CakNun.com
Membaca Surat dari Tuhan (27)

Bersatu dalam Ilmu

Mustofa W. Hasyim
Waktu baca ± 5 menit

Kemudian ketika melanjutkan pelajaran di jurusan dakwah pelajaran muthola’ah diberikan oleh Pak Hana, Kepala Sekolah Madrasah Muallimat. Tubuhnya tinggi besar. Gerakan tubuh dan suaranya mantap. Dia seorang pendekar Setia Hati. Dengan mengepal tangan dia menghantam meja saat memulai membaca kitab Idlotun Nasyi’in karya ulama Libanon Mustofa Al-Ghulayani.

Semua menyimak halaman buku yang inspiratif ini. Dengan bahasa yang segar dan mencakrawala ulama Libanon yang pernah berguru kepada Syekh Muhammad Abduh di Mesir ini pada zaman penjajahan Belanda karyanya digemari dipelajari di pesantren dan mendidihkan semangat perlawanan terhadap penjajah. Sampai kemudian Belanda menyadari bahaya membaca kitab ini kemudian melarangnya.

Saya yang memasuki masa muda di tahun 1970-an ketika diajak untuk mempelajari kitab ini oleh Pak Hana, ayah Dalhar Shodiq Kauman Pakualaman menjadi bangkit semangat saya untuk melakukan perubahan.

Kemudian, kitab ini bukan satu-satunya yang ikut memanaskan semangat untuk membela bangsa, membela yang tertindas. Strategi perjuangan harus disiapkan jitu dan workable, tidak ngayawara dan sembrono (jangan at-tahawur kata Al-Ghulayani) atau jangan konyol mirip usulan strategi para tikus yang tak mungkin dilaksanakan seperti disindir dalam kitab Qiroatur Rosyidah terbitan Mesir.

Kemudian lewat Mas Suwarno Pragolapati saya dikenalkan dengan karya ulama filosof dan sastrawan Pakistan Allama Muhammad Iqbal sampai saya tergila-gila dengan karyanya yang semula berbahasa Urdu lalu diterjemahkan ke bahasa Arab, Inggris, dan ketika umroh kekaguman saya pada Iqbal saya sampaikan pada jamaah umroh dari Pakistan yang membuat dia dan saya akrab berbagi takjil. Tokoh ulama dari Asia Selatan yang juga saya kagumi adalah Syed Ahmad Khan dan kemudian Ali Ashgar karena pemikirannya bisa menggerakkan pemikiran saya.

Tahun 1980 ketika saya bekerja di Shalahuddin Press, pemikiran Ali Syariati begitu segar dan cerdas dalam mendefinisikan dan mengidentifikasi tugas cendekiawan Muslim dalam upaya membela kaum tertindas. Anatomi sosiologis penindasan oleh orang Barat terhadap bangsa Timur disampaikan dengan gamblang dan perlawanan dengan memanfaatkan makna simbolik dari sejarah umat pun dijelaskan terang benderang. Sampai kemudian pada periode pasca Shalahuddin Press saya ikut terlibat di penerbit Bentang Budaya yang pernah mengulas karya pemikiran kritis ulama pujangga dari trah Pajang Yasadipura III alias Ranggawarsita yang jebolan pesantren di Tegalsari Ponorogo.

Kemudian saya sempat mencicipi pemikiran yang sosialistik dari ulama penggerak rakyat HOS Tjokroaminoto yang mempengaruhi murid-muridnya yang kemudian menjadi para tokoh bangsa dan pendiri negara Republik Indonesia.

Pengalaman mengaji ilmu mulai dari ilmu bahasa Arab lewat karya Al-Ajrumiyah, ‘Imriti, sampai karya inspiratif dari Al-Ghulayani dan lainnya ini menyadarkan saya bahwa umat Muhammad sesungguhnya bisa bersatu dalam ilmu.

Apalagi ada jejak sejarah kalau para ulama itu punya ilmu alat yang dahsyat bernama ilmu bahasa Arab. Bahasa Arab ini sangat potensial sebagai sumber energi intelektual bagi siapapun. Bukankah Al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia lewat Kanjeng Nabi Muhammad Saw. dengan menggunakan bahasa Arab agar kita semua bisa mengoptimalkan kemampuan akal kita? Bersatu dalam ilmu adalah produk akal sehat yang dibimbing oleh Allah Swt. lewat Al-Qur’an yang berbahasa Arab, bahasa Al-Qur’an yang justru kemudian hari bisa menyempurnakan bahasa Arab itu sendiri. Terbukti dari Al-Qur’an lahir ilmu bahasa Arab, nahwu sharaf sampai ulama bernama Ibnu Malik menulis kitab Alfiyah, seribu dua nadlom yang mudah dihafal.

Yogyakarta, 10 Agustus 2021.

Mustofa W. Hasyim
Penulis puisi, cerpen, novel, esai, laporan, resensi, naskah drama, cerita anak-anak, dan tulisan humor sejak 70an. Aktif di Persada Studi Klub Malioboro. Pernah bekerja sebagai wartawan. Anggota Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah DIY. Ketua Majelis Ilmu Nahdlatul Muhammadiyin.
Bagikan:

Lainnya

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Rakyat kecil kebagian remah kemakmuran berupa upah buruh murah, dan negara kebagian remah kemakmuran berupa pajak.

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM
Exit mobile version