CakNun.com

Selalu Peka Membaca yang Aktual

Rizky D. Rahmawan
Waktu baca ± 2 menit

Untuk 67 Tahun Mbah Nun

“Jangan lupa, Cak Nun itu seorang jurnalis. Bahkan menurut saya termasuk jurnalis yang mendarah daging. Maka selalu peka terhadap keadaan aktual,” demikian Yai Tohar menyampaikan.

Saya adalah generasi Maiyah yang tidak mengikuti secara langsung sepak terjang Mbah Nun sebagai seorang jurnalis. Saya mengenal Mbah Nun melalui Maiyah setelah lebih dari satu dekade Beliau meninggalkan media massa, memilih menemani rakyat menempuh jalan sunyi. Namun, sejauh yang dapat saya potret, Mbah Nun begitu peka terhadap hal-hal berikut ini:

Peka terhadap perkembangan teknologi informasi

Erik Supit mengamati pola pada tulisan-tulisan terbaru Mbah Nun. Kata bahasa asing tidak dilengkapi dengan dalam kurung terjemahannya. Ya, karena ini era digital, berbeda ketika era cetak dahulu harus menyanding kamus dan sebagainya. Kini amat mudah pembaca menelusuri terjemahan.

Sejak dua tiga tahun yang lalu Mbah Nun juga kerap mengajak mengisi media sosial dengan metode udan deres. Artinya terus saja menghujani dengan konten-konten milik kita sendiri. Benar saja itu adanya, berpolemik di media sosial, melayani debat di sana, terlalu sempit medsos tak sanggup mewadahi.

Peka terhadap perkembangan sosial-politik

Jauh-jauh hari sebelum kini orang riuh menyiapkan ‘new normal’, Mbah Nun sudah memberi aba-aba bahwa paling jauh negeri kita sanggup berdiam di dalam ‘gua’ hanya sampai akhir Mei. Dan betul saja, kini orang dengan beragam alasannya, yang jenuh-lah, suntuk-lah, ketar-ketir ekonomi-lah sebagian kita sudah tak tahan mengakhiri restriksi sosial ini.

Mbah Nun yang demikian ketat menjaga protokol kesehatan selama masa pandemi ini, saya membacanya hal itu adalah bentuk sikap antitesis dari bagaimana perilaku pemerintah yang cenderung menomorsatukan ekonomi dan abai pada aba-aba sains untuk bagaimana sungguh-sungguh menjaga risiko kesehatan. Tak perlu diurai lebih lebar, masyarakat bisa menilai sendiri bagaimana politik bekerja di kala pandemi ini. Terlebih mereka yang melek wawasan internasional, melihat bagaimana masing-masing negara membuat intervensi sikap demi melindungi rakyatnya.

Mbah Nun berpuluh-puluh tahun keliling Indonesia, berada di tengah-tengah masyarakat dan membuat konsep-konsep. Maka tak perlu ruwet untuk melakukan pembacaan sosial dan politik yang terjadi hari-hari ini.

Peka terhadap perkembangan batin jamaah Maiyah

Apakah BPIP, ataukah Wantimpres yang lebih mengayomi keadaaan psikis rakyatnya menghadapi sebuah keadaan yang baru pernah dihadapi sekali sepanjang hidup kita ini? Malahan mereka hanya nimbrung pada narasi mainstream menggarami air laut, mengajak orang-orang yang sudah berjibaku bersolidaritas diajak supaya bersolidaritas. Mengambil alih kerja-kerja non-governmental organization membuka pundi amal bantuan.

Mbah Nun menyediakan diri untuk hadir di masyarakat melalui buku. Buku Lockdown 309 Tahun yang membabar berbagai pembacaan keadaan, anjuran, dan panduan sudah terbit ketika pandemi masih sedang berlangsung. Orang-orang mungkin cemas sebab besok lusa tidak bisa makan, tetapi orang-orang juga merasa cemas bila hari ini ia kehilangan harapan. Kondisi batin atas kekosongan harapan, siapakah yang memperhatikan?

Lainnya

Topik