Ungkapan Syukur, Kebahagiaan dan Kegembiraan dalam Keprihatinan
Berkeringat untuk Allah Swt dan Rasulullah Saw
Selasa malam (26/5), di Pendopo Kadipiro, Rumah Maiyah, Pakdhe-Pakdhe KiaiKanjeng dan staff Progress berkumpul, bershalawat bersama. Dipimpin oleh Mas Islamiyanto dan Mas Imam Fatawi, dengan terbangan, dilantunkan nomor-nomor shalawat. Diawali dengan pembacaan Al Fatihah, dzikir dan munajat, kemudian lantunan shalawat-shalawat pun dimulai. Semua khusyuk, mengungkapkan rindu kepada Rasulullah Saw dan memanjatkan doa kepada Allah Swt.
Gembira dan berkeringat. Salah satu tradisi yang dilanggengkan di Maiyahan adalah kita diajak oleh Mbah Nun shalawatan hingga berkeringat. Mbah Nun sampai melahirkan idiom; berkeringat untuk Allah Swt dan Rasulullah Saw. Dan memang benar, ketika kita di Maiyahan bershalawat bersama, seluruh energi kita tumpahkan, mulut kita tidak hanya komat-kamit mengikuti nada dan irama shalawatan. Yang awalnya grothal-grathul pada akhirnya justru hapal syair-syair shalawatan, dan kemudian merasakan keasyikan bershalawat.
Ritual shalawatan di Kadipiro pada Selasa malam seakan menandai ungkapan syukur kita semua menyambut 27 Mei 2020. Ya, 27 Mei adalah tanggal yang sangat penting bagi kita di Maiyah. 27 Mei adalah tanggal kelahiran Mbah Nun. Dan biasanya, pada tanggal 27 Mei kita semua, Jamaah Maiyah berkumpul di Menturo untuk bersama-sama merayakan hajatan dan tasyakuran. Tetapi tidak dengan tahun ini. Pandemi Covid-19 berdampak pada tidak memungkinkannya kita melaksanakan Maiyahan di Padhangmbulan pada 27 Mei seperti tahun-tahun sebelumnya.
Alhamdulillah, Pakdhe-Pakdhe KiaiKanjeng dan Staff Progress mengajak kita untuk shalawatan secara virtual. Meskipun tidak berada di satu tempat yang sama, banyak dari kita yang tidak hanya menyimak mereka yang di Kadipiro shalawatan dan menabuh terbang, tetapi juga sembari rengeng-rengeng, ikut shalawatan, secara virtual.
Setidaknya itu yang tampak dari tangkapan layar di linimasa media sosial pada Selasa malam, dan juga riuh di beberapa Grup WhatsApp Jamaah Maiyah. Betapa mereka mengungkapkan kegembiraan, meskipun hanya secara virtual, mereka bergembira bershalawat bersama-sama.
Ungkapan syukur #67TahunCakNun di linimasa
Seolah ritual shalawatan itu menjadi pemantik awal. Jamaah Maiyah secara sporadis mengucapkan selamat ulang tahun kepada Mbah Nun. Bukan hal yang baru, hampir setiap tanggal 27 Mei, Mbah Nun selalu menjadi trending topic di Twitter. Apakah trending topic adalah tujuan utama? Tentu saja tidak. Tanpa buzzer atau influencer, semua Jamaah Maiyah alami saja saling berbagi cerita, foto, juga video.
Teknologi saat ini memudahkan kita untuk memetakan setiap isu yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Melalui tagar (#), kita bisa mengikuti perkembangan berita terkini, hanya dengan scrolling time line media sosial melalui gadget di tangan kita. Tagar #67TahunCakNun hanyalah sebuah tool untuk memudahkan kita semua agar dapat merasakan, menyimak, membaca dan berbagi kegembiraan atas rasa syukur yang dirasakan oleh semua yang pernah bersentuhan dengan Mbah Nun.
Tidak terhitung berapa ucapan selamat ulang tahun dan doa yang disampaikan melalui media sosial. Tidak terhitung pula, ada berapa banyak foto dan video yang diupload oleh teman-teman Jamaah Maiyah di seluruh penjuru dunia, dengan foto dan video yang berbeda-beda. Betapa banyak foto Mbah Nun yang terupload hanya dalam waktu 1 malam saja. Ditambah lagi, banyak dari mereka yang kemudiam mengkreatifi foto-foto Mbah Nun menjadi sebuah karya seni digital yang unik dan menarik. Yang pasti, dengan teman-teman melacaknya melalui tagar #67TahunCakNun, ada banyak aset digital yang bisa menjadi koleksi pribadi di gadget masing-masing.
Semakin lengkap, ungkapan syukur dan kegembiraan mereka dituangkan dalam cuitan berseri, alias kultwit. Banyak dari Jamaah Maiyah di linimasa media sosial Twitter, Instagram dan Facebook mengungkapkan pengalamannya bersentuhan dengan Mbah Nun. Mulai dari yang berawal dari tulisan dan buku-buku Mbah Nun, lagu-lagu KiaiKanjeng, Maiyahan, yang didatangi dalam mimpi, yang pernah bersalaman dengan Mbah Nun, bahkan ada ratusan swafoto yang diunggah, yang mungkin bertemu Mbah Nun secara tidak sengaja di Bandara, di rumah makan, di ruang transit ketika Maiyahan. Semua mengungkapkan rasa syukur dan bahagia karena telah dipertemukan dengan Mbah Nun. Belum lagi mereka yang hanya baru mengenal Mbah Nun melalui video-video di Youtube.
