Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng ke-4144
Selasa malam, 25 Februari 2020 lalu, Pemerintah Kabupaten Sragen menggelar acara Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng dengan tema dan judul “Doa Untuk Negeri”. Acara diselenggarakan di Gedung Sasana Manggala Sukowati Sragen.
Dengan tema Doa Untuk Negeri, pemerintah kabupaten Sragen mengajak segenap warga masyarakat, termasuk terutama jajaran ASN dan perangkat-perangkat pemerintahan di lingkungan Kabupaten Sragen, untuk berdoa kepada Allah agar bangsa Indonesia dihindarkan dari marabahaya, wabah, bencana, dan perpecahan.
Di atas panggung Mbah Nun didampingi Bu Bupati Yuni dan Wabup Dedi Endriyatno serta Forkompimda dan para tokoh FKUB Sragen. Dalam gedung berkapasitas tiga ribuan orang, para jamaah, masyarakat, ASN berbaur menjadi satu duduk lesehan mengikuti acara. Sebagian hadirin yang tak tertampung menyimak acara dari luar gedung terutama di selasar-selasar gedung. Ada pula yang berdiri di balik kaca gedung sehingga tetap bisa melihat langsung suasana di dalam.
Mbah Nun memuji dan mengapresiasi acara Doa untuk Negeri yang diselenggarakan oleh Pemkab Sragen ini. “Ini judul dan tema yang sangat indah dan vertikal…,” kata Mbah Nun. Juga jarang acara di tingkat kabupaten namun cakupan temanya adalah untuk skala nasional, yaitu keselamatan bangsa Indonesia. Doa yang dipanjatkan tidak hanya untuk masyarakat Sragen, namun untuk seluruh bangsa ini.
Sejak memulai Sinau Bareng, sesungguhnya Mbah Nun sudah langsung merespons apa yang menjadi inti niat acara ini lewat mengajak semua hadirin membaca surat al-Fatihah, kemudian dilanjut nomor Pambuko dan lantunan bersama Shalawat Asghil yang dipadukan dengan shalawat Allahumma Shalli ‘ala Muhammad Ya Robbi Shalli ‘alaihi wa sallim sebagaimana biasa dibawakan dalam pepujian di mushalla-mushalla. Dua shalawat ini dipimpin oleh KiaiKanjeng. Para jamaah dan hadirin mengikuti dengan khusyuk dan khidmat.
Melihat kesungguhan dalam bershalawat ini, Mbah Nun lantas membawa semua hadirin untuk yakin bahwa kalau melihat orang-orang mau memuji-muji kekasih-Nya seperti ini, insyaAllah Allah mengabulkan doa-doa kita. Diterangkan oleh Mbah Nun, bahwa keterkabulan doa itu ada beberapa macam. Ada yang dikabulkan begitu seseorang berdoa. Ada yang dikabulkan tetapi ditunda waktunya atau diganti wujudnya. Ada yang belum berdoa tetapi sudah dikabulkan. Doa untuk Negeri belum benar-benar diungkapkan di tahap awal ini, tetapi melihat kekhusyukan dan kecintaan kepada Nabi Muhammad lewat shalawat tadi, bukan tidak mungkin doa yang menjadi tema acara ini sudah dikabulkan oleh Allah ini, “Mudah-mudahan Sragen dijawab oleh Allah doa-doanya.”
Langkah Spiritual
Sesuai maksud acara Doa Untuk Negeri ini di mana pemkab Sragen mengajak masyarakat untuk berdoa agar diberi keselamatan dan dihindarkan dari marabahaya, wabah, bencana, dan perpecahan, Mbah Nun memberikan beberapa langkah spiritual yang bisa dilakukan sebagai bentuk permohonan kepada Allah agar terjaga atau terhindarkan dari marabahaya, wabah, dan bencana tersebut.
Pertama, memperbanyak shalat dan berwudlu. Sesegera mungkin memperbarui wudlu tersebut apabila batal. Sehingga, sebisa mungkin kita selalu berada dalam keadaan berwudlu. Dalam wudlu ada satu bagian di mana kita membasuh atau mengusap kening. Kening adalah tempat syaraf-syaraf bohong. Dengan mengusap kening dalam wudlu, setiap orang yang berwudlu diajak memohon kepada Allah untuk dibersihkan dirinya dari laku bohong.
Kedua, kemanapun pergi hendaknya selalu membaca doa seperti bismillahi tawakkaltu ‘alallahi atau bismillahiladzi la yadlurru ma’asmihi syai-un fil ardli wala fissama-i wa huwas sami’ul ‘alim atau juga doa sapujagat. Doa-doa ini juga sebaiknya dibaca setiap usai shalat.
Mengapa langkah doa ini sangat penting? Menurut Mbah Nun, posisi manusia sebenarnya tak bisa apa-apa, selain berdoa kepada Allah, dalam harapan untuk terhindar dari musibah atau marabahaya. Dengan dua jalan spritual itu, insyaAllah Allah akan melindungi kita serta memperkuat daya tahan fisik dan mental kita.
