CakNun.com
Workshop Penulisan Novel SastraLiman, Rumah Maiyah, 5 Juli 2021

Imajinasi dan Pikiran Logis Secara Bersamaan

Rony K. Pratama
Waktu baca ± 2 menit

Menulis novel punya teknik tertentu. Budi Sardjono dan R. Toto Sugiharto membagikan rahasia dapur proses kreatifnya. Langgam pemaparan materi serta kiat penulisan novel di antara keduanya memiliki seutas benang merah

Belajar menulis novel bukan hanya milik kawula muda. Di workshop penulisan novel Senin (05/07) kemarin dalam rangka forum SastraLiman Majalah Sastra Sabana, pesertanya justru para kawula sepuh. Antusiasme memang tak berbatas usia. Seni penulisan, terlebih novel, dapat dikerjakan siapa saja. Namun, tunggu dulu. Masih terdapat prasyaratnya.

Ketekunan, teknik pengaryaan, daya imajinasi, dan logika cerita harus menjadi modal utama. Tanpa semua itu calon penulis novel akan tersengal-sengal. Bak sebuah karya seni, penulisan novel juga punya teknik khusus. Semacam pedoman “pertukangan” yang akan membantu calon penulis sungguh-sungguh menjalankan seni penulisan.

“Dalam hal menggunakan imajinasi dan/atau pikiran logis, bagaimana dengan menulis novel atau cerita fiksi? Menulis novel atau karya fiksi boleh jadi, substansinya mirip, mendayagunakan imajinasi dan pikiran logis secara bersamaan,” ujar Pak Toto mengawali paparannya.

Dua narasumber, Budi Sardjono dan R. Toto Sugiharto, pendamping penulisan novel di SastraLiman, membagi rahasia resep dapur produktivitasnya selama ini. Sembari mengisahkan proses kreatif masing-masing, keduanya juga menyiapkan materi tertulis. Pak Toto menyiapkan bahan diskusi bertajuk Dunia Cerita: Imajinasi, Pikiran Logis, dan Siasatnya sedangkan Pak Budi menulis Langkah-Langkah Mudah Menulis Novel.

Langgam pemaparan materi serta kiat penulisan novel di antara keduanya memiliki seutas benang merah. Langkah pertama, bayangkan terlebih dahulu calon pembacanya. Apakah anak, remaja, atau orang dewasa. Pertimbangan itu juga bisa dibagi berdasarkan latar belakang profesinya. Pijakan ini penting bagi pemilihan kosakata novel yang hendak disusun. Keterbacaan merupakan salah satu kiat novel menemui calon pembacanya.

Tahap berikutnya, menurut Pak Toto, memutuskan akan mengisahkan apa novel itu. Bagi pengarang novel berjudul 0 Kilometer (2014) ini cerita dinilainya sebagai sistem tanda yang berfungsi alat komunikasi. Medium cerita karenanya bahasa. “Namun, bukan hanya kata, frasa, dan kalimat. Tapi sistem tanda yang luas dan abstrak,” ucapnya. Keluasan itu meliputi bahasa isyarat, simbol, maupun morse. Ketiganya itu dapat didayagunakan dalam cerita. Novel akan lebih kaya bila mengoptimalkan elemen-elemen tersebut.

Teknis penulisan dalam novel antara lain diwujudkan lewat bahasa kias. Novel yang baik, imbuh Pak Toto, memakai prinsip gaya bahasa seperti metafora, simile, personifikasi, dan lain sebagainya. Di sinilah letak pembeda antara karya sastra dan tulisan faktual. Optimalisasi tulisan, dengan kata lain, prasyarat mutlak dalam penulisan novel. Termasuk invensi, kebaruan yang ditawarkan kepada pembaca.

Sementara itu, penulis novel biasanya tetap kokoh melakoni kegiatan riset. Penelitian membuat hasil cerita di dalam novel semakin kuat serta luas wawasannya. Pak Budi meneladankan laku riset ke dalam proses kereatifnya selama ini. “Mulailah melakukan riset, baik secara kepustakaan atau datang ke TKP (setting cerita). Lakukan pengamatan sampai mendetail. Lakukan wawancara kepada orang-orang yang berkaitan dengan tema/topik yang sudah dipilih,” terangnya.

Penulis baru biasanya kikuk menjalani tahap demikian. Bagi Pak Budi, justru kekuatan novel terletak pada pengolahan fakta menjadi fiksi. Jika takut maka ia sudah membatasi imajinasinya sendiri. “Biarkan imajinasi berkembang bebas. Nanti ada waktu untuk melakukan editing,” ujarnya.

Tak luput pula pengarang novel Pray Layar ing Kali Code (2011) itu berpesan. Jangan terburu-buru menuangkan dalam bentuk tulisan. Ia menyebutnya sebagai virus yang sering membuat penulis macet di tengah jalan. Mematangkan konsep di dalam pikiran menjadi kunci. “Jangan malas membuat catatan demi catatan. Jangan malu minta pendapat/pertimbangan orang lain yang paham akan pekerjaanmu (menulis novel),” tandasnya.

Lainnya