Tengah Bertahan Selama Turbulensi Pandemi
Minggu pertama tanggal 3 Juli 2017. Pesawat Air Asia tipe Airbus nomor penerbangan D707 itu lepas landas tepat pukul 22:49 dari Gold Coast Queensland menuju Kuala Lumpur. Setelah terbang sekitar 2300 kaki, pesawat mulai bergoyang-goyang dan suara dentuman menggelegar mengagetkan.
M. Reiza Whisnu Aji, sang pilot waktu itu, panik. Ia membawa 345 penumpang plus 12 kru kabin. “Singkat cerita setelah 21 menit yang rasanya lamanya nggak karu-karuan akhirnya bisa mendarat di Brisbane. Emergency landing,” kisah panggilan akrab Mas Rei, salah satu Jamaah Maiyah yang kini tinggal di Putrajaya, Malaysia.
Australian Transport Safety Bureau (ATSB) merilis penyebab matinya mesin nomor dua sebelah kanan pesawat itu. Diketahui kemudian karena dua ekor burung menubruk badan mesin. Insiden ini tak memakan korban. Tapi ingatan itu mengakik kuat di benak Mas Rei.
“Apa yang didapat oleh saya, Maiyah memberi bekal sedemikian pada saya. Sehingga saya melewati keadaan itu tidak sendiri dengan yakin bahwa Allah ada. Di situ banyak terbantu. Ketenangan. Berpikir tertata dan terstuktrur. Walau ada salah-salah step tetapi tidak fatal. Bisa terlewati semua itu yang begitu berat, tetapi tetap kontrol. Tetap tatag,” lanjutnya.
Ia menyelipkan cerita itu di sela-sela presentasi bertajuk Optimis Menghadapi Turbulensi Covid pada Reboan on the Sky (13/05). Baginya, Maiyah adalah pencarian. Bermula dari buku-buku yang ditulis Cak Nun. Pernah menangis pula usai mendaras salah satu esai Cak Nun di perpustakaan semasa sekolah.
“Saya harus menemukan apakah ini penulisnya sama dengan yang dituliskan atau tidak,” ucapnya. Setelah proses pencarian itu ia mengontak Cak Zakki di zaman Progress awal-awal. Makin menemukan apa yang dicari, Mas Rei sepakat dengan Syeikh Kamba, bahwa di Maiyah tak ada indoktrinasi tapi intelektualisasi.
Sebagai pilot Mas Rei menuturkan kalau Maiyah itu sangat aplikatif. Sangat bisa merespons apa yang digalaukan. Tak terkecuali manakala ia menerbangkan pesawat. Mengubah ketakutan ke sudut pandang yang jelas. “Contohnya menghadapi cuaca saat terbang. Ada yang misuh. Ada yang berdoa tapi garing. Tapi approach Maiyah beda. Menyambungkan benda mati dengan mekanisme maksud Allah. Selalu ingat pesan Mbah Nun bahwa alam semesta ini diajak ngobrol. Maka saat menerbangkan pesawat pun saya ngobrol dengan awan. Menyapa awan agar penerbangan yang saya lalui aman dan selamat,” jelasnya.
Pernah Mas Rei menjadi pelatih soft skill di acara Training of Trainer (TOT) di Airbus. Menurutnya, banyak materi pelatihan di sana tak menjawab kebutuhan. “Jawabannya padahal sudah ada di Maiyah. Menurut saya seluruh dunia membutuhkan Maiyah,” imbuhnya. Profesinya sebagai pilot pesawat terbang itu membuatnya angkat topi kepada Tony Fernandes, bos maskapai Air Asia.
Orang nomor satu di perusahaannya itu tak pernah mengatakan no. Siapa pun yang memberi ide selalu ia terima. “Nggak ada hierarki. Etika bisnis dalam Air Asia selalu menggunakan kata family untuk para stafnya. To take care of each other and we will flight.”
Menghadapi pandemi Covid-19, Tony tegas tak ambil gaji selama krisis. Mas Rei mengatakan kalau Tony telah mempersiapkan strategi internal dan eksternal dengan sangat matang. Pertama, membuat rencana jangka pendek, menegah, dan panjang. Kedua, menyusun SOP secara detail hingga 1-2 tahun mendatang.
Ketiga, reduksi gaji sehingga Tony dan Datuk Kamarudin tak mengambil hak finansialnya selama wabah. Berlaku pula untuk seluruh level top management. Prinsip kesetaraan ditandaskan. Keempat, menciptakan inovasi. Kelima, lokakarya program khusus untuk Departemen Teknologi Informasi dan departemen lainnya. Ketujuh, menciptakan suasana selalu dekat.
