Sastraliman di Tengah Pandemi dan Doa Untuk Bunda Cammana
Dengan jumlah peserta sangat terbatas, malam ini Sabtu 5 September 2020 berlangsung forum diskusi Sastraliman yang digelar Majalah Sastra Sabana di Rumah Maiyah Kadipiro Yogyakarta.
Acara ini sekaligus dimaksudkan untuk merilis Majalah Sabana No. 13 Tahun 2020 yang kali ini diterbitkan secara online dan bisa teman-teman download di sini.
Majalah Sabana edisi baru ini sendiri bertajuk “Sastra Di Tengah Pandemi”. Sekaitan dengan tema pandemi di mana seperti dilakukan Sastraliman malam ini yakni audiens memang sengaja dibatasi, Mbah Nun bercerita bahwa sejak di pondok dulu beliau biasa menghadapi audiens yang beragam. Seminggu sekali bisa seratus hingga dua ratus santri. Sebulan sekali bisa berpidato di depan seribu lebih orang. Sampai kemudian di era Maiyahan atau Sinau Bareng dengan masyarakat berjumlah tiga puluhan ribu orang, dan malam ini hanya dua puluhan orang.
Apa yang diceritakan Mbah Nun adalah tidak ada perubahan perasaan apapun dengan jumlah audiens berapa saja. Bagaiamana bisa? Mbah Nun mengatakan, “Itu karena saya adalah anaknya Ibu saya”. Maksudnya adalah dulu tahun 1982, Mbah Nun pernah terfetakompli diminta kampanye untuk suatu partai politik, padahal tidak ada kesepakatan untuk itu, dan itu bisa tidak menguntungkan bagi Mbah Nun sendiri karena bisa dianggap berafiliasi kepada salah satu parpol. Sampai kemudian, Beliau curhat kepada Ibu Halimah yang intinya harus bagaimana.
Ibu Halimah menyarankan dan meyakinkan bahwa tak apa-apa yang penting berbuat atau mengatakan yang baik di manapun, dengan siapapun, dengan berapapun orang. Dari situlah, Mbah Nun menemukan jalan keluar dan prinsip yang dapat dijadikan pijakan. Diproyeksikan ke dalam situasi pandemi yang salah satu implikasinya adalah pembatasan kegiatan umum, Mbah Nun mengatakan tak masalah dengan semua itu, sebab yang terpenting adalah tetap fokus berbuat baik dan berkarya.
Sastraliman malam ini dibuka dengan pembacaan puisi oleh Mbak Widya dan Pak Mustofa W Hasyim. Sebagai pemandu acara adalah Pak Budi Sardjono. Sementara itu, Pak Iman Budhi Santosa menyampaikan pengantar. Di antara yang disampaikan Pak Iman adalah pentingnya setiap individu punya kedaulatan sikap, dalam hal ini tentang Covid-19. Mengenai ajakan Pak Iman ini, Mbah Nun bersepakat sekalipun hal itu pasti tidak bisa diterapkan secara sosial. Di sinilah, Mbah Nun lantas mengatakan bahwa salah satu siksaan yang sedang kita alami adalah kenyataan bahwa kita tak punya mekanisme kolektif untuk menyatukan pendapat tentang Covid-19.
Para peserta yang hadir yang sedikit ini sangat menikmati suasana diskusi kecil Sastraliman malam ini. Di tengah diskusi ini, Mbah Nun mendapat kabar bahwa Ibunda Cammana di Mandar sedang dirawat di Puskesmas Limboro sehingga kemudian beliau mengajak seluruh hadirin untuk berdoa bagi Bunda Cammana dengan membaca surat Al-Fatihah tiga kali dan lima ayat pertama surat Al-Fath. Doa ini sekaligus menutup acara diskusi Sastraliman malam ini tepat pada pukul 22.00 WIB.