CakNun.com

Seperdelapan-Belas Kesabaran

Corona, 54
Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 4 menit

Sampai time-line Corona Di Rumah Saja hari ini, masyarakat mulai jenuh. Mungkin sudah muncul ketidaksabaran, kebosanan, bisa juga mulai uring-uringan, sehari-hari glundang-glundung, tidur lagi dan tidur lagi, badannya pegal-pegal. Salah-salah bisa akan mulai mudah marah, hatinya penuh undat-undat, dan yang paling mengerikan: akan mulai dihinggapi penyakit kalap dan gila.

Ini ulah Betara Kala. Dewa Waktu. Kapan Sang Kala akan berakhir untuk Corona ini? Tiga bulan? Setahun? Dua tahun? Atau malah lebih dari itu. Tempo hari saya menulis gila Lockdown 309 Tahun sekadar untuk belajar dari prinsip nilai yang dijalani oleh Ashabul Kahfi. Siapa tahu bisa ada yang diwacanakan ke dalam diri kita.

Bersyukur dan berbanggalah semua yang harus keluar rumah, ubet, iguh, ora obah ora mamah: kalau tidak berjuang keluar rumah maka keluarganya tidak makan-minum melanjutkan amanah kehidupan.

Bagi yang sudah terpenuhi sandang, pangan, papan, sekarang tambah satu: internetan. Mau apa di rumah 24 jam sehari semalam? Bikin kelas harian untuk anak-anak? Jam rembug? Dolanan remi dan kartu-kartu? Mengaji tahan berapa lama? Shalat masih bisa tapi hati rasa makin tak berdaya, jangan suruh wiridan lama-lama.

Kalau panutan hidupmu adalah para Nabi, utamanya Kanjeng Nabi Muhammad Saw – emangnya ketika beliau sugeng ada Mal, Coffe Shop, Gardu rumpi, nonggo, mancing, naik motor ke tepi-tepi sawah? Apa kamu pikir Nabi Musa ikut Liga-I sepakbola nasional atau Nabi Sulaiman ikut geng motor? Kemewahan sosial budaya dan teknologi apa yang selama ini engkau nikmati namun sekarang tak bisa engkau konsumsi yang Kanjeng Nabi pernah menikmatinya? Apalagi Nabi Adam, Ibunda Hawa dan anak-anaknya?

Nabi Ayyub kaya raya, keluarga besar, punya perkebunan dan ternak yang melimpah-limpah, dicabut oleh Allah. Menjadi tidak hanya miskin, tapi juga faqir. Itu pun ditambahi penyakit menahun yang mengerikan, sampai luka-luka badannya dipenuhi belatung-belatung. Kalau mau shalat, Nabi Ayub mengambili belatung-belatung itu satu persatu dan tidak dibunuhnya.

Ini gara-gara Setan usil, usul kepada Allah: Allah, Engkau tidak perlu membanggakan Ayyub-Mu. Dia sabar hati dan baik budi karena hidup serba kecukupan. Saya sangsi apakah Ayyub tetap memperlihatkan sikap terpuji jika Engkau menimpakan ujian kemelaratan dan kenistaan.” Maka Allah menguji Ayyub, dimiskinkan dan disakitkan selama 18 tahun. Sampai-sampai Ayyub mengeluh: “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang.” (Al-Anbiyaa).

Kita baru dua bulan me-lockdown diri. Ada teman-temanmu yang harus mematuhi PSBB beberapa hari terakhir. Kalian masih merdeka, masih keluar-keluar rumah, bekerja berbekal masker, jaga jarak dan tawakkal.

Kalian tidak ditinggalkan oleh keluarga, para tetangga dan masyarakat karena sakit sebagaimana Nabi Ayyub. Kita saling meninggalkan, saling menjaga jarak, saling menempatkan diri berjauhan satu sama lain. Kita “meng-Ayyub-kan” satu sama lain. Baru dua bulan kita sudah hampir gila. Tentu saja jangan bandingkan diri kita dengan Nabi Allah Ayyub As. Anggap saja takaran kita seperdelapan belasnya beliau. Nabi Ayyub bersabar, tawakkal, husnudhdhan, tetap santun kepada sesama, mengasingkan diri di dalam Gua agar tidak menularkan penyakit kepada ummatnya.

