Hari-Hari yang Mesti Kita Jalani
Setiap menjelang bulan Ramadhan tiba, hiruk pikuk media, termasuk media massa berbagai bentuk, menawarkan paket acara mereka yang berhubungan atau dihubungkan dengan puasa. Yang sebenarnya malah tidak berhubungan dengan esensi puasa itu sendiri.
Coba bayangkan, mulai dari produk obat sakit maag yang menjamin kelancaran puasa, vitamin-vitamin yang akan memperkuat daya tahan selama puasa, iklan odol yang menjamin mulut tak berbau, sampai makanan-makanan untuk hidangan berbuka puasa, mulai dari kurma dengan berbagai kualitas, sirup, biskuit, bahkan sampai pada sarung dan sajadah untuk menunjang ibadah shalat Tarawih. Lho kok hanya shalat Tarawih yang difasilitasi? Yang diutamakan? Yang diistimewakan.
Sampai akhirnya televisi-televisi menawarkan acara-acara mereka dengan para selebritis yang mendadak memakai jilbab, sebagai host maupun sebagai pengisi acaranya. Baik itu acara sahur bersama, menjelang sahur, dan sampai makan sahur pun ditemani oleh hiruk-pikuk selebritis pengisi acara televisi.
Bahkan melalui WA pun banjir tawaran untuk berbelanja Kurma, berbelanja Qur’an ataupun Juz ‘Amma yang (katanya) gampang dihapalin. Saya enggak tahu darimana mereka tahu nomer HP saya. Demikianlah banjir iklan barang-barang yang itu menjadi komoditas empuk menjelang dan selama bulan Ramadhan.
Apakah dengan demikian puasa kita terjamin kelancarannya? Bukankah puasa itu sebenarnya adalah hari-hari yang mesti kita jalani, sebagaimana pernah dahulu Ibunda Halimah berpesan kepada Cak Nun, ‘Nak kamu itu sehari-harinya sudah berpuasa’.
Demikianlah penggalan kalimat yang saya ingat ketika Cak Nun menceritakan satu episode pulang kampungnya ke desa Menturo, pada suatu hari di bulan Ramadhan.
Lalu Mas Helmi Progress, me-WA saya, “Jangan lupa tulisannya, Mas….”
“Duh, tulisan apa?,” jawab saya.
“Puasa dan kesehatan.”
Singkat, tapi banyak hal di benak saya yang akan saya tulis.
“Siap Mas, hari ini saya tulis!”
Dari awal tulisan ini tentang membanjirnya iklan komoditas yang dihubungkan dengan bulan Ramadhan, apakah akan menjamin kita puasa dengan sehat? Atau puasa kita bisa menyehatkan kita?
Sedangkan arti puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya (QS: Al-Baqarah 183 dan QS: Maryam 26). Lalu menahan diri terhadap apa? Agar ‘menahan-diri’ nya dengan sehat, atau dengan menahan diri kita jadi sehat?
(bersambung)