CakNun.com
Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng ke-4145

Tak Sekadar Merdeka Belajar, Tapi Juga Belajar Merdeka

Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di Polinema, Malang, Jumat, 6 Maret 2020
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 6 menit

Untuk kesekian kali sejak 2012, Politeknik Negeri Malang (Polinema) menggelar Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Tahun ini dilangsungkan pada Jumat, 6 Maret 2020. Sinau Bareng ini sengaja dipilih Polinema sebagai bentuk program Pendidikan Karakter atau Mentoring buat para mahasiswa dan civitas akademikanya, sekaligus untuk memeringati Dies Natalis ke-38 Polinema.

Polinema adalah salah satu Perguruan Tinggi Vokasi yang ada di Indonesia dan memiliki mahasiswa sebanyak 3360 orang yang tersebar ke dalam Program Diploma III/DIII (7 Jurusan dengan total 23 program studi), Program Diploma IV/D IV (7 Jurusan dengan total 11 Program Studi), dan Program Magister Terapan/S2 ( 2 Jurusan dengan total 2 Program Studi). Tahun 2019 lalu, Polinema merupakan Perguruan Tinggi Vokasi terbaik ke-2 di Indonesia.

Para mahasiswa dan generasi muda masyarakat umum dari Malang maupun berbagai daerah lain sudah mengalir menuju lapangan Mini Soccer Polinema semenjak usai maghrib. Mereka bersiap Sinau Bareng dan telah menanti kedatangan Mbah Nun beserta KiaiKanjeng. Para mahasiswa-mahasiswi yang terlibat sebagai panitia juga terlihat sibuk dan sangat baik dalam membantu KiaiKanjeng sejak tiba, sound check, hingga istirahat sejenak di ruang transit sampai acara segera dimulai.

“Ya Allah Lindungilah Anak-Anakku”

Menjumpai anak-anak muda dan para mahasiswa Polinema, Mbah Nun menyapa hati mereka, mengungkapkan kasih-sayangnya kepada mereka, membesarkan hati mereka, serta sangat memohonkan segala yang terbaik kepada Allah buat mereka, terutama pada saat-saat ini yang krusial adalah agar Allah melindungi dan menjaga mereka. “Ya Allah lindungi anak-anakku ini,” ucap Mbah Nun.

Dalam kedekatan hati dan pengayoman inilah, Mbah Nun mengajak anak-anak cucunya untuk memahami berbagai hal sederhana tapi mendasar. Diberi contoh oleh Mbah Nun bahwa hidup ini sangat ajaib dan mengagumkan, sedemikian rupa sehingga Allah menuntun manusia untuk sadar mengucap Robbana ma khalaqta hadza baatila. Melihat proses kelahiran manusia (bayi ceprot lahir) saja sudah penuh keajaiban.

Mbah Nun meminta anak-cucunya untuk tidak kehilangan kekaguman terhadap kehidupan, dan bahwa tidak butuh macam-macam untuk kagum kepada Allah. Sejalan dengan itu pula Mbah Nun meminta mereka untuk rajin-rajin mengamati diri mereka sendiri buat menemukan fadhilah masing-masing.

Kemudian ikhwal virus Corona yang sudah menembus banyak negara, sesungguhnya Mbah Nun tidak punya hal lain selain berharap dan mendoakan agar-agar anak cucu ini dilindungi dari virus ini. Selain dengan mendoakan, Mbah Nun membesarkan hati mereka dengan penuh kedekatan, pembangunan keyakinan, kegembiraan, dan juga kelakar. “Sing sehat yo, Rek. Sakjane apa saja bisa menyehatkan. Sing akeh ngombe pahitan. Brotowali dll. Mugo-mugo viruse wedi.”

Mbah Nun juga membimbing anak-anak untuk menemukan atau menyadari virus-virus di luar virus Corona yaitu ragam tingkat virus. Ada virus yang menyerang jasad/fisik manusia, ada yang menyerang pikiran manusia (virus ilmiah), ada yang menyerang mental manusia, dan ada pula yang menyerang rohani manusia. Kemudian setelah mereka diingatkam untuk rajin wudlu dan memperbaharuinya setiap kali batal, Mbah Nun menyatakan bahwa masker terbaik adalah mohon perlindungan kepada Allah. Dan dalam bahasa kultural Mbah Nun mendoakan, “Virus akan bernasib malang di Malang.”

