CakNun.com

Riyadloh untuk Memperbaharui Niat

Liputan Majelis Ilmu Maiyah Maneges Qudroh Magelang, 4 Juli 2020
Taufan Andhita Satyadarma
Waktu baca ± 5 menit

Restart: Mengakhiri untuk Kemudian Memulai Baru

Maneges Qudroh kembali melaksanakan forum muwajjahah rutinan Sinau Bareng pada 4 Juli 2020 lalu. Ini adalah penyelenggaraan yang kedua kalinya secara reguler tatap muka (bukan secara virtual). Tentu saja pelaksanaannya dengan tetap memenuhi standar protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan lingkungan dan komunitas sosial yang berada di lingkungan tempat penyelenggaraan sehingga acara dapat berlangsung kondusif.

Gayung bersambut krentek Penggiat Simpul Maneges Qudroh untuk berkumpul disambut kesediaan keluarga besar Panti Asuhan Cahaya Umat untuk memberikan ruang pelaksanaan rutinan ini. Biasanya rutinan digelar di Omah Maneges yang keberadaannya di tengah-tengah pemukiman warga. Namun kali ini tidak sebagaimana biasanya rutinan di gelar di Panti Asuhan Cahaya Umat, Ngroto, Magelang.

Kami mengingat apa yang pernah disampaikan Mbah Nun, bahwa andai kita tidak diberi sakit, hal itu tidak untuk dipamer-pamerkan kepada siapa-siapa karena kita tidak bisa memberikan nilai objektif kepada orang lain. Keberuntungan mendapat kesempatan berkumpul dengan tetap membangun kondusivitas sosial merupakan hal yang patut kami syukuri.

Nuansa yang merebak malam hari itu adalah kebahagiaan. Ditemani malam yang merona dengan remang rembulan yang sedikit malu di ufuk timur. Cahaya rembulan menyercah memberikan terang menemani perjalanan kami melingkar bersama, dengan mengambil sebuah nilai keberangkatan yang dianggap benar secara bersama-sama.

Sekitar pukul 20.15 acara dimulai dengan pembacaan lantunan ayat suci. Tilawah malam hari itu dibawakan oleh Mas Virdhian. Kemudian dilanjutkan dengan munajat kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah. Bersama-sama, jamaah melantunkan wirid dan shalawat dengan harapan pintu-pintu rahmat itu akan terbuka melalui ilmu-ilmu yang akan dipelajari bersama-sama pada rutinan edisi ke-113 malam hari itu.

Pada edisi ini, Maneges Qudroh mengangkat tema “Ctrl+Alt+Del”. Itu adalah tuts keyboard di komputer yang tidak lain merupakan shortcut yang kerap dituju ketika proses di komputer mengalami kesalahan sistem, error. Fungsi ini sebenarnya merupakan alternatif cara yang ditempuh ketika komputer mengalami error selain dengan cara mematikan atau menghidupkan kembali komputer (re-start).

Mas Adi berperan sebagai moderator. Pada bagian awal ia mengalasi dengan menjelaskan “restart spiritual” yang merupakan tema Mocopat Syafaat Juni lalu. Maneges Qudroh menyinambungkan diri pada edisi ini dengan tema tersebut.

Mbah Nun menganjurkan kepada Jamaah Maiyah untuk mempelajari, mencari, atau sebisa mungkin berinisiasi me-restart diri. Ini dimaksudkan agar kita tidak terkena restart dunia global.

Mas Adi menyampaikan sesungguhnya tidak ada yang kita lakukan tanpa kesadaran spiritualitas, terutama bagi Jamaah Maiyah. Dan tidak bisa standar proses mengakhiri untuk kemudian memulai kembali sesuatu secara baru atau restart tersebut dibuat sama tindakannya. Sebab satu sama lain memiliki tingkatan ilmu dan maqom yang berbeda-beda.

Mencerdasi Problem yang Bikin Mumet

Pak Amron Awaludin kembali membersamai dulur-dulur Maneges Qudroh malam hari itu. Beliau sudah berulang kali hadir dan turut mengasyiki Maiyahan dengan penyampaian dan elaborasi Beliau yang sarat muatan ilmu tasawuf. Beliau menguraikan keadaan di mana banyak orang dilanda kebingungan. Keadaan yang terutama diakibatkan oleh pandemi Covid-19 yang tidak terpikir di benak sama sekali sebelumnya.

“Apapun keadaannya harus dikaji bahwa semua adalah ayat Allah,” Pak Amron berusaha menjelaskan. Semua pasti mengandung isyarat atau pesan. Betapa Mbah Nun kerap memberi pesan bahwa Jamaah Maiyah harus membiasakan diri untuk membaca ayat-ayat yang tidak difirmankan dan tidak tertulis di kitab Suci Al-Qur’an, lalu mencoba untuk memaknai atau mentaddaburi. Proses memaknai dan mentadabburi tersebut bisa diawali dengan pertanyaan “Sebenarnya sedang ada pesan apa?”.

Belakangan ini, menurut Pak Amron, negeri ini telah kehabisan wong sepuh. Salah satunya tampak dari kesimpangsiuran yang terjadi. Kesimpangsiuran informasi sebenarnya tak kalah berbahaya dari risiko klinis pandemi. Sebab, ini berpotensi menimbulkan perpecahan dan tergerusnya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat.

