Hasbunallah dan Keajaiban “Update”
Serius tapi guyon, guyon tapi serius. Musyawarah bersama teman-teman Omah Padhangmbulan penuh gelak tawa namun tidak kehilangan inti pembahasan. Tagline utamanya tidak berubah: jangan lupa bahagia. Rowahu Mas Pram.
Minggu pagi di Pendopo DeDurian Park desa Segunung Wonosalam Jombang, kami melingkar. Tidak untuk acara Maiyahan melainkan menuntaskan agenda pembahasan menata shaf khidmah kepada Pengajian Padhangmbulan Mentoro Sumobito.
Di tengah mendung menggantung, dingin merangkul, gerimis yang entah sampai kapan akan lunas, hadir teman-teman, di antaranya Cak Atem, yang selalu update. Cak Iksan, penjaga gawang keamanan. Cak Jambul, yang bermurah hati menyuguhkan durian khas Wonosalam. Mbah Wul, yang tekun melayani divisi merchandise. Mas Pram, yang ajeg mengomando. Lek Ham, yang merangkum ide dan gagasan. Saya hadir sebagai penggembira.
Sering kali saya ditanya, “Mengapa ikut Pengajian Padhangmbulan?” Jawaban saya selalu sama, “Ya untuk ikut Pengajian Padhangmbulan.”
Jawaban itu berlaku untuk pertanyaan serupa, “Mengapa repot-repot aktif di Omah Padhangmbulan?” Jawaban saya, “Saya tidak merasa repot apalagi direpoti pamrih yang remeh temeh.” Lalu saya menjelaskan secara panjang dan lebar apa itu pamrih remeh temeh sehingga ia tidak bertanya lagi karena pusing kepalanya memahami penjelasan yang sengaja saya bikin rumit.
Apa-apa kok ditanyakan apa motivasinya, apa tujuannya, apa manfaatnya, berapa labanya, sedikit atau banyak untungnya. Agak susah memang menyuguhkan nikmat manisnya gula kepala orang diabetes.
Pokoknya, radliitu billaahi rabba. Saya ridla Allah sebagai Rabb, Pengasuh, Pengayom, Pendidik. Kemudian mari memelihara keyakinan hasbunallah. Keajaiban akan datang. Ajaib di sini bukan peristiwa yang aneh-aneh apalagi tiba-tiba kita bisa terbang lalu hinggap di atas pucuk daun.
Ajaib adalah ketika teman-teman Omah Padhangmbulan bisa menikmati durian khas Wonosalam atas kemurahan hati Cak Jambul. Ajaib adalah ketika orang merasa susah dalam penjara pikirannya sendiri karena tidak punya uang sementara kita bebas merdeka menikmati kegembiraan yang tumbuh dari dalam.
Ajaib adalah ketika Cak Atem, “pakar komunikasi”, menjelaskan bahwa “update” itu kalau dieja secara lisan adalah “ap” itu berdiri, “det” itu mati. Jadi “ap-det” itu mati berdiri alias mati ngadek. “Mangkane wong sak iki senengane apdet!” selorohnya.
Ajaib adalah ketika saya bertanya kepada Mak Katiyam, pemilik warung kopi di sebelah DeDurian Park, “Pripun kabare?” Ia menjawab dengan suaranya yang renyah, “Alhamdulillah, yang penting sehat. Urusan duit nomor pitulikur.” Lalu ia tertawa bahagia—benar-benar bahagia.
Ajaib adalah ketika datang ke rumah saya lima anak muda lalu mengobrol dan berbagi pengalaman hingga dini hari, tidak ada merasa pintar atau merasa bodoh, lalu Allah bermurah hati memberikan kami percikan-percikan kesadaran yang lebih sublim dan mendasar.
Ayolah, kawan, hidup demikian luas, penuh dinamika sekaligus keajaiban. Pada konteks ini sikap kita adalah memegang komitmen terhadap segala kebaikan yang dikerjakan secara bijaksana.
Waktu tidak berjalan secara linier, melainkan melingkar pada ke-kini-an. Kehidupan model tiga dimensi yang linier akan sangat-sangat sulit memandang, mengerti, memahami, bahkan juga menjalani kehidupan model lima dimensi. Sebaliknya, kehidupan model lima dimensi dapat menyaksikan laku kehidupan model tiga dimensi lengkap dengan keculasan, kesempitan, dan kepicikannya.
Maka jangan heran ketika Mbah Nun menyatakan Maiyah itu tidak tampak. Maiyah itu gelombang. Teman-teman Omah Padhangmbulan, jamaah Pengajian Padhangmbulan dan para sedulur Maiyah bergerak dalam gelombang itu.
Beribu hamba-Mu bernyanyi rindu
Bergerak menari bagai gelombang
Sepi mereka karena dipinggirkan
Oleh kezaliman kekuasaan dan kesombongan
Suara mereka merobek langit
Bergolak sunyi mereka semua
Waktu berhenti, alam menanti
Tuhan kekasih akan mengakhiri
Lirik lagu “Padhangmbulan”
Hasbunallah wani’mal wakiil...
Segunung Wonosalam, 28 November 2021