Sebagai pemimpin Tony memberi teladan sekaligus instruksi tersistem. “Contingency plan dia memang sampai sedetail mungkin,” kata Mas Rei. Bahkan ia telah menyusun Business Continuity Plan (BCP) setahun mendatang. Pertama, sebelum enam bulan karyawan melakukan kerja dari rumah dan meningkatkan kecakapan mandiri. Kedua, setelah enam bulan karyawan diprediksi sudah bisa beradaptasi dengan new normal. Ketiga, setelah dua belas bulan, bila wabah belum kunjung reda, karyawan sudah bisa menerapkan model bisnis baru.
Refleksinya itu mengerucut pada dua nilai besar, yakni “kecerahan mental” dan “kecerahan intelektual” sehingga melahirkan optimisme. Dua hal ini, menurutnya, lebih lengkap di Maiyah karena selain dua poin tersebut ketambahan kecerahan spiritual (Berorientasi Allah) yang menghasilkan “kecerahan moral”. Ia menemukan pola itu dari esai Cak Nun berjudul Tidak. Jibril Tidak Pensiun (2007). Di Maiyah sendiri, lanjutnya, diperkuat oleh para Marja yang senantiasa mendampingi.
Dari Kebersamaan ke Ketulusan
Yai Tohar menanggapi paparan Mas Rei. “Apa yang diceritakan oleh Mas Rei tadi adalah impian kita semua di Maiyah. Bahwa kebersamaan adalah yang utama di setiap lini kehidupan. Malam ini kita memperdalam Maiyah dari sudut pandang yang berbeda,” ungkap Yai Tohar.
Ia menitikberatkan pada rencana strategis yang disinggung Mas Rei. Yai Tohar menjelaskan istilah dan konsep itu bermula dari ilmu militer. Pertama kali kalangan bisnis mengadopsinya. “Yang agak lucu, negara membuat strategic plan. Negara harusnya GBHN. Negara tidak boleh adaptif. Harus keukeuh dengan ideologinya,” ujarnya.
Lain negara, lain perusahaan. Dua hal ini acap dibuyarkan kedudukannya. Mas Ian L. Betts mempertajam paparan Mas Rei dengan menggarisbawahi etika bisnis terhadap masyarakat dan lingkungan hidup. Menurutnya, dahulu orang menyadari etika bisnis sekadar urusan lingkungan hidup. Tapi perusahaan yang dipaparkan Mas Rei mencontohkan penerapan etika bisnis lebih maju. Antara lain karena pola hubungan dengan karyawan, vendor, maupun konsumen terbangun empati — menjunjung tinggi nilai kekeluargaan.
“Yang disampaikan Mas Rei adalah contoh baik untuk manajemen industri dan solidaritasnya. Apalagi pemimpin berperan strategis. Dalam bisnis ada ethical business. Bukan hanya akumulasi kapital, melainkan juga ethics untuk society dan environment,” katanya. Ia berpendapat kalau Tony berpegang teguh pada ethical business, bahkan sampai ke aplikasinya.
Ketulusan pemimpin memberi dampak teladan bagi sekitarnya. Mas Ahmad Karim mengelaborasikan istilah itu ke dalam ketauhidan. “Bahasa paling sederhana ketauhidan itu ketulusan. Kalau sudah tulus maka bisa diaplikasikan ke apa pun. Baik kecerahan intelektual maupun emosional. Saya menangkap tauhid di penerbangan yang disampaikan Mas Rei,” responsnya.
Bagi Mas Karim, tauhid bukan hanya label, melainkan sunatullah. Kenduri Cinta menjadi contoh relevan soal itu. “KC menjadi salah satu contoh komunikasi, manajemen, dan ketepatan organisir di skala simpul.”
Pemahaman Risiko
Mas Erik Supit tertarik soal nilai optimisme yang diwedarkan Mas Rei. Optimis tapi tetap sadar akan konsekuensi risiko. “Bukan berpikir seratus persen positif, seakan hidup akan selalu baik-baik saja! Kegagalan dan penderitaan itu niscaya! Dan mesti dihadapi, bukan disangkal dengan kutipan-kutipan motivasi!” jelasnya.
