Gerhana Maiyah
Sempat beberapa hari lalu salah satu teman dari Bangbangwetan bertanya, “Sampeyan ora pingin nulis gawe miladnya Simbah utawa tentang Kiai Muzammil?”. Dalam hati saya, tiada kata yang dapat mewakili rasa terimakasih baik kepada Mbah Nun atau Kiai Muzammil. Semua tidak dapat terwakili dengan tulisan. Utang rasa yang diberikan sampai hari di mana kami harus merasakan suka-duka dalam waktu yang sama. Kecuali hening.
Tadi malam tiba-tiba keinginan mengungkapkan rasa syukur dan utang rasa memuncak setelah mengingat ungkapan Mbah Nun kurang lebih seperti ini “Meskipun kita tidak mengungkapkan, apakah Allah tidak mengetahui apa yang kita inginkan? Tapi mengapa kita harus mengungkapkan permohonan kita ? Ini adalah akhlak kita kepada Allah”. Tulisan ini bentuk akhlak saya kepada Allah, kepada guru, kepada Kiai, kepada Jamaah Maiyah dan juga ucapan syukur atas diperkenankannya saya bermuwajahah dalam ikatan maiyah.
Milad Mbah Nun di majelis masyarakat Padhangmbulan selalu diungkapkan dengan rasa syukur yang luar biasa oleh Jamaah Maiyah. Namun pada tanggal 26 Mei 2021 ada hal yang tidak biasa dari malam atau tahun-tahun sebelumnya, yakni peristiwa Gerhana Bulan Total (Super Blood Moon). Saya beberapa kali memandangi gerhana bulan yang sedang terjadi. Dalam batin saya mengatakan “momen ini sepertinya tidak akan pernah saya lupakan, Padhangmbulan di hari milad Simbah serta dibarengi gerhana bulan”.
Tidak ada hal yang luput dari rencana Allah. Sinau Bareng pada malam itu terjadi dengan penuh kehangatan, kegembiraan, rasa syukur, serta keintiman bersama Allah dan Rasulullah. Di akhir acara ditutup Mbah Nun dengan penyampaian pesan kepada jamaah “Ojo kagetan, ojo nggumunan, ojo dumeh. Tetep iling lan waspada”. Insya allah dalam dua tiga bulan akan ada kejutan yang datang kerumah kalian masing-masing. Innama amruhu idza aroda syai-an ay yaqula lahu kun fayakun”, semua jamaah menirukan kemudian acara ditutup.
Beberapa jam seusai acara ditutup saya mendengar kabar bahwa Kiai Muzammil kembali keharibaan Allah Swt. Saya benar-benar linglung seperti masih tidak mempercayai kabar tersebut namun lantas teringat dengan kalimat terakhir Mbah Nun untuk tidak kagetan, nggumunan, dumeh, tetep iling lan waspada. Seolah-olah Allah langsung menguji jamaah Maiyah apakah kagetan, nggumunan dan dumeh sebagai manusia? Sedang hati saya benar-benar bertanya apa hikmah di sebalik ini ? Bertubi-tubi dalam satu tahun terakhir setelah Bunda Cammana, Syaikh Nursamad Kamba, Mbah Umbu Landu Paranggi dan sekarang Kiai Muzammil. Apakah gerhana hari itu adalah puncak gerhana maiyah? Apa hikmah yang bisa saya petik atas kejadian ini?
Rasa campur-aduk kehilangan jasadiyah guru, marja’ Maiyah membuat saya berpikir dan meyakini suatu hal. Keterpisahan jasad bukan berarti beliau meninggalkan kita, mungkin bisa jadi beliau sedang melanjutkan tugasnya di mana tidak dapat dilakukan jika masih terikat dengan jasadiyah. Wallahu a’lam bish shawab. Dalam surat Al-Baqarah ayat 154 Allah berfirman,
وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌ ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ
Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.
Saya akan selalu berprasangka baik kepada rencana Allah. Jika memang beliau-beliau sedang berjuang di tempat yang berbeda, dan kita masih diberi tugas di dunia. Maka sebaik-baik tugas adalah tugas yang dilaksanakan dengan baik. Jika gerhana bulan pada hari itu adalah simbol gerhana Maiyah, maka purnama yang lebih panjang merupakan nubuwwah. Dan Maiyah harus siap-bersiap menyongsong purnama yang lebih panjang.
Semoga limpahan berkah, kesehatan, serta bimbingan Allah untuk Mbah Nun dan marja’ Maiyah untuk bisa mendampingi semua Jamaah Maiyah. Aamin
Surabaya, 02 Juni 2021