Beben “Harrison” Jazz
Setelah terunggahnya pesan suara Mbah Nun di Instagram Gamelan Kiaikanjeng tempo hari, saya jadi teringat satu-dua hal yang tak lain berkaitan dengan sosok yang ada di frame video tersebut, Om Beben Jazz. Betul, sampai waktu tulisan ini saya tulis (3/7/2021), Om Beben masih dalam perawatan melawan sakit yang ada di tubuhnya.
Saya mendapat kabar sakitnya beliau di tanggal 28 Juni lalu, dengan memberikan foto yang mana beliau sudah menggunakan selang oksigen di hidungnya. Hingga beberapa waktu berlalu, Om Beben ternyata diindikasikan positif Covid dengan saturasi oksigen yang naik-turun dari batas normal.
Saya tidak bermaksud untuk membahas penyakit yang sedang hinggap di tubuh Om Beben, melainkan ingin berbagi cerita tentang bagaimana sosok beliau menurut saya pribadi. Om Beben Jazz yang humoris, santai, ndak pelit ilmu, dan grapyak dengan siapapun.
***
Saya iseng-iseng mem-follow akun Twitter milik Om Beben, dengan maksud ingin lebih tahu siapa, toh, Beben Jazz itu? Kok nama dan foto-fotonya sering muncul di kalangan Jamaah Maiyah, terutama Kenduri Cinta. Terlihat Om Beben sering hadir membersamai dulur-dulur Kenduri Cinta, lengkap dengan gitar dan rambut gondrongnya. Eh, kok ndilalah, beliau follow back saya. Automatically, saya terheran-heran lah, bisa-bisanya musisi jazz yang joss sekelas Om Beben kok nge-folbek saya?
Tapi ya ndakpapa, saya ber-husnudzon. Mungkin setelah beliau melihat foto profil saya, nampak lah muka-muka kemusisian, kegitaran, ke-jazz-an saya. Jadi beliau merasa yakin, sip, dan oke-oke saja untuk mem-follow saya. Mungkin, lho, ya. Tapi tenang, itu baru titik pijak atau tangga terdasar dari perkenalan saya dengan beliau.
Saya ini penggemar (agak) berat The Beatles, pemusik lawas yang namanya masih saja tenar sampai saat ini. Empat orang mas-mas, yang kini sudah menua dan sebagian tiada, berhasil merebut atensi saya akan musikalitas mereka. Salah satu lagu yang paling “wahhh” buat saya itu Something, salah satu nomor di album Abbey Road (1969). Dengan progresi chord yang rodok ramasuk akal buat saya—yang kulinan dengan progresi chord musik pop, dibikinlah saya kepo untuk mencari tahu teknisnya.
Nah, setelah demikian keponya, saya bikin kicauan di akun Twitter saya, “Lagu Something ini progresi chord-nya aneh, tapi kok ya enak-enak aja.” Kurang lebih begitu.
Sampai tiba-tiba, Om Beben membalas kicauan saya itu, “Itu namanya modulasi, Mas. Kalau mau tahu, silakan besok Selasa ikut kelas online saya. Kirim nomor hape di DM, ya!”
Dibikin terkejut lagi, dong, saya. Dibales sama musisi, lho. Jan tenan. Tanpa fafifu, langsung saya kirimkan nomor hp saya lewat pesan pribadi, dan langsung terhubunglah kami di WhatsApp. Ternyata setiap Selasa malam ada rutinan kelas online yang diadakan komunitas jazz asuhan Om Beben. Jelas senang betul saya ini. Ngangsu kawruh permusikan dari beliau.
Selang beberapa waktu kami berkenalan, muncullah pertanyaan-pertanyaan personal, yang tak ubahnya adalah untuk mendekatkan kami satu sama lain. Mulai dari hobi, umur, tempat tinggal, sampai selera musik. Nah, di babagan selera musik inilah saya konangan kalo saya fans (agak) berat The Beatles dan ngonangi juga kalo Om Beben juga demikian. Bedanya, Om Beben lebih dalem ngertinya perihal The Beatles, bukan sekadar dengar musiknya dari platform digital dan rumongso paling ngefans seperti saya.