Mbah Nun juga diminta merespons ihwal virus Corona. Terkait virus, Mbah Nun mengingatkan bahwa yang bernama virus itu sesuatu yang lembut sekali dan tak tampak oleh mata biasa, maka “meresponsnya” juga dengan kelembutan (luthfun). Mengambil sikap rendah hati dengan berdoa dan langkah spiritual adalah satu bentuk kelembutan yang dimiliki manusia.
Apakah virus dan wabah dapat dikatakan sebagai hukuman atau adzab dari Allah kepada sekelompok orang? Mbah Nun menegaskan bahwa kita tidak bisa memastikannya, meskipun secara otak-atik matuk mungkin saja dapat dianalisis atau disimpulkan demikian. Tetapi, yang pasti harus dilakukan menghadapi semua itu adalah langkah-langkah spiritual.
Bagi Mbah Nun, berdoa diartikan sebagai ‘menyapa’, bukan sekadar memohon atau meminta. Di situlah salah satu kunci hidup. Perbanyak menyapa. “Hidup itu Anda harus rajin dan pandai menyapa,” kata Mbah Nun. Tidak hanya menyapa Allah saja, tetapi menyapa siapapun saja seluas-luasnya.
***
Selain memenuhi harapan Pemkab Sragen untuk berdoa dan membahas ihwal bagaimana ikhtiar agar terhindar dari marabahaya, Mbah Nun juga membawa jamaah dan masyarakat, khususnya Bu Bupati dan jajarannya, memasuki pelbagai hal yang juga penting. Satu di antaranya, Mbah Nun berpesan agar Pemkab Sragen tidak lupa bahwa tugasnya adalah mengolah rahmat Allah menjadi berkah bagi masyarakat Sragen. Lewat workshop musikal bersama KiaiKanjeng, Mbah Nun juga berpesan agar Bu Bupati senantiasa menciptakan suasana yang bikin hati masyarakat gembira.
Tidak hanya itu, dengan belajar pada filosofi Punokawan dan Ponokawan, di mana Punokawan adalah orang yang menemani orang lain dengan ilmu dan kebijaksanaan, sedang Ponokawan adalah orang yang menemani orang lain dengan cinta dan kesetiaan, Mbah Nun berharap Bu Bupati memiliki keempat unsur tersebut dalam memimpin masyaraakat Sragen.
Sementara itu, jamaah juga diajak menguak ke sejarah Sragen sendiri lewat pertanyaan sayembara berhadiah seperti pertanyaan tentang apa hubungan Sragen dengan Keraton Yogyakarta, apa asal-usul kata Sragen, dan apa asal-usul sejarah Sukowati. Bu Bupati menyiapkan hadiah di antaranya berupa dua buah sepeda untuk gowes. Selain sayembara, pada bagian akhir jamaah juga mendapatkan kesempatan untuk tanya-jawab, bahkan juga diminta Mbah Nun untuk mengungkapkan apa yang ada di Sragen yang mereka sukai dan apa yang mereka tidak sukai. Bu Bupati dan jajarannya pada gilirannya diberi kesempatan untuk merespons.
Alternatif Baru Memahami dan Praktik Ucapan Salam
Ada satu hal menarik dalam Sinau Bareng ini, yaitu saat membuka sambutannya, Bu Bupati Yuni mengucapkan salam “Assalamualaikum wr wb”, dan tidak disertai salam sejahtera dan salam-salam dari beberapa agama yang biasanya jamak dipraktikkan dalam banyak pembukaan pidato atau sambutan. Bagi Mbah Nun ini menarik dan mengingatkan pada pemikiran beliau sendiri bahwa sebenarnya tidak perlu mengucapkan banyak salam. Cukup satu saja. Orang Islam mengucapkan Assalamualaikum wr wb, dan bila ada orang lain yang nonmuslim bisa menjawab dengan jawaban sesuai agamanya.
Alasan untuk ini, menurut Mbah Nun, sederhana yaitu bahwa semua salam itu sebenarnya berisi janji yaitu hanya akan melakukan sesuatu yang saling menyelamatkan. Tawaran ini rupanya langsung terpraktikkan malam itu. Saat perwakilan agama-agama menyampaikan sambutan dan mengucap satu salam sesuai agamanya, masing-masing hadirin juga menjawab sesuai jawaban salam agama mereka.
Para tokoh lintas agama ini mendapatkan kesempatan untuk memberikan sambutan dan pemaknaan atas acara Doa Untuk Negeri ini. Bapak Pendeta Kristen yang malam itu hadir mengungkapkan, “Saya merasakan kedamaian di tempat ini lewat Cak Nun.”
***
Itulah beberapa hal yang dapat kita petik dari Sinau Bareng “Doa Untuk Negeri” yang diselenggarakan oleh Pemkab Sragen di Sasana Manggala Sukowati malam itu. Usai menyajikan dan mengajak semua hadirin bermedlei Era, Mbah Nun memuncaki acara dengan kembali berdoa kepada Allah agar semua niat baik di balik acara ini dikabulkan oleh Allah.