Orang Maiyah akrab dengan kesadaran risiko. Mereka terbiasa berjibaku dengan kesulitan, sehingga memahami batas diri saat menghadapi dan menanggapi problem. Optimisme yang dibangun tak hanya pepesan kosong. Ia dilambari strategi dan diversifikasi.
“Lihatlah saat mereka bercakap di lingkaran-lingkaran pertemuan,” lanjutnya, “ide apa pun bisa dilontar, pendapat apa saja dapat dilempar, tapi pengemukanya mesti siap untuk menerima segala bentuk respons.” Di sini orang Maiyah terlatih untuk saling mengamankan. “Bagi orang Maiyah, memberi rasa aman dan apresiasi untuk liyan adalah perwujudan nilai paseduluran,” tambah Mas Erik.
Merespons kondisi hari ini, Mas Erik menjelaskan bahwa bisnis di internet dalam beberapa tahun ke depan akan meningkat drastis trennya. “Sektor grafis meningkat pesat tiga bulan terakhir. Selain itu, membuat presentasi Power Point, bahkan di internet 10 slide dihargai sekitar 10-20 dolar. Termasuk peluang jualan foto dan video di Shutterstock,” jelasnya. Mas Erik mengatakan kita harus cerdas membaca peluang untuk bertahan hidup. Apalagi tren satu sampai dua tahun mendatang bisnis menggiurkan di internet masih terus mengemuka.
Para penggiat di masing-masing simpul telah tanggap atas manajemen risiko selama pandemi. Risiko ekonomi yang rentan jamak dikeluh-kesahkan. Namun, bukan berarti berpangku tangan, mereka justru lihai membaca peluang di tengah himpitan. Mas Salim Riyadi, penggiat Gambang Syafaat, contohnya. Simpulnya mengulak ke petani secara langsung. Agar distribusi pangan makin dekat dan murah. “Terutama mencari di lingkungan yang dekat. Dan mengutamakan tetangga atau kerabat yang dekat,” tuturnya.
Di Madiun berbeda lagi. Dian Rivea yang juga seorang ASN mendata Pedagang Kaki Lima (PKL) yang rentan ekonomi. Wabah yang melanda membuat mereka nihil pemasukan. Ketambah dengan kemampuan mengoperasikan bisnis internet yang kurang. Maka ia mengajak PKL bersangkutan untuk dibantu penjualannya secara daring. “Mereka kami ajak kerja sama. Kami menjualkan lewat WA. Per kecamatan didata ada sekitar 40-an. Kita bikin katalog dan disebar ke grup WA, Instagram, dan media sosial lainnya. Bahkan rokok pun kita masukkan,” ujarnya.
Di tengah pandemi Covid-19., ruang digital memang menjadi koentji. Mas Iwan Pranoto, penggiat SEMAK Kudus, rajin menyimak perbandingan harga bahan pokok via layar ponselnya. “Kita bisa memanfaatkan data perbandingan telur. Harga telur kompetitif. Agar mengikuti perkembangan harga di setiap tempat, maka bisa mengecek harga pangan seluruh wilayah di Indonesia di harapanpangan.id,” ungkapnya.
Kendati medium internet itu penting, Yai Tohar berpesan agar tak melupakan produksi. Kalau melupakan poin ini, menurutnya, malah terjadi makelar-makelar di teknologi informasi. “Untuk distribusi barang ke ibukota, misalnya, harus jelas siapa rekan kita yang menyalurkan di sana. Agar tidak termakan mafia,” tandasnya. Produksi dan distribusi menjadi kunci. Agar momok kesenjangan seperti barang di satu tempat berlebih dah minus di tempat lain bisa diminimalisir.
Seirama dengan Yai Tohar, soal mafia ini, Mas Erik memberi alaram, khususnya soal beras. “Bulog memang sedang kacau karena stok beras tekuras untuk bantuan. Peluang-peluang untuk memasok beras di Jakarta memang besar. Hanya pesan saya, jangan main gede, kecil saja. Karena mafia di Jakarta brengsek juga,” pungkasnya.
Reboan on the Sky menjadi wahana bukan hanya sekadar berdiskusi, melainkan juga berbagi informasi sekaligus peluang. Masih banyak hal yang bisa dimaksimalkan fungsinya, memanfaatkan peluang yang ada. Karena saat ini, tak perlu lagi kita mempertanyakan dua hal: kapan pandemi Covid-19 akan berakhir dan kapan vaksin Covid-19 ditemukan. Itu dua pertanyaan yang jawabannya adalah wallahu a’lam bisshowab.