CakNun.com

Deg-Deg Ser Menjelang Terbit

Rachmad Rudiyanto
Waktu baca ± 4 menit

Sejak meneguhkan diri menjadi pelayan Maiyah, rasanya amr kali ini untuk mempersiapkan pencetakan Mushaf Al-Qur`an Tadabbur Maiyah Padhangmbulan saya rasakan sesuatu yang paling membikin hati deg-deg ser.

Entah sebab apa, biasanya sih dalam bertugas bisa bergerak tenang dan santai. Sejak menemani korban lumpur dlsb, tak pernah hati dan perasaan selalu semriwing deg-deg ser seperti ketika mempersiapkan terbitnya mushaf Maiyah kali ini.

Sebab utamanya, saya menduga ada beberapa hal. Pertama mungkin karena mushaf yang akan diterbitkan oleh Rumah Maiyah Al-Manhal ini adalah satu tanda pencetus zaman baru di dunia permushafan maupun dunia kajian Al-Qur`an. Saya tidak GR menyebut ini. Insyaallah demikianlah keaadannya.

Mushaf Al-Qur`an yang insyaallah akan segera di-launching ini adalah satu-satunya di dunia — ya di dunia! — yang disertai oleh kajian atas maksud suatu ayat atau firman Allah dengan pendekatan tadabbur. Teman-teman boleh cek, rerata terbitan mushaf di seluruh dunia adalah cetakan mushaf berdiri sendiri, mushaf disertai terjemahan atau mushaf disertai tafsir. Belum ada mushaf Al-qur`an terbitan manapun yang dilampiri dengan kajian tadabburnya.

Lebih istimewa lagi bagi kita jamaah Maiyah, karena tadabbur yang menyertai mushaf Al-Qur`an ini ditulis oleh dua Marja` Maiyah kita. Silakan dibaca lagi tulisan dan ditonton video-video di caknun.com yang menerangkan betapa tadabbur adalah jalan tengah terbaik untuk menjadikan Al-Qur`an sumber segala solusi.

Mundur ke.belakang sedikit, awalnya saya usulkan kepada Cak Fuad yang mendapat hibah master mushaf Al-qur`an dari seorang sahabatnya, bolehkah jika dalam satu penerbitan mushaf Al-Qur`an dijilid disertakan juga tulisan tadabbur beliau dan Cak Nun, bukan tafsir atau terjemahan seperti biasa kita jumpai? Ternyata jawaban Cak Fuad sangat melegakan; tidak ada masalah baik secara aturan keilmuan maupun fiqh.

Terbayang bahwa ilmu yang diwedar oleh Cak Fuad dan Cak Nun di pengajian Padhangmbulan sejak awal — yaitu secara tandem mengupas suatu ayat; Cak Fuad biasanya dari sisi keilmuan maksud dan tata bahasa disertai pengertian tafsir umum lalu dilanjut Cak Nun mengurai makna ayat tersebut secara inheren dengan situasi sosial masyarakat — akan terkodifikasi secara fisik dalam bundel jilid Mushaf Al-Quran Tadabbur Maiyah Padhangmbulan.

Saya pribadi yang kurang intelek dengan IQ pas-pasan dan daya ingat lemah, merasa akan mendapat banyak manfaat dengan adanya mushaf Al-Qur`an berbonus kajian tadabbur. Karena jangankan ngaji tafsir, baca tafsir saja rasanya sudah pusing memahami bahasanya.

Saya yang termasuk kaum malas nderes baca Al-Qur`an, kayaknya bisa terpancing akan lebih sering nderes. Awalnya bukan karena pingin nderes, tapi karena mau membaca tadabbur Maiyah. Tapi masak membaca tadabbur sudah kadung ambil wudhu ambil mushaf ini tidak nderes satu dua ayat sekalian. Demikian juga sebaliknya. Mungkin pas Ramadhan di mana biasanya semangat-semangatnya nderes Al-Qur`an, masak tidak membaca mendalami tadabburnya lagi.

Maka mushaf Maiyah ini saya bayangkan nantinya akan lebih sering diambil dari rak penyimpanannya untuk dibaca daripada mushaf-mushaf Al-Qur`an milik teman-teman yang ada dirumah. Bahkan jika kelak wakaf Mushaf Al-Qur`an ini mulai rata tersebar di masjid-masjid kampus, kampung maupun perkotaan, saya yakin keberadaannya akan menjadi pengalaman sendiri bagi jamaah yang kebetulan mengambil mushaf Maiyah untuk nderes di masjid, karena sekaligus akan dibawa menyelami lautan tadabbur yang mencerahkan.