Lima Karakter dalam Diri Manusia

Tema Sinau Bareng kali ini adalah “Menuju Generasi Berdaulat dan Bermartabat”. Titik mikro yang mendasari tema ini adalah pendidikan karakter yang diharapkan oleh Polinema untuk berlangsung tanpa henti dalam setiap pembelajaran di Polinema, namun pada konteks yang lebih besar, Polinema sangat concern untuk menyiapkan generasi yang akan menjadi bagian dari bonus demografi pada 2030-2040 dengan bekal dan karakter yang baik.

Bonus demografi yang dimaksud adalah adanya generasi produktif yang jumlahnya lebih besar dan dominan dalam komposisi kependudukan Indonesia. Kondisi ini akan bernilai bagus jika generasi muda yang akan mengisi bonus demografi ini telah tersiapkan atau menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Namun, sebaliknya, mereka akan menjadi bagian dari masalah apabila mereka tidak tersiapkan atau menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Bonus demografi adalah tantangan sekaligus peluang.

Pendidikan dipahami sebagai jalan untuk mempersiapkan masa depan anak-anak atau generasi kemudian hari itu. Maka, dalam kesempatan Sinau Bareng ini, Pak Anggit Murdani sebagai Pembantu Direktur 1 Bidang Kemahasiswaan menyampaikan dinamika dan perkembangan paradigma dunia pendidikan di Indonesia di antaranya yang diserukan oleh Mendiknas yaitu Merdeka Belajar.

Tentang hal ini, Mbah Nun mengajak para Jamaah Maiyah untuk tidak lupa bahwa merdeka belajar sudah diterapkam dalam Sinau Bareng-Sinau Bareng. Malahan, dalam perspektif Maiyah Merdeka Belajar baru separuh bobotnya, sebab separuh lainnya adalah Belajar Merdeka, yaitu berdaulat dan otonom dalam banyak hal. Yang sering Mbah Nun kritikkan adalah selama ini banyak orang bersikap tidak berdaulat pada situasi atau hal yang sebenarnya mereka berdaulat dan kreatif, dan sebaliknya bersifat merdeka dan bebas dalam hal-hal yang seharusnya cukuo menganut atau mengikuti saja.

Kemerdekaan dan sikap memilih mengikuti dipelajari dan dipahami secara dialektis. Bahkan jamaah Maiyah didorong untuk mengenal dimensi yang lebih tinggi semisal menang tanpa ngasorake, atau misalnya lagi merdeka bisa dikaitkan dengan konteks seperti ini: orang belum disebut merdeka kalau masih butuh banyak hal lain. Kemerdekaan yang hakiki juga bisa dipahami sebagai melihat sesuatu sebagai sesuatu itu sendiri tanpa dipersyarati dibandingkan dengan hal yang lain.

Khusus untuk tema “Menuju Generasi Berdaulat dan Bermartabat”, Mbah Nun memperkenalkan kepada para mahasiswa dan civitas akademika Polinema lima karakter manusia. Pertama, al-Mutaqaddimun (para perintis, pelopor, peng-ide). Kedua, al-Muassisun (para pendiri, pembuat, pembangun). Ketiga, al-Muhafidhun (para perawat, pemelihara, pelestari). Keempat, al-Mubaddilun (para pengubah). Kelima, al-Muqallidun (para pengikut).

Dalam pandangan Mbah Nun manusia dapat dikenali dan mengenali dirinya berdasarkan lima tipologi karakter tersebut. Masyarakat juga tidak lepas dari lima karakter tersebut, bahwa di dalam masyarakat dan sejarah selalu ada kelimanya dalam setiap bentuk dialektikanya. Kelimanya ada dan memberikan perannya masing-masing. Kadang dalam bentuk ketegangan kreatif atau benturan-benturan yang menantang problem solving atau ide-ide baru.

Untuk ini, Mbah Nun meminta setiap anak cucunya dan para mahasiswa Polinema untuk mengenali kecenderungan dirinya di antara lima karakter di atas. Sementara dalam Sinau Bareng malam itu, memahami lima tipe karakter ini coba diaplikasikan ke dalam workshop. Lima kelompok dibentuk, dan masing-masing mewakili satu karakter. Para kelompok ini bertugas mendiskusikan dan menjawab pertanyaan Mbah Nun.