Semakin asyik ngobrol daring, Om Beben mengirimkan beberapa foto di masa mudanya. Foto bersama tiga rekannya, yang sama-sama menggunakan seragam kompak. Dengan gitar entah merk apa, serta bass Hofner persis yang digunakan Paul McCartney. Yup, Om Beben dan rekannya di foto itu merupakan tribute band dari The Beatles. Di tribute band yang aktif tahun 80-an itu, Om Beben ceritanya jadi George Harrison, gitaris The Beatles.
George Harrison sendiri anggota The Beatles yang porsinya tidak sebanyak John Lennon dan Paul McCartney. Fokusnya adalah memainkan gitar, lantas menghiasi lagu-lagu Beatles dengan susunan not dari bawah sadarnya menuju ke gitarnya. Dari bawah sadar? Lha memang. Saat memainkan melodi, lebih-lebih di jazz, yang jadi fokus utama ya improvisasi. Dan improvisasi ini tumbuh dari seberapa banyak belajar, seberapa banyak mendengar, seberapa banyak menyerap tetes-tetes musik di desiran udara.
George Harrison juga sosok pencari hakikat kehidupan. Tak cuma mendalami budaya musik India, ia juga kepincut dengan nilai-nilai spiritual di sana. Tak ayal, karya-karya George Harrison setelah mendalami spiritualitas di India menjadi renung-able atau bisa jadi bahan renungan.
Dengan secuplik cerita saya tentang George Harrison, setidaknya itulah yang saya lihat dari sosok Om Beben. Om Beben bukan cuma pemusik, bukan cuma gitaris jazz, tapi juga pendalam spiritual. Tidak melulu belajar dan mengajar tentang musik, tapi juga tasawuf hingga ilmu hidup. Seringkali kami berbagi informasi terkait ilmu-ilmu apapun saja, termasuk tasawuf yang saya sebutkan tadi.
Yang paling sering saya komunikasikan dengan Om Beben adalah perihal lirik-lirik The Beatles. Pernah suatu waktu saya menanyakan lagu Beatles mana yang jadi favorit Om Beben, dijawablah In My Life. Lagu yang menurut saya tidak lebih “wahhh” daripada Something atau While My Guitar Gently Weeps, malah jadi favorit Om Beben.
Om Beben mengibaratkan kalau In My Life itu Gua Hira-nya John Lennon — sebagai penulisnya. Setiap manusia yang suka berpikir mendalam punya Gua Hira-nya sendiri. Gua Hira sebagai representasi dari rasa kebersamaan kita dengan Allah, yang selalu membuat kita ber-tafakkur atas segala-galanya. Yang mana dalam setiap tindak tanduk, pengambilan keputusan dan berpikir apa saja, selalu menyertakan Allah, agar yang terjadi bukan kerusakan dan kerusakan melulu.
Dan sejauh ini, semenjak saya mengenal Om Beben, beliau punya Gua Hira-nya sendiri. Belum ada satupun ucapan atau perbuatan Om Beben yang akan menggugurkan nilai-nilai In My Life sebagai lagu favorit beliau. Meski saya sendiri belum pernah bertemu secara langsung, saya yakin memang demikian adanya kebaikan Om Beben.
***
Pagi ini grup-grup WhatsApp yang diasuh Om Beben semarak dengan ucapan kangen, semangat, dan tentu saja doa-doa agar beliau lekas disembuhkan. Bukannya mengapa, memang sangat berbeda saja semenjak Om Beben sakit. Grup yang setiap pagi disapa oleh beliau, yang sering waktu berbagi ilmu, serta kelas-kelas daring yang biasanya diadakan untuk sementara waktu masih kosong.
Bismillah, semoga segera Allah mengangkat sakit yang ada di tubuh Om Beben. Supaya bisa membersamai murid-murid di kursus musiknya, menemani teman-teman di komunitas jazz-nya, dan ber-sinau bareng dengan dulur-dulur Maiyah.
Usai sembuh, kita obrolkan lagi perihal The Beatles ya, Om, hehe. Lekas sembuh Om Beben “Harrison” Jazz!