwe. Karena manthiq, logika dan asosiasi intelektualmu akan membawa semua titik itu bersambung dan saling mempersyaratkan satu sama lain. Itulah salah satu keindahan narasi Islam.
Itulah Jiwa Sakinah. Di situlah seharusnya kau semua menancapkan kehidupanmu, men-sakinah-kan nasibmu. Di tonggak utama nilai hidup itulah engkau settling down dirimu. Di dalam Al+Qur`an ada sakinah natural atau pengelolaan settle down natural. Ada juga settling down untuk manusia. Kau adalah sekaligus alam dan manusia.
Untuk klausul alam kata kerja “litaskunu” oleh Allah disambung dengan “fi”. Untuk makhluk dinamis yang bernama manusia Allah menyambungkannya dengan kata sambung “ila”. Karena manusia dikasih potensi oleh Allah untuk berjuang dan mengubah dirinya dan keadaan lingkungannya. Demikianlah dinamika perjuangan sakinah pada manusia, dari soal pernikahan dan keluarga, hingga masyarakat dan Negara.
هُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلَّيۡلَ لِتَسۡكُنُواْ فِيهِ وَٱلنَّهَارَ مُبۡصِرًاۚ
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَسۡمَعُونَ
“Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan menjadikan siang terang benderang supaya kamu mencari karunia Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mendengar.”
وَمِن رَّحۡمَتِهِۦ جَعَلَ لَكُمُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ لِتَسۡكُنُواْ فِيهِ
وَلِتَبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِهِۦ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya pada siang hari dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.”
Anak-anakku Maiyah mengerti ada siang malam alam, ada siang malam kebudayaan, ada siang malam perjuanganmu sendiri, ada siang malam dengan konteks dan spektrum waktu yang bisa berbeda-beda.
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا
وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
ٱللَّهُ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلَّيۡلَ لِتَسۡكُنُواْ فِيهِ وَٱلنَّهَارَ مُبۡصِرًاۚ
إِنَّ ٱللَّهَ لَذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشۡكُرُونَ
“Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”
Tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. Karena ilmu-ilmu dan pengetahuan di dunia itu sendiri mindset-nya dalah Ashobiyah. Bersyukur kalau dapat rejeki atau dikasih Allah hal-hal yang menyenangkan. Mengeluh dan minta ampun hanya kalau dihajar oleh Allah. Di Maiyah semua berlaku untuk semua. Setiap berlaku untuk semua. Semua berlaku untuk setiap. Itulah makna sejati Tauhid yang menancapkan jiwa sakinah dalan jiwa manusia sehingga ia tenang dan tenteram bersama Allah dalam segala keadaan.
Dulu saya sangat kagum kepada teknologi digital terutama dalam hal keperluan pendokumentasian dan pelestarian muatan sejarah. Di Iowa, Amerika Serikat, 1981, ketika belum ada Internet, saya terkagum-kagum menemukan puisi saya yang dulu sekadar saya baca di sebuah acara lokal kecil di Kotagede, tersimpan di micro-film di Perpustakaan Universitas itu.
Itu membuat saya sangat optimistik terhadap masa depan ummat manusia di dunia. Saya mengalami kenikmatan sistem dan teknologi silaturahmi. Silah adalah perhubungan. Rahmi adalah kasih sayang. Kelak tatkala teknologi internet dan Medsos merambah ke seantero bumi, saya ber-husnud-dzon bahwa itu sangat berfungsi mengefektifkan dan memperlebar ruang perhubungan kasih sayang antar manusia sedunia.
Hanya saja, peradaban manusia tidak bisa selamat kalau dijalankan dengan hukum rimba. Kehidupan manusia ini bukan hutan belantara yang berisi hewan-hewan liar, buas, dan garang. Apalagi hukum rimba itu idiom yang tidak tepat juga. Kalau di hutan rimba, tidak ada hukum. Yang punya akal pikiran untuk melahirkan dan menegakkan hukum hanya manusia. Hewan-hewan di rimba ikut “sunnatullah”. Di-remote langsung oleh staf-stafnya Allah.
Umpamanya kau mengalami bahwa ternyata teknologi media yang saya sangat mensyukuri itu kemudian berkembang menjadi “rimba kebrutalan manusia”. Hutan yang memberi kemudahan dan memanjakan kekejaman manusia. Jawabanmu sedehana saja: aktivasi Iman, Islam, Ihsan, Taqwa, dan Tawakkal. Kalau kau ajeg-kan Sabar dan Shalat, maka jawabanmu bersahaja: Jiwa Sakinah.
Dalam sejarah, berlangsung transformasi dari hutan ke atau menjadi kebun, sawah, dan taman. Tetapi bisa jadi kau mengalami hutan belantara yang muatannya jauh lebih kejam dari kebuasan binatang, karena faktanya manusia lebih buas dan kejam dibanding binatang. Jawabanmu tetap: Iman, Islam, Ihsan, Taqwa, dan Tawakkal. Garis besar hidupmu adalah Jiwa Sakinah.
Setiap kebun, taman atau sawah perlu ada galengan atau pagarnya.
Teknologi informasi dan komunikasi memerlukan dan memang punya galengan dan pagar-pagar, tetapi belum mencukupi atau memadai untuk melindungi peradaban kemanusiaan. Yang teraktivasi dalam lingkup semesta komunikasi ummat manusia malah banyak hal-hal yang sebaliknya. Bukan Silaturahmi, persambungan kasih sayang, tetapi disinformasi, diskomunikasi, komplikasi gagal paham dan salah paham, yang berujung kebencian dan permusuhan.
Setiap konten yang akan diinformasikan atau dikomunikasikan selalu dibiaskan, dimanipulasi, dibesar-besarkan, diriya`-riya`kan, disombong-sombongkan, didramatisir, diumuk-umukkan, dilebih-lebihkan. Sehingga barang aslinya menjadi bangkai.
Semakin banyak di antara ummat manusia abad 21 yang bertumbuh subur menjadi “makhluk pemakan bangkai”. Allah mengistilahkannya “memakan daging saudaramu sendiri”:
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا
فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ
“Adakah seorang di sntara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah kau bangkaikan? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
Jawabanmu tetap sedehana saja: aktivasi Iman, Islam, Ihsan, Taqwa, dan Tawakkal. Kuda-kudamu: Sabar dan Shalat. Jurusmu: Jiwa Sakinah.