CakNun.com

Empat Cara Menerobos Kebuntuan

Mustofa W. Hasyim
Waktu baca ± 2 menit
Photo by Steve Johnson on Unsplash

Dalam kondisi politik, ekonomi, budaya, hukum, dan sosial mengalami semacam kebuntuan yang diperlukan adalah keberanian. Keberanian untuk mengembangkan ide dan imajinasi disertai niat kuat untuk menerobos kebuntuan. Kebuntuan itu bisa berwujud ketidakpastian masa depan, kejumudan berpikir dan penolakan terhadap perubahan gradual atau perubahan drastis.

Kebuntuan itu dapat berwujud adanya tabir misterius yang seperti tidak tampak adanya tetapi terasa menghadang adanya. Seperti ada tembok, semacam mental blok yang bekerja otomatis di tengah masyarakat. Ini biasanya membuat bingung, frustrasi, apatis pada sebagian orang, tetapi justru menguatkan militansi untuk melakukan perubahan pada sebagian orang yang lain. Adanya tembok dan kebuntuan itu justru mempersubur semangat juang.

Nah, bagi orang yang memiliki mentalitas pendaki gunung, berapapun tinggi gunung pasti bisa didaki. Ia ingin melampaui puncak gunung, termasuk puncak gunung kesulitan apapun.

Intinya adalah bagaimana melampaui puncak hambatan, puncak gunung, puncak tembok dan puncak kebuntuan.

Cara paling klasik adalah dengan mendaki, walau gunung atau penghalang ini berbentuk tebing terjal dengan garis kemiringan mendekati sembilan puluh derajat. Kan sudah ada ilmu dan teknologi memanjat tebing yang biasa dipergunakan oleh pendaki dan pasukan komando?

Mendaki adalah cara paling klasik yang memungkinkan orang melampaui puncak pembatas Itu. Ini merupakan cara pertama.

Cara kedua adalah dengan membuat pesawat terbang untuk melampaui tembok pembatas atau bahkan gunung yang tinggi sekali pun. Diperlukan daya angkat dan daya angkut yang kuat pada pesawat ini. Tentu instrumen terbang ini memerlukan stok energi yang banyak.

Sekarang ada yang lebih praktis, hemat energi dan hemat risiko, yaitu dengan menerbangkan mata kita, panca indera kita, pikiran dan kesadaran kita dengan menggunakan pesawat drone. Pesawat tanpa awak tetapi penuh alat pengintai bahkan kalau perlu membawa senjata ide untuk menaklukkan musuh di balik gunung.

Cara keempat adalah dengan menggali dan membuat tunnel atau terowongan di bawah permukaan tanah. Terowongan ini memungkinkan gerakan bawah tanah menjadi efektif untuk menerobos tembok atau kebuntuan itu. Tentu terowongan yang efektif memiliki tingkat rahasia lokasi, rahasia struktur dan infrastruktur terowongan dan tingkat kedap suara yang prima. Kekuatan terowongan memang terletak pada kegaibannya, bukan pada kesyahadahannya.

Nah selama berpuluh tahun mengikuti dan menjalani pengajian Maiyah sebenarnya empat alternatif untuk menerobos kebuntuan itu telah dikenalkan. Mungkin dengan bahasa yang sama mungkin dengan bahasa yang berbeda, mengandung sandi beberapa persen. Jadi bagi yang punya keberanian untuk menerobos kebuntuan dapat memilih salah satu diantara kemungkinan teknis dan taktis di atas.

Jadi pada mulanya adalah keberanian dan keberanian melahirkan niat serta semangat untuk membangun imajinasi upaya penerobosan itu.

Yogyakarta, 22 Mei 2021

Mustofa W. Hasyim
Penulis puisi, cerpen, novel, esai, laporan, resensi, naskah drama, cerita anak-anak, dan tulisan humor sejak 70an. Aktif di Persada Studi Klub Malioboro. Pernah bekerja sebagai wartawan. Anggota Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah DIY. Ketua Majelis Ilmu Nahdlatul Muhammadiyin.
Bagikan:

Lainnya

Membaca Surat dari Tuhan (1)

Membaca Surat dari Tuhan (1)

Saya bukan orang yang rajin sekali membaca kitab suci. Sebab saya selalu tertatih-tatih atau tersendat gara-gara saya pernah belajar bahasa Arab dan ilmu tafsir elementer.

Mustofa W. Hasyim
Mustofa W.H.
Meng-Allah Menghadapi Wabah

Meng-Allah Menghadapi Wabah

Wabah di balik gemerlapnya modernitas zaman yang harus diwaspadai pada konteks kekinian agaknya bukan hanya penyakit menular, melainkan juga yang bernama “ketakutan”.

Iman Budhi Santosa
Iman B.S.
Exit mobile version