Dengan bayangan manfaat yang wah seperti itu, tak luput menjadi sebab selanjutnya perasaan selalu deg-deg ser dalam menyiapkan penerbitannya. Sebab kedua ini sebab teknis; meski saya punya pengalaman di urusan percetakan, ini mencetak Al-Qur`an hal yang beda. Kualitas hasil akhirnya harus super istimewa. Dari segala sudut, tidak bisa kami main-main. Kami mau sempurna, no clathu adalah motto kami.

Kepada Cak Zaki saya memveto untuk hanya menggunakan bahan dan proses kerja terbaik yang ada di Indonesia. Kami akhirnya menemukan kertas terbaik untuk dipakai di mushaf Maiyah ini yang memiliki keawetan teknis mencapai 100 tahun lamanya. Kertas ini hanya bisa dicetak di mesin cetak yang super baik kondisinya, dan kami jilid menggunakan mesin termodern yang ada di Indonesia untuk menjamin keawetannya.

Menemukan tempat memproses pencetakan ini pun penuh ketegangan karena waktu yang kami sodorkan tidak bisa dipenuhi oleh beberapa vendor awal yang kami dekati. Bukan terlalu cepat kata mereka, tapi kebangetan cepatnya. Bukan kami tidak antisipasi proses persiapan pencetakannya. Namun malaikat Jibril ini terus men-supply Cak Nun hidayah untuk terus menambahi tulisan tadabbur.

Demi ilmu, kami sambil mengurus persiapan-persiapan lainnya terus menerima hujan tulisan dari Cak Nun, sampai akhirnya kami “ampun-ampun” kepada Cak Nun untuk stop dulu. Selain karena sudah harus masuk tahap pracetak, halaman yang semula direncanakan 624 halaman mushaf plus 80 halaman sudah beranak pinak menjadi 624 halaman plus 238 halaman tadabbur!

Sebab ketiga deg-deg ser nya hati ini saya rasakan juga karena khawatir urusan ekonomi. Maksudnya, dengan target produk akhir nanti harus istimewa dari sisi fisik (kertas, kualitas cetak, jilid dlsb ) maka otomatis biaya produksi kami tidak receh. Saya meski punya kecenderungan keyakinan `moso Maiyah gak diewangi Gusti Allah`, ada juga sih sedikit-sedikit kekhawatiran bisakah kami mengambil cetakan nanti kalo sudah selesai cetak tanpa ninggal ktp?

Akhirnya kami menjalankan ide untuk menerima pre order. Sambutan teman-teman jamaah Maiyah bisa menghibur hati yang deg-deg ser. Tahap awal kami dikontak satu badan usaha milik anak Maiyah di Jakarta yang langsung pre order 250 eksemplar untuk diwakafkan! Berlanjut pesanan datang di antaranya dari teman-teman ITS Surabaya melalui Mas Darmaji sampai 3 kali tahap memesan saking antusiasnya. Ada juga yang melalui terusberjalan.id sampai empat ratusan pesanan. Bahkan teman-teman simpul Maiyah seluruh Indonesia dan dunia sedang menampung pesanan untuk jamaah di kota masing masing untuk memudahkan dan meringankan pengiriman. Mulai dari Perth, Korea, sampai Sumatera rata-rata antusias menyambut terbitnya mushaf ini.

Antusiasme teman-teman jamaah ini menghasilkan deg-deg ser selanjutnya. Apa cukup kuantitas yang kita cetak di cetakan pertama ini untuk memenuhi seluruh pesanan? Sedang kami karena satu alasan (kere) tidak berani produksi banyak dulu. Maka kami di hari-hari mendekati launching ini lebih ketat melihat data pemesan masuk, jangan sampai menerima pesanan melebihi cetakan yang tersedia. Kami sungguh takut di-clathu calon pemesan yang sudah siap tranfer. Karena kalau sampai keblabasen kebanyakan menerima pesanan, menunggu cetakan selanjutnya di akhir tahun akan penuh dengan grundelan bagi kami yang salah bila kadung menerima pesanan.

Akhir cerita, cukup kami deg-deg ser selama persiapan sampai terbit saja. Karena kalau sampai setelah terbit kami masih kena clathu sebab ini itu, waduh, mungkin kami bisa jadi pasien klinik Mak Erot saking stresnya… Semoga tidak.

Lainnya

Kampus ITS Gemakan Advancing Humanity

Kampus ITS Gemakan Advancing Humanity

Setelah malam sebelumnya Mbah Nun hadir membersamai jamaah Padhangmbulan, tadi malam (22/9) beliau bersama Mbah Ahmad Fuad Effendy dan Dr.

Amin Ungsaka
Amin Ungsaka
Exit mobile version