Berbagi Pengalaman Pribadi tentang Keajaiban dari Tuhan
Majelis Bangbang Wetan pada momentum peringatan maulid Nabi kali ini (30/10) diiringi oleh grup banjari pemuda Pekarungan yang mengantarkan kita bersholawat bersama mensyukuri kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Bertempat di rooftop MI Tarbiyatus Syarifah 2, Pekarungan, Sukodono, Sidoarjo, Bangbang Wetan meramu metode Sinau Bareng dengan mencoba kembali mengundang jamaah secara terbatas untuk hadir bersama maiyahan serta livestreaming di kanal youtube Bangbang Wetan, serta melebarkan jangkauan sehingga bisa diakses jamaah lebih luas yang ingin maiyahan dari tempat masing-masing.
Bertemakan Pancaroba Kesadaran, Bangbang Wetan ditemani Cak Adil Amrullah atau yang biasa dipanggil Cak Dil, sebagai narasumber yang sepak terjangnya terutama dalam prinsip hidup menebar jariyah dan dunia pertanian patut kita gali dan sinau bersama. Pak Toto Raharjo turut menemani pula melalui Zoom Meetings.
Menggali Peran dan Nilai Maiyah
Pada sesi awal diskusi, saya bertugas memoderatori majelis dan ditemani perwakilan jamaah yang hadir, perwakilan Lingkar Maiyah Uinsa, dan perwakilan Lingkar Maiyah Unesa. Kepada perwakilan jamaah yang hadir, saya mencoba bertanya pada momentum apa Maiyah hadir dalam kehidupanmu sehingga mengantarkan dirinya hadir di Majelis Bangbang Wetan malam itu?
Sebelum menjawab momentum persentuhan dirinya dengan Maiyah, jamaah yang bertopi hitam ini menyampaikan bahwa masa pandemi justru membuat dirinya banyak belajar ke teman-teman yang menggeluti dunia persablonan. Ia mengungkapkan sangat menyukai dunia menggambar, melukis dengan tangan atau melalui tools teknologi menggambar yang disebut desain grafis.
Menjawab pertanyaan tentang pertemuan dengan Maiyah, pemuda bertopi hitam itu mengatakan bahwa perkenalannya dengan Maiyah terjadi pada masa SMA. Saat itu ia merasa bahwa sekolah tidak bisa memenuhi minat dan bakat dirinya. Maka pada masa pencarian itu dirinya mengalami masa ndableg. Kendablegan yang dia maksud adalah sering membolos sekolah, suka bertengkar di jalan, mabuk, yang pada akhir perjalanan ndableg-nya ia butuh ketenangan dan menemukan Maiyah.
Nilai Maiyah yang memotivasi dirinya adalah kita harus menemukan skill dan keahlian kita dan apa fungsi kita hidup di dunia. Dia menyampaikan bahwa Maiyah yang membuat dirinya menemukan ‘rumah’ keahliannya yaitu seni menggambar.
Selain menggali peran dan nilai Maiyah pada salah satu jamaah, saya juga meminta Abdul Haris dari Lingkar Maiyah UINSA dan Hilmi dari Lingkar Maiyah UNESA untuk menyampaikan kabar terbaru lingkar Maiyah-nya. Abdul Haris menyampaikan bahwa selama pandemi anggotanya sedang fokus pada dirinya sendiri, karena pada saat pandemi aktivitas kampus diliburkan membuat anggotanya sementara pulang ke kampung halamannya masing-masing, artinya membuat aktivitas Lingkar Maiyah UINSA juga terbatasi.
Hal lain yang membuat aktivitas Lingkar Maiyah UINSA belum berjalan adalah karena anggotanya ada yang sedang mempersiapkan tugas akhir dan ada yang sudah lulus kuliah. Jadi anggotanya belum bisa kumpul bersama, diskusi, dan sholawatan kembali. Langkah ke depan yang akan diambil Abdul Haris adalah mencari cara supaya Lingkar Maiyah UINSA bisa berjalan kembali, serta bisa memperkenalkannya ke mahasiswa baru UINSA yang tertarik bermaiyah.
Selanjutnya Hilmi perwakilan Lingkar UNESA menyampaikan bahwa dirinya sebagai alumni mahasiswa UNESA bukanlah insiator terbentuknya Lingkar Maiyah UNESA. Pada acara awal terbentuknya lingkar, dirinya merasa kagum bahwa di UNESA ada maiyahan juga. Kekaguman itu yang membuat dirinya cocok untuk bergabung di dalamnya. Karena sebelumnya dirinya juga aktif hadir maiyahan di Padhangmbulan, Bangbang Wetan, dan di acara Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng.
Pada acara kumpul awal terbentuknya lingkar, Hilmi mengatakan ada hal unik. Sebab yang datang pada acara itu lumayan banyak padahal sebaran berita acara hanya melalui pamplet yang di tempel di kampus. Keunikan lain yang Hilmi temukan adalah ada seseorang yang membawa tumpeng untuk mensyukuri terbentuknya lingkar, yang tumpeng itu oleh para inisiator tidak disangka adanya. Hilmi menilai keunikan yang ditemuinya itu merupakan tanda bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal baik sehingga dibalas kebaikan juga.
Dalam merawat lingkarnya Hilmi juga mengalami hal yang sama dengan Abdul Haris dalam merawat lingkar Maiyah-nya. Hilmi berpendapat bahwa pandemi ‘membunuh’ kegiatan dan aktivitas kampus yang selama ini berlangsung. Sehingga secara bersamaan juga berakibat kepada mandeknya aktivitas berlangsungnya Lingkar Maiyah UNESA yang setiap bulannya berkumpul, diskusi dan sholawatan. Hilmi dan Abdul Haris ke depan tetap mengusahakan supaya lingkar Maiyah-nya bisa aktif kembali.
Perubahan Terhadap Cara Memandang Sesuatu
Menuju transisi dari diskusi dengan jamaah ke tema bahasan sinau bersama malam itu, Dewo n Friend membawakan nomor Satu dan Pupus dari Dewa-19, terdengar lamat-lamat jamaah yang hadir turut bernyanyi bersama Mas Dewo.
Mas Acang yang selanjutnya bertindak memandu jalannya sinau bersama Cak Dil dan Pak Toto Raharjo dengan pijakan tema Pancaroba Kesadaran. Mas Acang nglemeki bahasan dengan menyampaikan bahwa yang paling terlihat selama pandemi ini hampir semua aspek hidup kita terpengaruh. Aspek hidup dari ekonomi, kesehatan, mobilisasi sosial, pendidikan dan rumah. Aspek kehidupan di rumah terpengaruh misalnya disebabkan sebelum pandemi kita jarang pulang sehingga kangen keluarga, ketika pandemi pekerjaan kita dibatasi atau mobilisasi kita terbatas sehingga membuat kita banyak melakukan aktivitas di rumah. Pada saat di rumah itu mungkin karena bertemu keluarga setiap hari, kita menemukan hal-hal yang menjengkelkan atau tidak cocok dari keseharian orang rumah. Karena kejengkelan yang ditimbulkan dari pertemuan setiap hari itu membuat kondisi rumah kurang harmonis.