CakNun.com

Sengkarut Data dan Wacana Seputar Corona

Rony K. Pratama
Waktu baca ± 2 menit

Bersamaan dengan ketar-ketir masyarakat atas dampak fisik akibat Covid-19, kini kecemasan itu menular secara psikis. Corona sebagai fakta virus sekaligus tatanan narasi sama-sama membuat pusing tujuh keliling. Nahasnya lagi penanganan di lapangan cenderung serampangan.

Pola koordinasi pusat dan daerah masih lemah. Selain segi teknis, etika ilmiah jauh dari pakem akademis. “Salah satunya kita belum memaksimalkan dan melibatkan laboratorium. Termasuk kerja sama lintas disiplin ilmu. Khususnya penanganan sekarang tidak melibatkan disiplin mikro biologi,” jelas dr. Supriyanto, Sp.B, FINACS, M.Kes., Direktur Utama RSUD dr. Iskak, Tulungagung, kemarin malam (12/07) di Rumah Maiyah Kadipiro.

Masalah protokoler kesehatan sekadar menuntaskan kendala teknis di lapangan. Namun, hal lain yang tak kalah penting tapi belum dipikirkan serius, menurut dr. Supriyanto, “Mengatasi psikis masyarakat atas dampak Covid-19.” Kendati dirinya sebagai praktisi medis yang tiap hari mengurusi perihal kesehatan fisik masyarakat, sisi psikis yang seharusnya juga dipulihkan sama sekali belum terjamah.

Cak Nun, Bu Novia, Brotoseno SAR DIY, Dokter Eddot, Mas Sabrang, Pak Najib, dan Yai Tohar turut hadir. Beragam perspekif mereka sodorkan. Corona sebagai fakta virus memang hendaknya didekati secara multidisiplin. Meskipun demikian, otoritas medis tetap menjadi tim inti penanganan medis. Lainnya memosisikan sebagai sistem pendukung.

Industri medis juga disoroti kritis. Cak Nun melihat gejala ini makin membusuk, bahkan pada tiap sektor mana pun. Seharusnya Covid-19 ditangani secara profesional, tetapi kenyataan di lapangan justru sebaliknya. Kapitalisasi Corona mencapai titik nadir.

Ironinya, agensi di belakang itu justru saling bahu-membahu. Selalu ada sekelompok orang yang memanfaatkan keadaan di situasi genting seperti saat ini. “Di tengah ketidakjelasan Covid-19, makin ke sini makin lebih pada industralisasi Corona,” ujarnya.

Cak Nun juga mengamati respons masyarakat atas gejala sosial di lingkungannya. “Yang lebih berhaya dari Corona adalah pernyataan tentang Corona. Pernyataan itu lebih membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Panik tidak panik tidak lagi pada Corona-nya, tetapi pada narasi tentang Corona tersebut,” tegasnya.

Pembahasan malam kemarin mengerucut tiga hal. Pertama, diperlukan rekonstruksi dan reformasi Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Kedua, diperdalam kembali data dan wacana Corona sebagai fakta virus maupun narasi yang berkembang. Ketiga, menguatkan sekaligus menjajaki ekonomi mikro di masyarakat demi kelangsungan penghidupan.

Lainnya

Exit mobile version