CakNun.com

Sedulur Paseban Majapahit Sinau Budidaya Hidroponik

Paseban Majapahit
Waktu baca ± 3 menit

Wabah Corona yang masih terus berlangsung mencuatkan banyak pertanyaan. Kapan akan berakhir? Tahun ini atau tahun depan? Belum ada jawaban pasti. Semakin lama Pandemi berlangsung, semakin meluas dampaknya. Setidaknya hingga hari-hari ini kita didesak untuk mulai memperhatikan urusan pemenuhan kebutuhan “pangan” kita.

Haruskah kita cuma berdiam? Sekarang adalah waktu yang tepat untuk saling menguatkan. Sebisa mungkin bertahan, termasuk dalam hal “ketahanan pangan”. Syukurlah sejak sebelum wabah ini kita terbiasa menikmati atmosfer kemesraan Sinau Bareng. Sekarang saat bagi kita memperkaya bentuk-bentuk sinau untuk menemukan formula aplikatif menghadapi tantangan yang menghadang.

Kalau sebelumnya Paseban mengawali laku syukur atas anugerah tanah yang subur dengan belajar nandur bagi dulur-dulur yang punya lahan tidur, kali ini laku syukurnya agak beda. Bagi dulur-dulur Paseban yang nggak punya lahan, hidup dalam terbatasnya luasan pemukiman kota, tidak perlu panik. Masih ada kesempatan untuk tetap bisa membangun ketahanan pangan dengan cara unik. Menapaki laku syukur atas anugerah Allah yang berupa air dan sinar matahari yang melimpah dengan cara bertanam menggunakan sistem “hidroponik”.

Sepertinya keberuntungan terus berpihak kepada Paseban. Setelah sekian lama terpisah jarak dan waktu, salah seorang sesepuh penggiat Paseban kembali dari rantau. Cak Soni yang menguasai keahlian budidaya hidroponik pulang ke kampung halaman dan membangun persambungan lagi dengan dulur Penggiat dalam momentum pelatihan Hidroponik.

Pada hari Sabtu, 2 Mei 2020 sebanyak 12 orang penggiat berkumpul untuk mengikuti kegiatan Sinau Hidroponik bersama Cak Soni. Acara di gelar di Mangelo utara RT 01/04 tepatnya di belakang Jalan Bougenvile, Pondok Tratai, Sokoo, Mojokerto. Untuk sinau tahap awal ini, materi yang disampaikan adalah pemahaman dasar budidaya, memahami sekilas gambaran medan pasarnya, serta memahami kekurangan dan kelebihan teknik ini dibanding teknik budidaya tradisional.

Tanaman hidroponik memang cenderung lebih mahal dari tanaman tradisional tetapi ia mempunyai keunggulan dari sisi higienitas, tidak mudah layu, bebas pestisida, serta ramah lingkungan. Keunggulan lainnya adalah tidak membutuhkan lahan luas, sehingga bisa diterapkan di mana saja, termasuk di perkotaan yang minim lahan. Untuk skala keluarga kecil, bisa ditanam 30 hingga 100 titik tanaman. Lahan yang dibutuhkan cukup 1 x 2 meter saja.

Cak Soni menjelaskan masing-masing komponen yang digunakannya dalam bertanam hidroponik. Ada pompa air, yang digunakan untuk mengalirkan air dan oksigen. Di sini, beliau menggunakan pompa air yang biasa dipakai untuk aquarium. “Selain harganya yang murah, juga rendah konsumsi listriknya,” jelas beliau.

Sebelumnya, air yang dipakai telah dicampur nutrisi dengan kadar yang telah ditentukan. Idealnya, air tersebut nanti dialirkan ke paralon (sebagai media tanam). Namun Cak Soni mengakalinya dengan menggunakan asbes yang berongga lebar. Ini dilakukan untuk menghemat biaya. Air bernutrisi yang sudah mengalir melewati asbes ditampung lagi dalam bak penampungan yang sama, kemudian disirkulasikan terus-menerus selama 24 jam. Sederhananya, inti dari sistem hidroponik adalah bagaimana air nutrisi itu bisa mengaliri akar tanaman secara terus menerus.

Tanaman yang ditempatkan di asbes sebelumnya telah dilakukan proses penyemaian di media yang berbeda. Biasanya penyemaian menggunakan rockwool, spon atau bisa juga menggunakan bahan alternatif lain sepanjang bisa menyerap air.

Benih diletakkan pada spon yang telah diberi air. Kemudian ditempatkan di ruang yang gelap, agar mempercepat proses pecah benih yang biasanya berlangsung 1-2 hari. Setelah benih berubah menjadi kecambah, segera tempatkan di tempat yang mendapat sinar matahari, agar pertumbuhan benih bisa maksimal.

Dibutuhkan kira-kira 7 hari, agar benih bisa dipindahkan ke media tanam asbes sampai bisa dipanen. Dari proses pembenihan, peremajaan sampai tanaman siap panen dibutuhkan waktu selama 30-40 hari, tergantung jenis tanamannya.

Sedulur Paseban yang hadir terlihat sangat antusias dan bersemangat memperhatikan pemaparan Cak Soni. Meski teknik hidroponik membutuhkan biaya awal yang lebih tinggi, tetapi Cak Soni mempunyai banyak alternatif bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menghemat modal.

Semua itu diharapkan dapat menjadi solusi bagi hambatan permodalan yang dialami sedulur yang ingin memulai budidaya. “Asal paham konsepnya, kita bisa pakai bahan pengganti guna meminimalkan modal,” pungkasnya. Meski belum lama menggeluti dunia hidroponik, Cak Soni tampak sudah sangat memahami sistem dan prinsipnya. Terlihat saat beliau begitu cakap menjelaskan dan menanggapi pertanyaan dari beberapa sedulur.

Saking asyiknya sinau bareng, teriknya matahari sore saat menjalani puasa hari itu menjadi sedikit terabaikan. Dua jam perjumpaan dirasa sangat singkat. Sudah hampir adzan Maghrib saat sinau tentang hidroponik diakhiri. Tentu perjumpaan ini saja tidak akan cukup untuk memahami hidroponik secara utuh.

Cak Soni berpesan agar ilmu ini segera dipraktekkan di rumah masing-masing dan meminta ada perjumpaan selanjutnya supaya proses belajar ini bisa berkesinambungan. Acara kemudian ditutup dengan buka bersama.

Lainnya