Itu baru cerita. Banyak juga yang menulis kutipan-kutipan nilai-nilai Maiyahan yang pernah disampaikan oleh Mbah Nun di Maiyahan maupun yang juga dikutip dari tulisan-tulisan Mbah Nun di buku maupun website caknun.com. Nukilan puisi atau juga syair-syair yang pernah ditulis oleh Mbah Nun juga mewarnai jagat linimasa sepanjang 27 Mei 2020 kemarin.
Tentu saja, mereka semua juga mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Mbah Nun atas perkenannya selama ini menemani mereka, direpoti oleh mereka, memberi wejangan, nasihat, pesan layaknya orang tua kepada anak-anaknya. Mbah Nun begitu melekat di hati mereka semua. Ada lebih dari 24 ribu cuitan di Twitter yang terekap. Bahkan video pendek Mbah Nun melantunkan shalawat tarhim ditonton sebanyak 26 ribu viewers di Twitter. Padahal video tersebut baru diunggah pada jam 22.23 WIB pada 26 Mei 2020. Semua itu adalah ungkapan rasa syukur, bukan untuk dibangga-banggakan apalagi disombongkan. Di Instagram KiaiKanjeng sendiri, video shalawat tarhim tersebut ditonton lebih dari 34 ribu viewers dalam kurun waktu 24 jam setelah diunggah.
Semua kisah yang dibagikan, nilai-nilai Maiyah dari Mbah Nun yang disebarkan adalah ungkapan syukur dan pemaknaan atas perjalanan mereka selama ini bersentuhan dengan Mbah Nun.
Mari kita simak beberapa dari mereka:
@Iskanddaarr: 8 Tahun sudah menaiki perahunya yg ternyata tak tampak oleh sebagian massa. Tak sedikit gelombang serta hempasan angin mewarnai perjalanan bahtera. Menyongsng serta menembus cakrawala yg tak pernah diduga dan disangka bahwa itu ada. Terima kasih Mbah. #67TahunCakNun
@mudryhns: “Don’t take another step before you certain that the path you take is the right one. Failure is another matter; what matters is precision.” –Emha Ainun Nadjib #67TahunCakNun
@Rafiilamsor33: Salah satu tokoh yang fair kepada semua kalangan. Beliau merubah mindset tanpa menjatuhkan statement seseorang dan merusak prinsip orang tersebut. Indonesia butuh lebih banyak orang sepertimu, maka ajarilah kami paling tidak paham akan kebaikan yang sbeenarnya. #67TahunCakNun
@Ramadi_t: Terimakasih telah mengajarkan islam yang lentur akan kemajuan dunia, nilai-nilai kasih sayang kepada sesama, membukakan hutan-hutan baru untuk saya jelajahi, memperlihatkan danau biru untuk saya ambil air ilmu dan rihda allah. #67TahunCakNun
Masih banyak lagi yang menceritakan kisah-kisah persentuhan mereka. Ada yang bercerita, pada suatu hari di kampusnya ia mengundang Mbah Nun untuk menjadi pembicara di sebuah seminar. Malam sebelum acara, didatangi staff kemahasiswaan Kampus dan panitia diminta membatalkan acaranya dengan ancaman jika acara tetap dilangsungkan, maka penjara adalah ancamannya. Namun ia mengungkapkan pada akhirnya acara berlangsung seru dan lancar.
Ada juga Mas Emil, seorang pekerja Event Organizer, yang pada medio Desember 1997 menggelar pentas yang bertajuk Tombo Ati ’97. Mbah Nun saat itu adalah salah satu tokoh yang sangat tajam kritiknya terhadap penguasa. Tak pelak, di panggung pun Mbah Nun melancarakan serangan kritik tajam ke rezim Orde Baru. Sepanjang acara, ia dikepung oleh aparat yang tidak memperbolehkannya pergi. Selesai acara, Mbah Nun menghampirinya dan berkelakar: “Jantungmu ga sampe coplok to Mil?.”
Sanah Helwah Mbah Nun
Menjelang siang, Progress Management merilis sebuah video berdurasi 34 menit yang berjudul “Sanah Helwah, Mbah Nun!”. Video yang berisi cerita para sahabat-sahabat Mbah Nun, mengisahkan persambungan mereka. Mulai dari Syeikh Nursamad Kamba, Prof Djafnan Tsan Affandi, Pak Iman Budhi Santosa, Habib Anis, Mas Ian L. Betts, Pak Indra Sjafri, Mas Tanto Mendut, Ust. Noorshofa, Mas Beben, Jemek, Eko Winardi hingga Tamalele. Tentu saja Yai Tohar, Pak Djaka Kamta dan Pak Nevi Budianto yang menjadi sahabat Mbah Nun sejak era Karawitan Dinasti juga turut berbagi cerita.
Semua turut merasakan kebahagiaan, mengungkapkan kegembiraan, berbagi cerita, berbagi kisah, berbagi pengalaman. Di tengah keprihatinan kita semua dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, ada secuil kegembiraan yang bisa kita syukuri bersama-sama.
Selamat ulang tahun, Mbah Nun!