CakNun.com

Hubbud Dunya, Textbook Minded

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 3 menit
Image by 愚木混株 Cdd20 from Pixabay

Ketika saya mengunggah suatu materi (gambar) lengkap dengan captionnya, yaitu “Semoga lahir dengan selamat, jadi anak saleh dan engga matre”, maka kemudian muncul beragam reaksi. Mulai yang paling sederhana dengan merespons: ‘Aamin’. Ada pula yang membahasnya dengan detail.

Namun, ada satu komentar atas unggahan itu dari kawan lama SMA, namanya Inung, yang menulis ‘weh dongane apik, matre = hubbud dunya, fitnah gede kuwi’ , demikian tulisnya. (Doa yang bagus. Matre = hubbud dunya: cinta dunia; fitnah besar itu).

Bukan tanpa maksud saya menulis caption tersebut. Fenomena di sekitar saya, dan bahkan saya sendiri masih sarat dengan hubbud dunya.

Dalam hal material, hubbud dunya adalah sangat mencintai dunia. Menurut sahabat saya, Inung, itu adalah pengejawantahan matre. Ada cowok matre, ada cewek matre. Sukanya ngemall, belanja sesuatu berdasarkan keininginan (want, nafs) bukan kebutuhan (need, haajiyat), ngafe, nongkrong kurang jelas. Rasanya benar kata teman saya, setan dan iblis sekarang tidak bermukim di pohon-pohon besar, di kolong jembatan maupun di tempat yang angker, tetapi mereka berada di dalam tempat-tempat mewah: mall, club, kafe dan tempat sejenis. Godaan terbesar saat ini adalah di tempat itu. Dan banyak di antara kita yang menjadi bagian yang tergoda itu.

Dalam hal dunia yang saya geluti pun hubbud dunya sangat dominan. Saya mengartikan hubbud dunya dengan pola pikir yang sangat textbook minded dan sering meninggalkan “unsur” Tuhan.

Kira-kira seperti ini contohnya. Dalam hal mengupayakan penyembuhan pasien banyak di antara ‘kita’ sangat berpijak kepada sesuatu yang sangat textbook. Sangat mengikuti pola berpikir ‘ilmiah’ menurut disiplin ilmu kedokteran (Barat) yang kita geluti. Itu memang seharusnya begitu, tetapi sering dengan meninggalkan Sang Pencipta alam semesta ini. Padahal sumber ilmu, sumber pengetahuan dan sang Maha Penyembuh hanya Dia yang satu. Tidak ada yang lain.

Namun sayangnya banyak di antara ‘kita’ yeng terjebak dalam pola pikir ‘ilmiah’ tadi. Dengan (sedikit/banyak) melupakan Tuhan sang Maha.

Segala sesuatu dipaksakan agar masuk dalam pola ‘ilmiah’ tadi. Sepertinya jarang sekali dokter yang dalam upaya penyembuhannya nyangoni pasien dengan selalu mengingat sang Pencipta, nyangoni do’a… jarang itu! Hubbud dunya di dunia saya.

Saya mendapat ‘peringatan’ dari salah seorang pasien, tak perlu disebut namanya. Dia sangat bersemangat untuk sembuh. Segala macam cara diupayakan, ya obat, ya madu ya herbal dan lain lain. Anaknya pemalu, tak banyak ngomong.

Suatu pagi saya visit, saya menghampirinya, dia sedang duduk di pinggir bed.

“Selamat pagi, Cah bagus,” sapa saya. Dan seperti biasa dia hanya terdiam dan senyum saja.

“Sarapan apa pagi ini?,” lanjut saya.

Kembali diam saja dan ibunya yang menimpali.

“Padahal kalau di rumah banyak cerita dan menanyakan Dokter Eddot, lho, ” kata ibunya.

Saya senyum dan sambil memperhatikan Cah bagus itu.

Tiba-tiba dia mengambil sesuatu dari balik bantal. Sebuah amplop kecil putih dan di-ulung-kan kepada saya. Saya kaget dan bertanya “Apa ini? Untuk saya?”

Yang menjawab ibunya, ‘Injih Dok, ini sudah disiapkan sejak dari rumah, mau menghadiahi khusus untuk Dokter Eddot.”

Saya kaget.

“Boleh saya buka?”

Si anak mengangguk.

Saya buka pelan, dan di situ adalah sebuah buku yang sangat kecil yang berjudul al-Ma’tsurat ditulis oleh Hasan Al-Banna. Sebuah kumpulan doa dan dzikir dari Nabi Muhammad Saw.

Saya buka pelan, saya mendapatkan sepucuk tulisan dari si bocah: ‘Doain aku yaa…, dibaca yaa, Agar selalu dilindungi Allah’.

Saya tertegun agak lama. Ada sesuatu yang mau jatuh dari mata ini. Saya tahan agar tak meleleh.

Di era hubud dunia ini saya justru di-‘slentik’ oleh pasien saya. Eh bukan, dia bukan pasien, dia guru saya. Bahkan dia adalah malaikat yang diutus Allah untuk ndandani saya. Untuk menyapu dan menggosok jiwa saya! Allahu Akbar.

Semoga kita selalu tidak lupa menggosok dan membersihkan jiwa kita. “Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman).” (QS. Al-A’la: 14).

Lainnya

Exit mobile version