CakNun.com
Kebon (124 dari 241)

Hijrah di Keluasan Maiyah

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 4 menit
Foto dan Ilustrasi oleh Adin (Dok. Progress).

Cinta diterapkan dengan beribu cara untuk tetap menegakkan dan mewujudkannya. Cintaku kepada Indonesia kuijtihadi tanpa henti agar beristiqamah sebagai cinta. Andaikan pada suatu momentum karena sesuatu hal cintaku menjelma jadi kekecewaan, kemudian patah hati dan akhirnya kebencian, tetap kugali butiran-butiran ‘aqiq cinta di lubuk tambang kebencian itu.

Menjalani hidup, apalagi dengan mengaplikasikan cinta, adalah kesiap-siagaan berhijrah tanpa henti. Hijrah bisa berupa pergeseran. Bisa perubahan. Bahkan bisa pembalikan, sepanjang tidak kehilangan ruh sejatinya. Seorang Ibu memarahi anaknya atau Negara menghukum warganya dengan bentuk seolah-olah itu amarah dan bukan cinta. Tetapi di Maiyah kita menyadari karakter dinamika itu dan tetap mempertahankan cinta, atau minimal menemukan kembali cinta.

Demikian pulalah kepada Indonesia.

وَشَدَدۡنَا مُلۡكَهُۥ وَءَاتَيۡنَٰهُ ٱلۡحِكۡمَةَ وَفَصۡلَ ٱلۡخِطَابِ

Dan Kami kuatkan kedaulatannya dan Kami berikan kepadanya kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.”

Betapa dahsyatnya konten firman ini.

وَمَن يُهَاجِرۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُرَٰغَمٗا كَثِيرٗا
وَسَعَةٗۚ وَمَن يَخۡرُجۡ مِنۢ بَيۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ
ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Sangat jelas dan eksplisit tuntunan Allah di ayat-Nya ini.

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ
أُوْلَٰٓئِكَ يَرۡجُونَ رَحۡمَتَ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَفَّىٰهُمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ ظَالِمِيٓ أَنفُسِهِمۡ قَالُواْ فِيمَ كُنتُمۡۖ
قَالُواْ كُنَّا مُسۡتَضۡعَفِينَ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ قَالُوٓاْ أَلَمۡ تَكُنۡ أَرۡضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٗ
فَتُهَاجِرُواْ فِيهَاۚ فَأُوْلَٰٓئِكَ مَأۡوَىٰهُمۡ جَهَنَّمُۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: Dalam keadaan bagaimana kamu ini? Mereka menjawab: Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri yang kami semayami. Para malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu? Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Betapa tak terbatas luasnya kemungkinan bumi Allah yang Ia hamparkan. Bukan sekadar bumi hutan dan laut. Tapi juga bumi pengetahuan. Bumi ilmu dan metodologi. Bumi keniscayaan dan fenomenologi. Bumi ketersediaan bahan baku dan cadangan-cadangan yang bisa dikreatifi dan dieksplorasi.

Luasnya bumi bermakna lebih luas dari luasnya bumi itu sendiri. Ia bisa dimaknai sebagai luasnya kemungkinan. Luasnya cara. Luasnya metode. Luasnya tarekat dan kaifiyah. Luasnya balaghah. Luasnya penyikapan. Luasnya alternatif.

Kalau keadaan mempersempit, kita bisa mencari keluasan di luarnya. Kalau Negara dan masyarakat hanya bisa menerima satu dua hal saja, kita bisa menemukan seribu hal untuk ditransformasikan menjadi berbentuk satu dua hal itu. Kalau Indonesia tidak bisa dikritik, marah kalau dikasih cermin di depan wajahnya, atau tersinggung dan salah paham atas ekspresi apa saja dari kita, maka kita berhijrah di keluasan semsta ilmu Maiyah. Kita tidak keberatan untuk memujinya, tidak berkurang apapun dari diri kita untuk menjunjung Indonesia. Kita bisa pakai prinsip “Dalang Ora Kurang Lakon”.

Apa yang beberapa kali kutulis itu merupakan formula hijrah. Hijrah bisa dari tempat ke tempat. Dari nilai ke nilai. Dari cara ke cara. Dari iman ke iman. Atau dari apapun saja. Hijrah bermakna semuanya. Tidak hanya orang pindah agama ke Islam. Bahkan penjual bakso menghijrahkan bakso ke pembeli dan pembeli menghijrahkan uang ke tukang bakso. Hijrah juga bisa bermakna pergeseran dari satu koordinat budaya ke koordinat berikutnya. Atau apapun saja.

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Wahai Engkau yang membolak-balik hati manusia, teguhkan hatiku menancapkan kesetiaan cinta kepada-Mu.”

Ada perbedaan mendasar dan substansial antara berubah untuk menghasilkan hipokrisi, kemunafikan atau plintat-plintut. Dengan berubah dalam arti hijrah, metodologis dan strategis.

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami menyimpang kepada kesesatan, setelah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Karunia.”

Kalau anak-anakku Maiyah terlalu terpenjara oleh kebiasaan berpikir statis dan linier, mungkin bisa gagal paham membaca beberapa tulisanku terakhir kemarin. Kalau anak-anakku terjebak oleh cara pandang yang pijakannya adalah kepentingan subjektif, mungkin akan meleset perolehan konteks, “murad” atau “maqshud”. Tidak bisa memahami beda antara “hemat” dengan ‘pelit”, antara “istiqamah” dengan “kepala batu”, antara “pujian” dengan “bombongan” atau beribu-ribu kemungkinan lagi.

Jamaah Maiyah sudah membuktikan diri selama waktu yang memadai bahwa mereka bukan bagian dari suatu masyarakat yang hatinya dikuasai oleh gumpalan nafsu, egosentrisme keberpihakan atas satu sisi kekuasaan, serta keterpenjaraan oleh suatu kepentingan subjektif dan primordial. Jamaah Maiyah sudah membuktikan kefanaan pamrihnya, kejernihan sikap ilmunya, serta kepercayaan universalnya terhadap kebenaran Allah Swt.

Jamaah Maiyah bukan bagian dari suatu masyarakat yang otaknya dipenuhi oleh api kepentingan, bara kekuasaan dan bakteri-bakteri pamrih yang merusak nasionalisme, persatuan, dan kesatuan manusia dan bangsa.

وَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡۚ لَوۡ أَنفَقۡتَ مَا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا
مَّآ أَلَّفۡتَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ أَلَّفَ بَيۡنَهُمۡۚ إِنَّهُۥ عَزِيزٌ حَكِيمٞ

Dan Allah Yang mempersatukan hati mereka. Walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.”

Bukan. Jamaah Maiyah bukanlah perusak-perusak Negara dan Bangsa semacam itu. Jamaah Maiyah bukan pencuri tanah airnya untuk kepentingan subjektif yang dinisbahkan sebagai kepentingan universal. Para Maling milenial yang mengklaim kepentingan golongan sebagai kepentingan nasional.

وَرَبَطۡنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ إِذۡ قَامُواْ فَقَالُواْ رَبُّنَا رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ
لَن نَّدۡعُوَاْ مِن دُونِهِۦٓ إِلَٰهٗاۖ لَّقَدۡ قُلۡنَآ إِذٗا شَطَطًا

Dan Kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.”

Lainnya

Ciumlah Tangan Indonesia

Ciumlah Tangan Indonesia

Selama Teater Dinasti aktif, 1976-1983, tidak pernah mementaskan produk-produk dari luar negeri.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

Topik