Berikut daftar pertanyaan dari Mbah Nun. Untuk Kelompok al-Mutaqaddimun: Menurut Anda, di Indonesia ini, apa yang harus dirintis atau dicetuakan dan itu belum ada? Untuk kelompok al-Muassisun: Apa yang harus dibangun di Indonesia, atau juga pembangunan ini memiliki kurang apa atau bagaimana? Untuk kelompok al-Muhafidhun: Apa yang harus dipelihara di Indonesia ini? Untuk kelompok al-Mubaddilun: Apa yang harus diubah di Indonesia? Untuk kelompok al-Muqallidun: Apa yang harus diikuti di Indonesia ini?

***

Sebagaimana biasa, para kelompok berdiskusi selama waktu yang ditentukan dengan mengambil tempat di luar panggung. Selama mereka berdiskusi, nomor-nomor kegembiraan dihadirkan di panggung. Pak Dodi dari Polinema terendus oleh Mbah Nun bisa menyanyi dan akhirnya Ruang Rindu Letto dibawakannya dengan gaya geraknya yang oleh Mbah Nun disebut mirip gaya debt collector yang spontan membuat jamaah terpingkal.

Nomor-nomor khusyuk dan apik juga telah dipersembahkan yakni Shalawat Asghil dan Lir-Ilir. Tentang shalawat Asghil ini Mbah Nun menerangkan artinya dan itu bagus menurutnya. Shalawat ini mendoakan agar Allah menyibukkan orang dhalim dengan orang dhalim dan mengeluarkan kita dari sela-sela orang-orang dhalim itu dalam keadaan selamat.

Pada sesi awal, sebagai bentuk doa memohon perlindungan dan penjagaan buat anak-anak cucu, sesudah Mbah Nun memimpin membaca surat al-Fatihah dan tiga surat Qul, KiaiKanjeng diminta membacakan doa Ya Hafidl Ya Hafidl Ihfadlna Ya Rohman Ya Rahim Irhamna. Doa ini dilatihkan kepada jamaah dan kemudian diunjukkan bersama dalam format jamaah terbagi dalam kelompok dan pembacaannya dengan ragam tepuk dan irama yang dicipta bersama dengan dipandu oleh para vokalis KiaiKanjeng. Paket Wirid Sirr yang dibawakan KiaiKanjeng kemudian melengkapi kekhusyukan doa ini.

Pesan Mbah Nun mengenai wirid Ya Hafidl ini adalah, “Kalau Anda berdaulat, wirid yang dalam ilmu Maiyahan disebut sebagai Wirid Penjagaan ini berhubungan dengan urusan atau keperluan apapun saja. Berdaulatlah dalam menggunakan wirid ini.”

Saat presentasi lima kelompok diskusi, beberapa jawaban muncul dari mereka dan presentasi disampaikan dalam cara masing-masing yang lucu, santai, khas, dan segar. Terasa suasana merdeka belajar dari cara mereka presentasi. Dari jawaban mereka ada di antaranya yang perlu dicetuskan di Indonesia adalah jiwa enterprenuer dan pendidikan jati diri dalam keluarga.

Di antara yang diminta memberikan respons adalah sahabat kita Mirel. Malam itu, Ia memaklumatkan agar generasi muda ini tidak gampang baperan. Misalnya dalam merintis usaha. Tidak boleh sedikit-sedikit baper. Harus tangguh dan tatag, serta punya kecerdasan. Bagi Mirel, baper adalah tanda tidak cerdas dan kurangnya pengenalan diri.

Di samping itu, Mirel mengatakan ada dua kata yang perlu diingat: mesti dan pesti. “Mesti” adalah hal-hal yang semestinya dilakukan manusia, sedangkan “pesti” adalah kepastian yang diberikan oleh Tuhan. Tugas manusia adalah menjalani ke-mesti-an agar nanti Tuhan memberikan ke-pasti-an.

***

Itulah sedikit hal, poin, dan suasana yang dapat dicatat dari Sinau Bareng di Polinema malam itu. Satu pesan Mbah Nun yang perlu diingat selalu utamanya buat para mahasiswa Polinema adalah, “Sepuluh tahun ke depan kalian harus nandur apa? Perjelaslah tujuanmu.”

Lainnya

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

Sejak jum’at siang (8/5) KiaiKanjeng sudah berada di Jakarta untuk malamnya menghadiri Kenduri Cinta, setelah menjalani rangkaian Maiyahan di Jawa Timur, mulai tanggal 4 Mei 2015 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian 5 Mei 2015 di Universitas PGRI Adibuana Surabaya, dilanjutkan tanggal 6 Mei-nya di Sidoarjo.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta

Topik