Istri beliau Ayyub sempat jual rambut ke pasar untuk beli makanan, sampai beliau Ayyub marah dan bersumpah akan mencambuki istrinya 100 kali nanti kalau sembuh. Ketika sembuh Ayyub ternyata tidak tega, dan Allah mengajarinya bikin sapu lidi, satu ikatan terdiri dari 100 batang lidi. Dipukulkan satu kali, berarti sama dengan mencambuk 100 kali.

Walhasil, bagaimana keadaan keluargamu hari ini? Apakah masih bisa kau hidangkan makanan dan minuman di meja makan keluargamu? Bagaimana teman-teman Maiyahmu lainnya? Sampai berapa lama lagi akan masih bisa bertahan Di Rumah Saja? Bertanyalah kepada Allah, dengan selalu bersujud lewat tengah setiap malammu. Sebab manusia tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan “sampai kapan”mu. Astaghfirullah minimal 100X setiap bakda shalatmu, syukur engkau lipat gandakan sehabis shalat malammu. Ya Hadi Ya Mubin selalu menyertai detak jantung dan keluar masuk napasmu, syukur engkau awali dengan Ya Rahman Ya Rahim Ya Syafi ya Halim sebanyak-banyak yang energi dan keikhlasanmu kuat menyangganya.

Kalau engkau dan sahabat-sahabat Maiyahmu, sekali lagi, harus keluar rumah mencari nafkah, jangan khawatirkan apapun, karena itu adalah Jihad fi Sabilillah. Asal kau penuhi keseyogyaan untuk melindungi mulut dan hidungmu, tangan dan kakimu — agar engkau tidak memasuki kemungkinan untuk mencelakakan siapapun sesamamu. Asal kau ikat ontamu di pohon, baru engkau tawakkalkan kepada Allah.

Aku doakan para Malaikat selalu turun berbagi tugas untuk menghidangkan makanan dan minuman, dengan cara Allah, bagi keluargamu dan keluarga kita semua. Berdoalah sebagaimana Nabi Isa As yang Ibunda beliau juga selalu Di Rumah Saja, dipingit oleh cinta Allah: “Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama”.

Nanti hari raya akan tiba di ujung riyadlah perjalanan suci ikhlas tabahmu. Allah Maha Pemberi Rezeki utama, ya rezeki makanan dan minuman, ya rezeki perjuangan dan penghayatan, ya rezeki cinta dan hari raya.

Kita semua sedang dipingit oleh Allah di Gua kasih sayang-Nya. Mungkin karena selama ini kita kurang menskala-prioritaskan-Nya. Kurang monomor-satukan-Nya. Kurang fokus mewujudkan cinta dan ketergantungan kita kepada-Nya.

Baiatlah di lubuk jiwamu Rasulullah Saw sebagai pemimpinmu. Kita semua mengalami krisis pemimpin dan kepemimpinan, kecuali mengacu kembali kepada kehadiran beliau Kanjeng Nabi yang tercinta.

Kita teguhkan ketetapan bahwa diri kita tidak terletak pada yang Allah firmankan: “Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudharatan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus-menerus terombang-ambing dalam ketersesatan mereka.” (Al-Mu`minun).

Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yunus).

Kepada Negara dan Pemerintahmu, kepada tetangga dan mesyarakatmu, katakanlah: “Aku ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusanmu.” (Al-An’aam).

Dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipatgandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al Anbiyaa’: 84).

Lainnya

Puasa: Menuju “Makan Sejati”

Puasa: Menuju “Makan Sejati”

Ilmu Rasulullah Saw, “hanya makan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang”, telah menjadi pengetahuan hampir setiap pemeluk agama Islam, tetapi mungkin belum menjadi ilmu.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version