Sangat sedikit kita lihat wong sepuh yang memiliki daya asuh atau ngemong di waktu-waktu seperti ini. Kurangnya ketegasan dan kebijaksanaan pada akhirnya membuat masyarakat memilih berspekulasi menempuh keputusan-keputusan yang menurutnya dirasa paling benar.

Lebih lanjut Pak Amron menyampaikan, menjadi wong sepuh itu sendiri bukan berarti harus menunggu usia lanjut. Kita bisa mempelajari dan memulai belajar ‘ilmu orang tua’ sejak saat ini juga. Memulai dengan membangun kesediaan diri untuk mengkaji kembali apa-apa saja yang sudah dan sedang kita lakukan. Mengidentifikasi niat yang terbetik, mengapa tidak selaras dengan kehendak-Nya hingga yang terjadi pada akhirnya tidak sesuai keinginan? Pantaskah seorang hamba memiliki keinginan jika menyadari wilayah qudroh-Nya?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mengajak akal, nafsu, dan nurani untuk berdebat. Dari ketiga wilayah diri tersebut, kira-kira bagian mana yang memiliki kadar kemurnian paling tinggi? Orang yang memiliki kepekaan pasti punya tanggung jawab atas sesuatu yang dititipkan. Pak Amron menyampaikan, salah satu tanggung jawab itu adalah ngemong.

Alur pembelajaran malam ini diarahkan pada mencari jawaban bukan melalui sesuatu yang ada pada luar diri, melainkan jauh ke dalam diri sendiri. Layaknya inner journey yang pernah dilakukan Rasulullah SAW, yang salah satu upayanya diawali dengan ber-uzlah atau menyepi.

Shortcut “Ctrl+Alt+Del” juga bisa diupayakan dengan menempuh sepi. Ketika dunia sepi ditinggal tidur orang-orang, kemudian kita mendirikan tahajjud. Ngudoroso segala problematika kepada Sang Pencipta. Siapa tahu problem-problem yang bikin mumet yang sedang kita hadapi adalah jalan pintas dari Tuhan untuk membuat kita jadi lebih cerdas menghadapi hidup.

Manajemen Pendidikan, Manajemen Spiritual dan Manajemen Batas

Hadir pula di rutinan Maneges Qudroh bulan Juli ini yakni Mas Muhammad Riyadi Prasetyo. Pria yang akrab disapa Kang Yadi ini tengah mendirikan sanggar untuk pendidikan anak-anak di tempat tinggalnya di Sleman. Kang Yadi mewedar banyak bekal ilmu mengenai manajemen pendidikan.

Senada dengan yang disampaikan moderator, Kang Yadi menandaskan akan pentingnya landasan spiritual di dalam mengerjakan segala sesuatu, termasuk di dalam mengelola sebuah organisasi pendidikan. Bekal-bekal ilmu yang diwedar Kang Yadi disimak antusias oleh jamaah dari kalangan yang sudah menjadi orang tua.

Manajemen pendidikan tak terlepas dari manajemen tauhid. Di antara aplikasi manajemen Tauhid menurut Kang Yadi adalah upaya sungguh-sungguh mengenali batas-batas serta mengidentifikasi posisi atau maqom diri sendiri.

Dalam proses re-restart diri, kita harus menaruh perhatian yang sungguh-sungguh pada hal tersebut. Bagaimana kita akan memulai sesuatu yang baru apabila kita tidak tahu posisi diri? Bahkan dalam keadaan yang cair dan mengalir, kita pun harus mampu membuat arus kita sendiri, mampu membuat aliran sungai sendiri, mampu membuat jalan sendiri agar tidak mudah terombang-ambing oleh keadaan.

Dan kita harus banyak-banyak riyadloh atau berusaha untuk kembali melahirkan niat. Karena, dari semua teori dan teknis yang telah dipelajari, yang paling susah adalah tetap mengaktivasi niat dan menjaganya untuk tetap istiqomah.

Turut membersamai dengan diskusi malam hari itu adalah musikalisasi puisi yang dibawakan oleh Mba Rizki dengan diiringi Mas Yanuar dan Mas Piyu. Nada-nada nan eksotis ditampilkan dengan curahan makna yang disajikan dalam puisi yang disampaikan, meski tidak semua mampu menikmati tingkatan sastra puisi yang butuh perhatian lebih jika ingin mengetahui makna yang ingin disampaikan oleh penyair. Setidaknya alunan musik itu mampu mengembalikan gairah dan energi yang mulai terkikis.

Turut terlibat juga malam hari itu yakni Gus Aushof. Gus Aushof sedikit menyampaikan bahwa manusia merupakan produk paling sukses. Manusia memiliki chips yang lebih canggih daripada makhluk ciptaan yang lain. Manusia seharusnya tidak harus menunggu keadaan seperti ini baru memiliki kesadaran untuk restart. Gus Aushof menyampaikan, alam ini sebenarnya sedang mengajak berdialog, tapi diri sendiri sadar atau tidak? Singkatnya, Gus Aushof mengajak jamaah untuk mengembalikan kesadaran kita sebagai pengambil keputusan atas diri sendiri. Mengkhalifahi diri sendiri.

Lainnya

Exit mobile version